05 - Danau Cesaffes & Kuncup teratai

615 72 75
                                    

_Mencintai adalah sebuah pilihan_

Jika kebahagiaan tercipta karena keseimbangan, maka pantaskah mencintai masuk dalam deretannya?
.
.
.

Terdengar senandung indah para peri di sebelah sisi utara danau Cesaffes, danau yang berada di tengah hutan peri, tepat dikelilingi tanaman tulip dan jenis bunga peri lainnya.

Lexa duduk di pinggir danau, sembari memperhatikan para Nimfa melakukan aktivitas mereka. Para Nimfa tidak berbicara, mereka berkomunikasi dengan radar dan tatapan serta bahasa tubuh dari kaum mereka yang sering kali mereka gunakan sebagai bentuk komunikasi dengan bangsa peri lainnya.

Kecantikan dan keanggunan para nimfa, tetap saja tidak dapat menandingi kemolekan dan keanggunan paras Lexa. Ia besinar, mengundang rasa penasaran penghuni hutan yang lain. Cahaya wajahnya memantul pada biasan danau semakin membuatnya terlihat seperti utusan nirwana meski pada dasarnya Lexa hanyalah kaum pixies biasa.

Gadis peri itu tersenyum kala mendapat sambutan dari salah satu peri air Asrai, meski hanya melalui bayangan dalam air dikarenakan kaum asrai tidak dapat terkena cahaya matahari secara langsung dan hanya berteman dengan cahaya rebulan. Mereka hanya akan muncul kepermukaan pada malam hari.

Tanpa sengaja, Lexa menyentuh salah satu kuncup teratai yang belum mekar dan seketika kelopak bunga itu membuka dirinya dengan segera. Lexa cukup terkejut dengan apa yang baru saja terjadi, namun setelahnya, ia kembali tersenyum. Ia menganggap jika hal yang baru saja dialami adalah sebuah kebetulan. Tetapi, tidak bagi para kaum penghuni danau peri, mereka seperti tersihir. Gelombang kebahagian memancar dan menyebar membuat danau tampak semakin indah dengan kilauannya.

Para nimfa yang tadinya tidak begitu peduli dengan kehadiran Lexa, kini menaruh perhatian lebih pada gadis peri yang cantik nan jelita itu. Mereka seakan berbicara dalam diam, membicarakan kejadian yang baru saja mereka lihat, namun hanya kaum mereka yang mengerti.

Mendapat perhatian dari yang lain membuat Lexa sedikit tidak nyaman. Ia memutuskan untuk bergegas meninggalkan danau dan kembali ke kediamannya. Baru saja ingin beranjak, Lexa dikejutkan dengan kehadiran Dior dan iringan para penjaga yang mengawalnya.

Para peri dengan segera tunduk memberi hormat, begitu juga dengan Lexa.

"Bangunlah!" ucap Dior

Lexa menurut, begitu pula dengan para bangsa peri yang berada di sekitar danau, mereka kembali melakukan aktivitas seperti sediakala.

"Kau sendirian, Lexa?" tutur pangeran Dior, lembut.

"Iya, pangeran." jawabnya.

Dior tersenyum, kekagumannya akan Lexa semakin hari semakin menjadi-jadi. Tutur lembut, kebaikan dan kesopanan yang dimiliki Lexa, menjadi point pelengkap baginya.

"Boleh aku menemanimu?" ujar pangeran peri, menawarkan diri.

Lexa terdiam, ia tidak berani bertingkah dan mengiyakan keinginan Dior. Namun, ia juga tak sanggup jika mengatakan tidak. Tak lama dari pertemuan mereka.

Derri datang dan memberi hormat pada pangeran peri. "Bangunlah, paman." tutur Dior, "Kau datang menjemput putrimu?" ujarnya lagi.

"Betul pangeran, ibunya tengah mencari. Ia khawatir jika putri kami tidak kunjung pulang saat petang." sanggah Derri.

"Baiklah, sampaikan salam ku pada bibi Jollie. Dan-" ucapan Dior terhenti, ia menoleh ke arah Lexa dengan tatapan memuja, "Hm, Lexa, kuharap kita bisa bertemu lagi." pungkasnya.

Lexa hanya tersenyum spontan, mereka berdua pamit dari hadapan sang pangeran. Derri merangkul tangan putrinya, menjauh. Perlahan demi perlahan semakin tak terlihat dan menghilang dari pandangan Dior. Pangeran peri itu memerintahkan salah satu pengawalnya untuk mengikuti Lexa dan Derri secara diam-diam sembari Dior kembali melanjutkan tugas yang raja berikan padanya.

"Pertemuan yang indah, Lexa." batin Dior.

Disisi lain, raja dan ratu peri mulai khawatir dengan tindakan dan keputusan putra mereka. Dior tampak tidak pernah menggubris lamaran yang diberikan oleh para peri untuk bersanding dengannya. Hal itu menjadi kekhawatiran bagi ratu. Ia takut jika anaknya memiliki ketertarikan yang berbeda pada umumnya. Karunia keberanian yang Dior terima, cukup menjadi tantangan terbesar untuk pasangan peri tersebut. Semakin pangeran Dior beranjak dewasa, semakin sulit bagi mereka untuk mengetahui isi pikiran dan tindakannya.

"Bagaimana ini? Haruskah kita berlaku tegas padanya?" tanya ratu dengan raut khawatir.

Raja menggeleng cepat, "Tidak, tidak perlu seperti ini. Kita lihat saja kedepannya. Lagi pula pangeran masih memiliki cukup banyak waktu." tutur raja peri.

Ratu hanya bisa termenung, bagaimanapun seorang ibu akan melakukan hal terbaik agar anaknya bisa hidup dengan nyaman.

"Kita lihat saja, sampai mana aku bisa diam dan membiarkan keadaan ini berlarut-larut." ujarnya datar, "Aku harus melakukan sesuatu, sebelum putraku tenggelam terlalu jauh pada perasaannya sendiri." batin sang ratu.

Raja menemukan isyarat kegelisahan pada wajah istrinya. Ia dengan segera memberikan sentuhan yang menenangkan, memberi keyakinan pada sang ratu jika semuanya akan baik-baik saja.

"Jangan terlalu gelisah, Dior akan tetap menjadi penerus tahta kerajaan peri dan melahirkan keturunan untuk kita." Ratu hanya bisa tersenyum miris menanggapi ucapan sang raja.



Haii...
Sorry banget ya, part kali ini pendek.
But, tenang aja. Ceritanya bakal semakin seru dan menarik.

Pantengin terus yaa :v
Jangan lupa vote & komen

Sampai ketemu di cerita selanjutnya..

#salamkasihfrommissdey(✿^‿^)

POSSIBLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang