"Lexa, anak ibu dan ayah | Lexa, ijikan aku bersamamu | Kau akan menjadi pendampingku | Pulanglah Lexa, ibu merindukanmu | Lexa, Kau dimana? Aku harus bertemu denganmu | Kau tidak akan bertemu lagi dengan pangeran | Seandainya puteriku ada, kami akan melakukan saimbara seperti yang mereka lakukan | Kau mau menjadi temanku, Lady?| Aku akan membawanya ke istana bersamaku | Aku harus menemukanmu, Lexa, apapun yang terjadi."
Suara-suara itu terdengar secara bergantian di telinga sang peri. Dalam mata yang terpejam, ia dapat melihat siluet gambaran serta ekspresi orang-orang yang ia kenal ketika mereka membicarakan sesuatu tentangnya.
Lexa seketika membuka mata dan mendapati langit-langit yang tampak berbeda dari ruangan miliknya di istana Antha.
"Kau sudah bangun?" tutur seseorang yang suaranya terdengar familiar di telinga gadis peri itu.
Lexa menoleh, menemukan Jillf yang tengah menatapnya dengan senyuman.
"Jillf? Sedang apa kau disini? Ini dimana?" timpalnya.
"Kau sedang berada gubuk milikku." sahut Jillf sembari berjalan ke arah lain dan mengambilkan segelas air untuk Lexa.
"Ini, minumlah. Kau pasti haus setelah tertidur tiga hari lamanya."
"Ti-tiga hari?" ujar gadis peri itu terdengar gugup, seraya bangkit dari tidurnya dan meraih gelas yang diberikan hewolf itu padanya.
Jill tertawa, menampilkan deretan gigi indahnya yang tersusun rapih, "Tenanglah, aku tidak berbuat hal yang aneh padamu. Kau hanya tertidur dikarenakan sihir."
"Sihir? Apa yang terjadi padaku?" tanya Lexa.
"Pangeran vampir merapalkan sihir dan membuatmu tertidur nyenyak. Ia berusaha membawamu ke istananya dan berencana melimpahkan segala kesalahan pada pangeran peri. Jadi aku memutuskan untuk membawamu kemari karena istana werewolf tidak aman untukmu, Lexa."
Gadis peri itu tampak menatap Jill dengan seksama, menelaah setiap perkataan yang diucapkannya.
"Aku tahu kau takkan semudah itu percaya jika ku katakan aku hanya ingin menolongmu--Kau benar! Aku memang punya maksud lain, tapi aku tulus ingin berteman denganmu. Untuk tujuan yang ku maksud, akan ku cerita perlahan." timpal pria itu kembali dengan senyumnya yang merekah di wajah tampannya.
"Baiklah, Jillf, aku percaya padamu." ujar Lexa lembut.
Jillf tertawa, "Kau sangat mudah mempercayaiku, apa itu sifatmu? Atau karena kau memerasakan sesuatu dariku yang akhirnya membuatmu percaya?"
"Anggap saja jika kedua hal itu adalah landasan untuk aku mempercayaimu."
Jillf tampak terdiam sesaat, "Kau betul-betul tahu cara untuk menjerat seseorang dalam pesonamu, selain karena kau cantik, tentu saja." Lexa tertawa disusul Jillf yang ikut menertawakan perkataannya.
"Jadi, kau tinggal disini, Jillf?" Pria itu hanya mengangguk acuh. "Sudah berapa lama?" sambungnya.
"Entahlah, aku tidak pernah menghitungnya. Bukan berarti sangat lama, aku hanya malas untuk menghitung hari. Dulu, saat masa pengasingan, aku menjelajahi dunia Immortal sampai ke dunia bawah tanah dan tidak pernah sekalipun aku menghitung perjalanan hari yang ku lalui." jelas pria itu.
Lexa tampak terkejut mendengarnya, "Kau? Dunia bawah? Bagaimana bisa?"
"Ya, aku tahu, terdengar mustahil, tapi itulah kenyataannya." timpalnya.
"Kau baik-baik saja?" tanya Lexa setelah merasakan perasaan Jillf yang berubah.
Pria itu tampak terkesima sesaat, "Tentu. Semua yang kulewati menjadikanku kuat." ujarnya lagi sembari tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
POSSIBLE
Fantasia"A-apa yang kau lakukan pada tubuhku?" Ucap sang warrior. "Tenanglah, aku hanya membuatmu mati rasa untuk sementara waktu." tuturnya, datar. "Dia mengundangku?" batinnya. Senyum sinis itu berubah jadi tawa yang menggelegar. "A-alpha berkata akan me...