15 - Badai Petir Hutan Peri (1)

261 36 0
                                    

"Untuk beberapa hari ini tetaplah dirumah bersama ibumu, Lexa." ujar Derri saat mereka tengah menikmati sarapan pagi.

"Baik, ayah." ucap Lexa patuh.

"Kau tidak akan pulang malam ini?" tanya Jollie pada kekasihnya itu.

Derri menatap Jollie dengan intens, "Spertinya, aku harus terus menemani Raja selama para pengawal dan yang lainnya mengurus kekacauan yang terjadi di hutan." jelasnya.

"Berhati-hatilah." ujar Jollie sembari mengelus lembut punggung tangan Derri, menguntai senyum di bibir pria peri itu.

Kali ini cuaca tampak baik-baik saja, meski kegalauan Ares tidak dapat diprediksi. Para utusan istana peri belum ada yang mengetahui jika sumber badai berasal darinya, amarah sang penyihir itu sendiri. Meski demikian, Dior nampaknya telah menaruh curiga dan berniat menemui Ares di kediamannya.

"Bersiaplah kalian dan ikut aku, kita akan ke sisi utara danau peri." titah sang pangeran peri pada para pengawalnya.

Selama perjalanan, Dior memperhatikan keadaan di sekeliling dari atas, ketika ia terbang melintasi hutan peri. Suasananya terbilang cukup stabil sampai saat ini dan ia berharap untuk kedepannya semua akan baik-baik saja.

Dior mendarat tepat di depan rumah Ares, keadaannya tampak sunyi. Pangeran peri itu memberi isyarat agar salah satu guard mengecek, apakah Ares sedang berada di dalam rumah atau sebaliknya.

Ares berdiam diri mengetahui kedatangan Dior, ia tidak ingin menemui pangeran peri itu. Ares mencoba mengintip dibalik selah-selah dinding rumahnya, perasaannya bercampur aduk ketika matanya menangkap jelas pesona wajah sang pangeran.

"Apa aku harus menemuinya?" batin Ares yang perlahan mulai tergoyahkan setelah menatap wajah Dior.

Kali ini bukan penjaga istana lagi yang memastikan apakah pemilik rumah kayu dengan corong asap tinggi itu sedang berada di rumah atau tidak. Dior sendiri yang berjalan ke arah depan pintu, saat hendak mengetuk, pintu rumah Ares tiba-tiba saja terbuka dengan sendirinya menampilkan raut wajah sang penyihir yang tampaknya sedikit kurang suka dengan kedatangan Dior beserta rombongan.

"Ada apa, pangeran?" tuturnya datar dengan posisi berada cukup jauh dari pintu.

"Hm, aku datang menyelidiki masalah mengenai hujan badai yang terjadi beberapa waktu belakangan ini." timpal Dior, "Apa kau tahu asal muasal badai itu?" lanjutnya bertanya.

Ares menggeleng dengan cepat, "Saya hanya berdiam beberapa hari ini di rumah dan tidak begitu mengetahui masalah apa yang terjadi di dalam hutan." tuturnya berbohong.

Dior terdiam, "Apa kau yakin?"

Ares yang merasa kesal sekaligus terpojok hanya bisa diam, namun perlahan kabut dan awan mulai kembali menutupi langit. Dior mengalihkan tatapannya ke arah atas, menatap deru petir dan kilat yang mulai menyambar.

"Baiklah, aku pamit sekarang." ujarnya.

Ares tampak terdiam, ia lalu berjalan perlahan mendekati pintu dan menatap ke arah langit. Ia cukup terkejut dengan kuatnya badai yang datang akibat perasaan marah dan kesal yang ia rasakan.

"Wow." ujarnya sedikit takjub.

Disisi lain, Dior memberi aba-aba agar ia beserta rombongannya segera kembali ke istana, dan meminta mereka untuk tidak terbang terlalu tinggi.

"Hati-hati, sayap kalian bisa hangus terbakar jika terkena sambaran petir." pungkasnya. "Badai hari ini cukup besar dari sebelumnya." tuturnya lagi.

Disisi lain, Lexa mulai mencemaskan hal yang terjadi dengan hutan peri belakangan ini. Bahkan ia tidak berani membuka jendela kamarnya. Hujan disertai angin yang berhembus dapat memporak-porandakan isi kamar jika ia memaksa untuk membuka jendela.

"Ibu, apa semuanya akan baik-baik saja?" tuturnya dengan nada cemas.

"Entahlah sayang" timpal Jollie, "Ini adalah hal baru bagi hutan peri." ujarnya lagi.

Lexa merenung seketika, ia berpikir asal muasal badai petir terjadi. Ingatannya membanjiri pikiran Lexa, "Badai ini seketika saja muncul setelah ia baru saja menyelesaikan pertemuannya dengan Ares." pikirnya.

Peri cantik itu mulai berasumsi dengan firasat dan dugaan yang ada, "Apa jangan-jangan badai ini berasal dari Ares?" tuturnya lagi membatin.

"Ada apa?" tanya Jollie yang segera dijawab Lexa dengan gelengan kepala.

"Tidak ada apa-apa, bu." timpal Lexa.

POSSIBLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang