Malam itu terasa sangat panjang bagi Lexa, dengan pemikirannya, peri itu berdiam diri menatap langit malam yang memancarkan sedikit cahaya bulan. Raut wajahnya dirundung kesedihan, kegalauan kini melekat hebat di hatinya.
"Apa yang harus kulakukan? Bagaimana caraku menghadapi hari esok?" batinnya.
Lexa menatap jauh tanpa melepas sedikitpun pandangannya dari deretan kegelapan yang membentang jauh, "Apakah kesana arah hutan peri?" tuturnya pelan. Matanya terasa memanas, ia berusaha sekuat tenaga untuk tidak menangisi keadaannya saat ini.
Sejauh ini Lexa sama sekali tidak mengalami kesulitan saat berada di wilayah werewolf, bahkan ketika dirinya bersama Atlantha. Hanya saja hatinya selalu bertanya kapan dan bagaimana ia dapat kembali ke tempat asalnya.
"Sudah berapa lama aku meninggalkan hutan peri? Aku bahkan sudah tidak menghitung hari yang ku lewati." ucapnya sembari menghembuskan napas kasar, "Aku merindukan ayah dan ibu dan juga-" perkataannya terhenti kala gadis peri itu menundukkan kepala, sorot matanya dengan segera mengarah pada satu benda yang terus saja melekat indah dipergelangan tangannya.
"Pangeran.." batinnya. Tidak dipungkiri, Lexa juga turut merindukan sosok Dior.
Angin malam berhembus pelan menerpa lembut wajahnya, perlahan gadis peri itu memejamkan mata, menikmati dinginnya udara malam dari balik jendela. Cahaya tubuh Lexa memancar lebih terang dari biasanya, membuat ia sedikit tekejut dan dengan segera membuka mata, membentangkan tangannya ke depan dan menatap dengan seksama kedua lengannya, "Ada apa dengan cahaya ini?"
Seketika gambaran wajah Dior terlintas samar, kepingan-kepingan peristiwa melintas begitu saja membuatnya merasa tercekat. Baru kali ini gadis peri itu mengalami hal diluar kendali dirinya. Potongan peristiwa itu terus menerus berputar di kepala Lexa dan perlahan semakin jelas, "Pangeran, apa yang-" ucapnya terhenti kala rasa sakit seketika menyergap tubuhnya.
"ARRGH!!!" Lexa meringis kesakitan dan dengan segera membuat para maid yang berjaga berdatangan menghampirinya. Meski suaranya terbilang normal, namun pendengaran tajam para kaum werewolf membuat mereka dengan cepat bergegas menghampiri sang peri.
"Lady, anda baik-baik saja?" ujar Relinda, salah satu maid yang cukup dekat dengan Lexa.
Gadis peri itu tidak merespon namun terus-menerus meringis, mendekap tubuhnya yang terlihat bergetar menahan rasa sakit.
Para maid menuntun Lexa kearah tempat tidur dan membaringkannya disana, "Apa perlu membawa lady ke pusat kesehatan?" ujar salah satunya dari antara merrka dengan cemas."Entahlah.." tutur lainnya setelah memperhatikan cahaya disekujur tubuh Lexa yang memancar semakin terang, "Kurasa dokter dan ahli magic kerajaanpun akan tampak bingung menangani kondisinya."
"Aku akan pergi melaporkan keadaan ini pada alpha Antha." ungkap maid lain, "Kalian tetaplah disini untuk menjaganya."
Disisi lain, ruangan Antha tampak kosong, maid yang berinisiatif melaporkan keadaan Lexa itu, tidak mendapati aroma tubuh sang alpha disekitar kastil menjadikannya nampak sedikit kebingungan, hingga ditengah perjalanan, ia bertemu Leeina dan Grave yang sedang mengarah keluar istana.
"Beta Grave.." panggil sang maid.
Grave seketika menoleh, "Ada apa?" tuturnya tegas.
"La-lady Lexa, b-beliau sedang meringis kesakitan." ujar sang maid, gugup.
"Ada apa? Apa yang terjadi?" sanggah Leeina panik setelah mendengar kondisi sang peri.
Maid yang menyampaikan kabar mengenai Lexa, tampak kebingungan untuk menjelaskan dengan detail apa yang terjadi, sehingga membuat Leeina dan Grave bergegas menemui Lexa tanpa menunggu jawaban dari maid tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
POSSIBLE
Fantasi"A-apa yang kau lakukan pada tubuhku?" Ucap sang warrior. "Tenanglah, aku hanya membuatmu mati rasa untuk sementara waktu." tuturnya, datar. "Dia mengundangku?" batinnya. Senyum sinis itu berubah jadi tawa yang menggelegar. "A-alpha berkata akan me...