"Kenapa blue sapphire, Mas?" tanyaku perihal perhiasan yang diberikan dari lelaki—yang kini sudah sah menjadi suamiku ini, pada saat hari pernikahan waktu itu.
Saat ini, kami berdua sedang duduk di belakang rumah, menikmati keasrian tempat ini yang selalu bisa membuatku jatuh cinta, termasuk dengan para penghuninya.
Sepulang dari keliling wilayah bagian timur yang telah disepakati sebelum menikah, aku dan suamiku memang berniat untuk menginap beberapa hari secara bergantian, antara di rumahku dan rumahnya ini. Setelah itu, baru dilanjutkan untuk menempati rumah baru yang merupakan salah satu hadiah pernikahan darinya. Rasa bahagia begitu membuncah. Aku tidak menyangka kalau ia sudah mempersiapkan dengan matang segala pernak-pernik pernikahan, tidak terkecuali perihal tempat tinggal.
"Sesuai dengan namamu, kan? Sapphire, Safira. Begitu, sih." Lelaki itu menjawab santai, yang tentu saja masih kurasa mengganjal dari penjelasan singkatnya itu.
Kalau dikaitkan dengan namaku, memang masuk akal. Namun, aku juga ingin tahu alasan yang tepat. Biasanya, lelaki itu memang selalu punya cerita filosofis dari sesuatu yang dilakukan.
Sepertinya, ia memahami sebentuk rasa penasaranku. Sebab, tanpa kutanya lebih, ia sudah memberi penjelasan, "Selepas membaca artikel, blue sapphire mencerminkan makna kejujuran dan kesetiaan yang dalam terhadap pasangan. Entah itu benar atau nggak, tetapi Mas berharapnya, sih, itu menjadi salah satu doa, semoga Mas mampu mengaplikasikan dua hal tersebut."
Aku kian terharu mendengarkan jawaban suamiku itu. Rasanya, aku ingin menghambur begitu saja untuk meluapkan rasa terima kasih. Namun, aku masih sungkan. Selain itu, aku takut kalau ada gangguan yang tiba-tiba datang.
"Mbak! Jangan berduaan terus, loh!"
Nah, kan!
"Jangan teriak-teriak, Dek!" Mendapat teguran seperti itu, bukannya berhenti mengomel, sang pengganggu malah menyuarakan protes berkepanjangan.
"Mas Arvin, ih! Hormati yang single gini, dong, kalau mau mesra-mesraan gitu."
Mas Arvin hanya geleng-geleng saja melihat tingkah kekanakan adiknya. Bisa dibilang, akhir-akhir ini Anjani memang kelewat manja. Katanya, mumpung masih tinggal serumah, jadi harus dimanfaatkan sebaik-baiknya.
Semenjak menikah dengan Mas Arvin beberapa minggu yang lalu, Anjani memang mulai belajar memanggilku 'Mbak'. Sebenarnya, aku tidak keberatan dipanggil apa saja selama itu baik. Namun, Anjani sendiri yang memutuskan untuk menuruti perintah Mas Arvin dan Bunda.
Aku bersyukur sekali memiliki keluarga baru yang ramai seperti ini, kebahagiaanku bertambah lengkap.
Terima kasih, ya, Mas ... karena sudah mewujudkan gambaran pernikahan sesuai harapanku dulu. Kalau saja tidak kubaca catatan usangmu tentang 'Dear, Sapphire' itu, aku mungkin masih buta menangkap kode-kode darimu.
***
Cerita Dear Sapphire bener-bener selesai, nih.
Btw, udah nggak penasaran lagi, kan? Hehe
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Sapphire (TAMAT)
RomanceShafira Kamil, seorang penulis lepas dan juga merupakan pemilik toko busana muslim ternama di kotanya, yang bernama LMode. Kariernya sebagai penulis dan pemilik usaha sukses. Namun, tidak dengan urusan cinta. Cinta yang sudah dirajut oleh Shafira...