"Makan dulu, Mbak?" tanyaku pada Mbak Anggi yang sedang merapikan beberapa totebag yang ia pegang. Aku heran dengan tingkah laku Mbak Anggi kali ini.
Tumben sekali wanita tangguh ini khilaf juga sewaktu berburu diskon di salah satu pusat perbelanjaan. Aku membatin.
Hari ini, aku dan Mbak Anggi memang sengaja menghabiskan waktu untuk sekadar thawaf di beberapa toko yang tampak plang merah bertuliskan Sale. Thawaf artinya berkeliling. Itu bahasa yang biasanya aku pakai ketika beraktivitas seperti sekarang.
Aku berpikir, "Hitung-hitung, melepas penat setelah seminggu penuh berkutat pada tumpukan barang dagangan."
Setelah hampir dua jam mampir dari satu toko ke toko lainnya, perutku meronta minta diisi. Aku sudah tidak sanggup jika harus berburu lebih lama lagi.
"Ya, sudah. Yuk, ke resto cepat saji saja! Biar nggak harus ke luar dari sini!" ajak Mbak Anggi kemudian.
Aku pun mengiakan.
Dengan langkah pelan, aku dan Mbak Anggi menuju gerai makanan cepat saji yang masih berada di kawasan pusat perbelanjaan ini, yang lokasinya berada di lantai paling bawah. Sehingga, kami berdua terpaksa harus naik eskalator untuk turun dulu.
Sesampainya di tempat yang dituju, aku mendapat jatah memesan makanan. Sementara itu, Mbak Anggi melipir mencari tempat duduk yang pas untuk kami, agar jika makanan sudah siap tersaji, kami langsung bisa menikmati.
Setelah menunggu sekitar lima belas menit, menu yang dipesan sudah siap. Aku membawa nampan yang berisi makanan tersebut menuju ke salah satu meja yang sudah Mbak Anggi tempati.
"Selamat makan, Mbak!" seruku setelah duduk di salah satu kursi yang posisinya berhadapan dengan tempat duduk Mbak Anggi. Setelah itu, aku merapikan meja agar lebih leluasa saat menyantap, begitu pula Mbak Anggi.
"Rose?"
Belum sempat sesuap nasi masuk ke dalam mulut, aku mendengar suara asing seolah-olah menyapa aku dan Mbak Anggi. Rose? Mataku menyipit mengamati sang pemanggil tersebut. Aneh, itu pikirku. Pasalnya, tidak ada satu pun dari kami berdua dengan nama itu.
"Telingaku nggak alih fungsi, kan?" gumamku pelan.
"Eh, Ardi. Kamu, kok, di sini?" ucap Mbak Anggi sambil malu-malu.
Lelaki itu pun mengangguk sambil menyuguhkan senyuman.
Ya, iyalah. Si Mas di sini, Mbak. Kan, wujudnya tampak jelas di depan mata.
Rasanya aku ingin berteriak seperti itu, tetapi kuurungkan. Aku tidak tega dengan Mbak Anggi. Bisa-bisa, ia makin malu selepas mendengar kalimat protesku.
Kulirik sekilas Mas-Mas yang baru kutahu namanya Ardi itu. Lelaki ini begitu berwibawa, setipe dengan Mas Akhdan, kalau menurutku. Aku belum kenal sebelumnya dengan lelaki ini. Akan tetapi, kalau boleh menebak, Mbak Anggi cukup akrab dengan seseorang yang bernama Ardi tersebut.
"Sini kalau mau gabung dengan kami sekalian, Mas!" tawarku pada Mas Ardi.
"Memangnya ... boleh?" tanya Mas Ardi padaku, dengan nada agak ragu.
"Boleh, dong, Mas. Ini, kan, tempat umum," jawabku sambil tersenyum lebar.
Di bawah meja, kakiku sudah menjadi korban injakan Mbak Anggi. Namun, tidak mengapa. Kuabaikan saja. Sesekali menggoda Mbak Anggi, seru juga. Apalagi, jika sedang dalam mode salah tingkah seperti itu.
Akhirnya, Mas Ardi pun menurut. Lelaki itu duduk tepat di samping Mbak Anggi. Sungguh, aku suka melihat raut wajah Mbak Anggi yang sedang tersipu. Lucu. Aku tertawa di dalam hati.
![](https://img.wattpad.com/cover/299327007-288-k61579.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Sapphire (TAMAT)
RomanceShafira Kamil, seorang penulis lepas dan juga merupakan pemilik toko busana muslim ternama di kotanya, yang bernama LMode. Kariernya sebagai penulis dan pemilik usaha sukses. Namun, tidak dengan urusan cinta. Cinta yang sudah dirajut oleh Shafira...