18 - Badai Petir Hutan Peri (3)

263 37 4
                                    

"Lexa, berikan ramuan itu padaku segera. Jangan meminumnya, itu berbahaya. Lexa, tolong dengarkan aku."

"Maafkan aku, pamgeran."

"Tidak! Jangan."

Dior terbangun setelah tertidur dalam waktu yang cukup lama, peluh bercucuran dikeningnya tatkala ia memimpikan hal buruk mengenai Lexa.

"Sayang, kau sudah bangun?" ujar sang Ratu, berjalan mendekati Dior.

Pangeran peri itu mencoba mengatur nafasnya yang terengah-engah, ia merasakan nyeri dibagian punggung serta dada namun sebisa mungkin berusaha ia tahan.

"Sudah berapa lama aku tertidur, bu?" tuturnya.

"Hampir tiga hari."

Dior tampak terkejut dengan ucapan yang dilontarkan sang Ratu, ia menghempaskan selimut yang membungkus tubuhnya, menampilkan balutan perban yang menempel erat.

"Istirahatlah kembali, ibu akan meninggalkanmu." Dior hanya mengangguk dan kembali membaringkan badannya.

Disisi lain, Ares terlihat uring-uringan. Ia mencoba melafalkan banyak mantera yang terasa tidak bekerja lagi untuknya. Ia merasa sedikit aneh dan kesulitan untuk mengontrol tubuh serta pikirannya

"Apa ini efek dari amarah dan kekesalanku yang terlalu berlebih?!" batinnya, mempertanyakan.

Ada perasaan bersalah yang terus menerus menerpa pikiran gadis penyihir itu setelah mengetahui badai yang mendatangkan kekacauan di hutan peri berasal darinya. Terlebih kabar mengenai Dior yang terluka, semakin memperburuk pikiran dan perasaan Ares.

"Apa dia baik-baik saja?" tuturnya lagi terus membantin.

Ares kehilangan kemampuan kontrolingnya secara tiba-tiba, membuat ia memutuskan mengurung diri dan tidak berniat untuk menemui siapapun. Semak belukar ajaib tumbuh subur mengelilingi sekitaran rumahnya, membentuk akses penghalang untuk makhluk lain menemui Ares.

Lexa menatap dari ketinggian rumah peri miliknya, daratan hutan peri yang terbentang luas. Awan gelap masih saja menyelubungi langit, membuat perasaan Lexa bercampur aduk. Ia terus memikirkan cara untuk menemui Ares tanpa sepengetahuan orang tuanya dan juga cara agar ia bisa mengetahui keadaan Dior. Jauh dilubuk hati gadis peri itu, ia mengkhawatirkan keadaan Dior, sang pangeran peri.

***

Dior jauh lebih membaik dari sebelumnya, meski demikian ia belum mampu menggunakan sayapnya untuk terbang dikarenakan luka pada area punggung yang belum juga membaik.
Ia menghabiskan waktunya beberapa hari mengunjungi perpustakaan peri dan berdiam diri bersama Fout.

Beberapa kali Dior terdengar menarik nafas dalam dan menghembuskannya secara kasar, sedikit mengusik ketenangan peri penjaga perpustakaan yang sedang bersamanya itu.

"Ada apa?! Katakan saja dan berhenti mengusikku dengan suara nafasmu." tutur Fout kesal. Ia tidak lagi memandang Dior sebagai sosok pangeran peri, melainkan sebagai peri aneh yang terus saja menyita waktunya dengan hal yang tidak jelas.

"Aku hanya bosan, Fout!" ujar Dior ketus.

"Keluarlah dan berkeliling diseputaran istana sembari berusaha memulihkan diri. Kurangi kebiasaan dan waktumu untuk berkunjung kesini."

Dior menatap sinis ke arah Fout, "Apa kau lupa siapa aku?" sanggahnya sinis.

"Sepertinya kau yang lupa, siapa jati dirimu." ucap Fout sarkas.

"Sudahlah! Aku tidak ingin berdebat denganmu, Fout. Aku akan kembali ke ruanganku." Dior berjalan meninggalkan perpustakan. Menelusuri tiap lorong koridor istana dan tanpa sengaja bertemu dengan Derri.

"Paman.." sapanya.

"Ah, pangeran. Bagaimana kabar anda?" ujar Derri sembari tersenyum.

"Baik paman, bagaimana dengan Lexa?"

"Dia sedang berada di rumah bersama ibunya." jawab Derri santai.

"Oh, baiklah, paman." ucap Dior, "Lanjutlah bekerja."

"Baik pangeran."

Dior terdiam sembari memperhatikan punggung Derri yang mulai menjauh, tersirat dalam benaknya untuk pergi menemui Lexa, selagi para pengawal peri sedang tidak berlalu lalang disekitarnya.

Disisi lain, Lexa mencoba menyelinap keluar rumah tanpa sepengetahuan Jollie untuk bertemu dengan Ares dan memastikan agar semuanya kembali dalam keadaan normal.

Lexa berjalan mengendap-endap menuju pintu keluar, sementara Jollie sibuk membuat adonan untuk makan malam mereka.

"Ibu maafkan aku." ujar gadis peri itu dalam hati setelah ia berhasil meninggalkan rumah peri tanpa sepengetahuan orang tuanya.

POSSIBLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang