Chap 22- Bujukan yang tertolak

8 13 6
                                    

"Pada awalnya, dulu aku sempat mengira bahwa hidupku adalah sebuah anugerah untuk ayah bunda. Namun semakin aku dewasa, akhirnya aku menyadari bahwa hidupku tidak berguna untuk siapapun, bahkan lebih buruknya, hari kelahiranku waktu itu, merupakan hari kematian bunda juga."

- Jinyo


Setelah menghabiskan waktu sepuluh menit dengan teman perempuannya itu, Jinyo segera melangkah keluar dari kamar Kirana. Dan tepat sekali setelah mereka membahas tentang buku yang Jinyo tidak tau sama sekali itu buku apakah itu, Kirana menjadi lebih banyak terdiam.

Saat Jinyo bertanya pun kepadanya untuk memastikan, Kirana hanya lebih memilih menganggukkan kepalanya saja atau menggeleng, dan karena perubahan itu, Jinyo menjadi bingung setengah mati.

Sebenarnya apa yang terjadi tadi siang sih? Apakah Nara benar-benar memberikannya sebuah buku? Tapi bukankah seharian ini tidak ada orang yang mengetuk pintu kamarnya?

Kalaupun ada, Jinyo siang tadi kan lagi sibuk belajar, sehingga mana mungkin dia bisa mendengar ketukan pelan dari luar kamarnya. Atau bisa juga seharusnya Nara meneleponnya saja tadi, mungkin Jinyo nanti akan membukakan pintu.

Ceklek...

Dengan muka lusuhnya, anak laki-laki berponi itu lalu membuka pintu kamarnya, omong-omong sebenarnya, hari ini ia letih sekali, tangannya yang terluka kini terasa kram karena tugas menumpuk tadi siang.

Dan malam ini pun, ia harus cepat-cepat tidur, supaya besok tidak kesiangan untuk berangkat sekolah, tapi karena malam ini Clara masih di dalam kamarnya, mau tak mau Jinyo harus tidur di sofa.

Yah, lagi-lagi dia pun harus mengalah dengan sesosok perempuan. Tapi syukurnya, ini merupakan perbuatan terpuji.

Sembari memasuki kamarnya semakin dalam, Jinyo menghela nafas sepanjang mungkin, hari ini Jinyo telah tersadar, bahwa ternyata menjadi anak perusahaan itu sangatlah sulit dan tidaklah mudah.

Seharusnya di usia mudanya saat ini bisa menikmati waktu main, tapi dia malah selalu duduk meja belajar. Menyedihkan sekali.

Setelah sibuk berpikir tentang kehidupannya yang sulit, Jinyo langsung berhenti tepat di depan lemarinya yang super-duper besar itu, kemudian dia membuka pintu lemarinya khusus untuk alas kaki, lalu mengambil sandal tidurnya yang berhias kepala beruang.

"Kamu udah balik Jinyo? Aku kira kamu bakalan lama ngobrol sama Kirana." Suara yang familiar di telinganya itu terdengar tiba-tiba dari belakang tubuhnya.

Usai mengenakan sandal tidurnya tersebut, Jinyo lekas membalikkan tubuhnya, dan ia segera menarik sedikit kedua sudut bibirnya itu.

"Kirain aku juga Kak Clara udah tidur nyenyak, tapi ternyata beluman, kenapa memangnya? Gak betah?"

Jinyo melempar pertanyaan balik, dan sejurus kemudian dia berjalan ke arah balkon, tanpa membalas tatapan Clara yang tengah mengikutinya.

"Bukannya gak betah, cuman karena aku jarang pakai AC, aku kedinginan sekarang, jadi bisa tolong dimatiin aja gak AC-nya?"

Perlahan namun pasti, Clara memohon dengan suaranya yang pura-pura menggigil seperti orang demam, namun sayangnya ia tidak menyadari bahwa ini adalah untuk yang kedua kalinya dalam hidup, ia memohon kepada Jinyo hanya dalam waktu sehari saja.

Bahkan Jinyo sendiri pun, agak sedikit tidak menyangka dengan seseorang yang gengsinya setinggi langit itu, ternyata bisa juga memohon kepadanya berkali-kali.

"Aku gerah Kak Clara, gak bisa hidup tanpa AC, ibaratnya aku dan AC tuh udah terhubung satu sama lain sejak aku masih kecil."

Jinyo memberhentikan langkahnya di depan pintu balkon tepat ucapannya telah selesai, ia pun kemudian berhitung di dalam hati, ia yakin sekali, dalam hitungan ketiga, emosi Clara pasti akan tersulut seperti biasanya.

YOU'RE MY LIVE - ||BAE JINYOUNG||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang