Pagi ini, hawa dingin menyeruak. Badanku menggigil, mau bergerak seperti apa pun rasanya tidak enak. Efek dari sisa hujan semalam yang belum sepenuhnya reda, membuat rasa dingin ini begitu menusuk.
Kalau tidak terpaksa, aku mungkin tidak akan senekat ini pergi ke toko busana muslim milikku hari ini. Ada barang yang baru datang yang harus dibongkar. Mbak Anggi, orang yang kupercaya mengurus toko, tidak bisa datang. Katanya, ada urusan keluarga. Sehingga, pada pagi yang super dingin ini, aku harus segera bersiap.
Jarak antara rumah dan toko tidak begitu jauh. Letaknya berada di sekitar gerbang komplek. Namun, gerimis masih saja merintik. Maka dari itu, aku memutuskan untuk pergi bersama Bapak dan Ibu. Seperti biasa, tepat selepas Subuh kami berangkat.
Dari pandang mata, plang toko sudah terlihat; LMode, Lovely Moslem Mode. Itulah nama tokoku. Toko ini khusus menjual kebutuhan muslim. Ada aneka gamis dan koko untuk orang dewasa maupun anak-anak, perlengkapan salat, jilbab, dan aksesoris tambahan seperti ciput, bros, dan lain sebagainya.
Saat ini, mobil yang aku dan keluargaku tumpangi berhenti tepat di depan toko. Setelah sepenuhnya menepi, aku segera pamit pada Bapak dan Ibu.
"Bekalnya tidak lupa dibawa, kan, Nduk?" ujar Ibu memastikan.
Aku tersenyum mendengar teguran Ibu. Begitulah Ibu, selalu saja mengecek kebutuhanku jika aku sedang ada kegiatan di luar rumah, termasuk, perihal bekal. Padahal, kalau dilihat dari segi usia, aku sudah cukup matang untuk memikirkan kebutuhan perutku sendiri.
"Sudah, Bu. Ini," timpalku sambil memperlihatkan tas bekal dari brand fenomenal itu, yang katanya kalau sampai hilang urusannya bisa rumit.
Untungnya, Ibu enggak kayak gitu.
Bapak dan Ibu sudah beranjak sejak beberapa menit yang lalu. Setelah puas memandangi mobil yang makin menjauh, aku langsung berjalan memasuki toko, yang masih tampak sepi. Toko ini memang baru beroperasi jam 9 pagi nanti. Sehingga, aku masih memiliki waktu sekitar 3 jam untuk sekadar bersantai terlebih dahulu.
"Bismillah," ucapku sambil membuka pintu toko. Setelah itu, aku lantas menutup pintu dan menguncinya. Sebab, setelahnya, aku harus menuju ke dapur mini yang berada di ruangan paling ujung, sekadar untuk membuat minuman yang bisa menghangatkan badan.
Meminum teh hangat sepertinya nikmat.
Aku segera menyalakan kompor untuk merebus sedikit air. Tak butuh waktu lama, secangkir teh sudah tersaji di meja makan kecil yang terdapat di ruangan ini. Sambil menunggu teh tidak terlalu panas, aku membuka ponselku yang sudah sejak tadi malam kuabaikan.
Mataku terpaku pada notifikasi di ponsel. Ternyata, ada satu pemberitahuan dari grup baru. Aku bergumam tak tentu.
Aku baru ingat satu hal bahwa setelah mengikuti pertemuan dengan komunitas penggemar buku kemarin, aku resmi tergabung menjadi anggota. Itu pun atas usul Mas Akhdan.
"Biar anggota yang wanita bertambah, para lelaki single biasanya makin semangat kalau kayak gitu," kata lelaki itu yang disertai dengan sorakan para bujangan yang hadir pada pertemuan.
Aku pun mengiakan. Toh, kegiatannya juga banyak yang bagus dan bermanfaat.
Dari pembahasan kemarin, ada agenda rutin yang harus segera dituntaskan, yaitu patungan untuk memberikan 1000 buku ke salah satu wilayah pelosok di negeri ini. Kegiatan ini biasanya dilakukan satu bulan sekali. Untuk agenda yang satu ini, Mas Arvin yang bertanggung untuk mendistribusikannya.
Mas Arvin adalah pemilik usaha biro perjalanan. Namanya Kalandra Tour & Travel. Oleh sebab itu, dialah penanggung jawab yang tepat. Sebab, lelaki itu sudah sangat paham menyoal seluk-beluk pelosok negeri.
Di biro perjalanan milik Mas Arvin, salah satu produk andalannya adalah mengimbau wisatawan untuk singgah ke daerah-daerah terpencil. Peminatnya kebanyakan para pemuda yang ingin mengabdikan diri untuk memajukan seluruh penjuru negeri.
Kata Mas Arvin waktu itu, keindahan negeri ini sesungguhnya banyak yang tersembunyi di balik daerah-daerah terpencil tersebut. Selain untuk menunjukkan wajah asli keadaan alam di sana, hal itu juga ditujukan agar orang-orang tergerak untuk menyalurkan potensi diri pada penduduk desa yang masih minim fasilitas.
"Berinteraksi dengan penduduk sekitar itu seru. Banyak ilmu baru yang didapat, diantaranya tentang kejujuran dan ketulusan. Bagiku, mereka adalah guru kehidupan yang hebat," ujar Mas Arvin ketika salah seorang dari kami bertanya alasannya memilih tujuan ke pelosok, bukan ke tempat-tempat hits seperti yang orang-orang lakukan.
Yang aku tahu, menjelajah negeri atau bahkan berkeliling dunia adalah cita-cita Mas Arvin sejak dulu. Ada sederet tempat yang ingin ia jelajah saat itu.
Ada satu rangkaian kata dari lelaki itu yang masih kuingat sampai saat ini, "Berpetualang dan bertemu dengan orang-orang baru, itu akan memberikan banyak ilmu. Bahkan, terkadang pembelajaran itu malah tidak tercantum pada kurikulum di setiap sekolah."
Aku, yang saat itu masih terlalu muda, hanya manggut-manggut saja saat mendengarnya, berpura-pura memahami detailnya. Padahal, fokusku sebenarnya hanya tertuju pada lelaki itu. Melihatnya menjelaskan suatu hal dengan serius, menambah kadar pesonanya. Menurutku, sih, begitu.
Suatu hari, aku pernah bertanya padanya, "Selain kota suci, wilayah mana yang paling ingin Mas kunjungi?"
"Negeri Balkan," jawab lelaki itu dengan semangat.
Negara-negara yang termasuk ke dalam kawasan Balkan ini adalah Albania, Serbia, Bosnia dan Herzegovina, Kroasia, Montenegro, Bulgaria, Yunani, dan Republik Makedonia. Wilayahnya memang terbilang tidak luas, hanya sekitar tujuh ratus kilometer saja. Namun, kota-kota tersebut sungguh indah.
Tak terasa, sudah hampir satu windu berlalu.
Kala itu, aku turut antusias ketika Mas Arvin membahas tentang Negeri Balkan. Bahkan, aku sampai memiliki keinginan untuk singgah ke tempat itu barang sebentar. Kini, aku jadi membayangkan betapa menakjubkan jika bisa menjejakkan kaki di tanah yang banyak terdapat peninggalan kejayaan Islam tersebut. Aku juga sangat ingin menikmati wisata kuliner di sana, mencicip begova corba di Bosnia dan Herzegovina atau shopska salad di Bulgaria.
Sudahi menghayal tak tentu itu, Fir! Aku mengingatkan diri, sebelum kekacauan berhasil mengobrak-abrik pertahanan hati.
Allahku.
Aku menghela napas kasar. Sungguh, aku mengutuk diri sendiri yang tidak cukup kuat menghindar jika itu menyangkut tentang lelaki itu.
Disaat sudah menentukan untuk membuka lembaran baru, mengapa harus kembali ke titik awal lagi?
Kini, ponsel yang berada dalam genggamanku ini masih belum berpindah posisi. Lalu, tangan lincahku berselancar mengamati setiap detail tentang grup baru ini. Aku penasaran siapa saja yang ikut berpartisipasi dalam komunitas ini. Seketika, tanganku terhenti ketika mendapati nama kontak tidak asing yang berjajar pada deretan nama di grup komunitas.
Aku terpaku ketika melihat gambar pada profil lelaki itu.
"Cincin dengan batu safir yang begitu indah," gumamku perih.
Aku menahan diri agar tidak menelusurinya lebih jauh.
"Mana mungkin lelaki sekeren Mas Arvin tidak memiliki seseorang yang istimewa di hati, kan?" rutukku pada diri sendiri, berusaha menyadarkan diri agar harapan yang sudah diakhiri tidak dibiarkan berkembang lagi.
Sebisa mungkin, aku harus menekan kuat-kuat perasaan liar yang bisa saja sekejap mata membuat segalanya buyar. Aku tidak ingin mengecewakan seseorang yang sudah berjuang sekuat tenaga menyembuhkan luka. Bahkan, tanpa diminta pun sudah mengulurkan tangannya untuk menopang, kala diriku terjatuh waktu itu.
Maafkan aku, Mas Akhdan.
________________
To be continued.Selamat membaca.
Krisan-nya boleh juga, loh. ☺
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Sapphire (TAMAT)
RomansaShafira Kamil, seorang penulis lepas dan juga merupakan pemilik toko busana muslim ternama di kotanya, yang bernama LMode. Kariernya sebagai penulis dan pemilik usaha sukses. Namun, tidak dengan urusan cinta. Cinta yang sudah dirajut oleh Shafira...