48. PRATIWI DAN REXA KEMBALI

1.2K 59 19
                                    

Liburan yang begitu menyenangkan kini Akan berakhir. Abangku si Rexa sedikit agak malas prepare barang barangnya. Padahal cuma sedikit yang mau dibawa termasuk laptop terbaru yang dibeli.

"Bang, malas banget sih. Udah gak mau kuliah rupanya" kataku ketika ngeberesin pakiannya.

"Rio, rewel bet dah lu. Tibang masukin tas doang. Abang pengen aja lu yang beresin"

"Iya iya...ini dah diberesin." Kataku sambil melipat kecil kecil celana dalamnya. "Ehhh bang, urusan si Tiwi gimana. Ada kelanjutan gak" tanyaku memancing pembicaraan.

"Pala lu. Yang ada lu yang gua gobang ntar"

"Kok Rio?!"

"Iya Lu. Kemaren gua chat aja, bukan balas chat gua, malah balasannya nanya lu ada di rumah apa enggak. Malas lanjutin"

"Wkakakaka...bang Rexa gak pejantan ulung ah. Masa dibalass gitu aja dah nyerah"

"Enggak lah....buat apa buang buang waktu. Ada saatnya nanti ada yang gua suka dan dia suka gua. Si Tiwi emang cantik. Tapi cocoknya dia ama lu Rio. Nanti kalau Mama dah kasih ijin, sosor tuh cewek. Rugi lu Rio kalau gak mau sama Tiwi" kata bang Rexa.
Hatiku berbicara, andai kamu tau bang, bahwa aku ini mencintai ayahnya Abang itu tidak akan bicara begitu. Tapi semua sudah berlalu.

"Ahhh...malah nyaranin Rio. Itu sih gak usah diomongin. Rio tau Tiwi dari dulu suka ama Rio" balasku.

"Naah itu dia. Sepintar orang ngerayu juga, pasti hatinya ke yang dia suka lah. Udah lah ngomongin dia gak guna"

"Udah nih. Beres"

"Besok subuh kita dah berangkat. Pesawat Abang jam 06.35 soalnya. 1 jam paling dikit dah check in"

"Ok bang. Biar Rio yang antar" kataku sambil memindahkan tasnya bang Rexa.

Saat aku mengangkat tasnya barang Rexa, hp ku berbunyi.

"Rio, maafin gua ya. Gua mo ke rumah lu bisa gak" Iqbal WA.

"Sorry bro. Gua ada kegiatan nih. Sibuk" balasku.

Mungkin karena tidak terima ditolak secara halus dia menelpon. Aku menyingkir dari bang Rexa keluar rumah menerima telpon Iqbal.

"Rio. Gua tau, gua salah, tapi jangan musuhin gua dong. Gua jujur Rio, gua suka ama lu"

"Maaf Iqbal. Gua bukan gay. Dan lagi, lu pantasnya sama tuh orang"

"Siapa?! Om Adi maksud lu?. Gua butuh uang Rio, gua miskin. Masa lu gak bisa ngertiin gua.
Apapun akan gua lakuin kalo sama Om Adi. Dia bisa memberikan apa yang gua mau sebatas permintaan gua masih bisa dipenuhi. Gua gak pernah minta macam macam sama Om Adi. Gua merasa lu singkirin gua Rio. Gua sukanya sama yang sepantaran ama gua, bukan Om Om"

"Tapi gua gukan gay Bal. Maaf gua mau pergi"

"Rio........"
Tak ku jawab lagi telponnya Iqbal.

Aku terdiam. 'Miskin'. Aku merasa bersalah atas kelakuan aku sama Iqbal. Selama ini tidak pernah kurasakan bagaimana penderitaannya bila membutuhkan uang. Om Adi yang bisa memenuhi. Dan aku pernah menyarankan Iqbal mencari Om Om berduit demi uang. Tapi tidak pernah dilakukannya. Tapi....masa iya tidak pernah. Ahhhh Iqbal.

Aku kembali lagi ke kamar bang Rexa.

Dari sore sampai menjelang malam, aku dan bang Rexa hanya stay di rumah. Indah. Abang dan Adik mengobrol sebagai teman dan sebagai sahabat.

Klakson mobil didepan rumah membuat aku dan bang Rexa menghentikan obrolan kami.

"Siapa yang datang Rio" tanya bang Rexa.

Aku menggeleng dan kami saling berpandangan. Bi Endah yang membukakan pintu memanggil nama ku.

"Den Rio, ada tamu" begitu suara bi Endah dari balik pintu.

"Adoohhh pasti si Iqbal nih" pikirku. Karena dia barusan telpon. Aku membuka pintu kamar bang Rexa.

"Siapa tamunya Bi" tanyaku sambil mengarahkan pandanganku ke pintu utama rumah

"Den Om Adi sama putrinya Den" jawab bibi.

"Busyett....ngapain lagi sih itu orang" gerutuku.

"Siapa Rio" tanya Rexa mendekatiku.

"Nih bidadari yang gak nyambung sama Abang" kataku bercanda

"Kupreeett lu Rio. Maksud lu si Tiwi"

"Iya...ayo samperin. Kali aja ada signal signal suka gitu heheheh"

"Ayo dah" jawab Rexa.
Aku dah Rexa menemui Om Adi dan Tiwi.

"Hallooo Tiwi ...ada angin apa ini sampai ke rumah Rio" kataku basa basi.

"Om dan Tante gak ada ya Rio" Tiwi bertanya.
Aku sama sekali tidak melihat wajahnya Om Adi. Tapi kusembunyikan bahwa aku ada masalah sama dia.

"Nyari Mama sama Papa ada apa Tiwi? Minta restu" bang Rexa yang nanya dengan canda.

"Iiihhh....gak lucu ah. Mau pamit, besok pagi mau pulang ke Jawa. Boleh dong pamit."

"Hahahaha...kirain" masih Rexa

"Kirain apaan sih Bang" kataku.

"Enggak enggak....terusin dah obrolannya" lanjut Rexa."Om Adi mau minum apa ini. Atau kita makan sekalian ya Om biar akrab. Aku juga mau pulang besok pagi. Pesawat pagi" bang Rexa ke dapur menemu bi Endah
biar menyiapkan makan malam.

"Oh gitu. Pulang juga. Om lupa, dah mau masuk sekolah rupanya" Om Adi pura pura oon. Dia memandang punggung Rexa yang ke dapur.

"Om pura pura ahh. Itu Tiwi mau pamit, emang mau kemana, kan mau sekolah" bang Rexa yang respon membalikan badannya. Aku diam aja.

"Hahahaha....udah tua soalnya. Jadi pikun" kata Om Adi.
Aku meliriknya sekilas. "Mama sama Papamu jam berapa pulangnya Rio" tiba tiba Om Adi bertanya. Padahal dia sudah tau Mama sama Papaku pulang gak tentu. Uuhhh .....dasar.

"Gak tau Om" jawabku singkat.

"Kok gitu Rio. Kaya ketus gitu jawabnya" Om Adi protes.

"Biasa aja Om. Iya Om...pulangnya gak tentu" kuulangi lagi kata kataku.

Tiwi cekikikan.

"Paan si lu. Ketawa" cemberutuku pura pura.

"Besok pagi antar Rexa jam berapa Rio" Om Adi ingin tau.

"4"

"Jam 4. Emang pesawat jam berapa"

"06.30 takut macet" kataku tanpa melihatnya.

Suara bang Rexa dari dapur memanggil kami untuk makan malam.

"Rio...ajak Om Adi Ama Tiwi. Dah siap nih" Rexa agak berteriak dari dapur.

Aku mempersilahkan Om Adi dan Tiwi untuk makan bersama.

"Enggak usah Rio. Om baru makan" elak Om Adi."Tiwi aja. Dia belum makan kayanya" lanjutnya.

"Ayah, ayo gak enak dah dijamu" jawab Tiwi.

"Tiwi aja sayang. Ayah masih kenyang" katanya.
Aku dan Tiwi menuju dapur meninggalkan Om Adi sendiri di teras.

Saat berjalan, Tiwi memegang tanganku dan berbisik.

"Gua cinta Lu Rio. Gua tunggu respon lu" bisiknya.
Seakan melayang, kakiku sampai kesandung ke kakiku sendiri.
"Gua datang kemari bukan hanya pamit sama bokap nyokap lu, tapi biar lu berfikir Cinta ini dari dulu sudah berakar" lanjutnya.

"Ehemmm....halu. lu kan tau bokap lu Ama nyokap gue gak setuju"

Tiwi diam sampai di meja makan

"Ok kita makan dulu. Lah Om Adinya mana Rio" Rexa melihat heran Om Adi tidak ada.

"Katanya dah makan bang. Masih kenyang" jawabku.

"Enggak bisa gitu dong. Seengak eenggaknya Om Adi ada. Panggil lagi gih" paksa Rexa.

******

Nyambung lagi.

















ME AND MY GIRLFRIEND'S FATHER ( BISEX )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang