Jillf berada di depan sebuah rumah yang terletak di persimpangan jalan. Rumah semi permanen dengan halaman yang luas dan dibatasi dengan pagar kayu serta tanaman merambat di sekelilingnya. Ia menatap rumah itu cukup lama, namun tidak menemukan satu sosok pun yang keluar, hingga Jillf berniat untuk pergi. Ketika hendak melangkahkan kakinya, Jillf terkejut mendapati seorang wanita paruh baya menatapnya dengan ekspresi pilu. Wanita itu hampir saja menitikan air mata, maniknya berkaca-kaca dengan tatapan yang sulit diartikan oleh pria itu.
"I-ibu.." lirih pria bersurai hitam tersebut.
Wanita tua itu kini tidak dapat lagi menahan air matanya yang bertumpuk. Dadanya terasa sesak saat Jillf berujar memanggilnya ibu. Ia berjalan mendapati sang hewolf dan memberinya pukul yang membuat Jillf meronta kesakitan.
"KAU!! Masih berani menampakkan dirimu dan memanggilku 'ibu'? Dasar anak nakal, kenapa kau baru muncul saat aku sudah hampir meninggal dunia. Kau benar-benar..." dengan kekuatan seadanya, ia memberi pukulan pada werewolf itu di area lengan dan punggung, membuat Jillf merintih kesakitan, meski pukulan itu tidak seberapa untuknya.
"Aw, ibu, sakit! Maafkan aku, bu." elak Jillf sembari berusaha menenangkan sang ibu.
Wanita yang keseluruhan rambutnya hampir dipenuhi dengan uban tersebut, mulai dengan tenang menatap Jillf, sambil sesekali mengelus lembut pipi pria di hadapannya.
"Demi Dewi Bulan, aku sudah sangat lama menunggu kepulanganmu, nak." tuturnya sembari berlinang air mata.
Jillf memeluk tubuh krengki wanita itu, "Kau semakin tua, bu, baumu tidak sama lagi seperti dulu." ujarnya sembari tertawa.
"Kau masih saja bisa menghinaku, dasar anak nakal. Ayo masuk, ibu akan memasakanmu makanan yang enak." Jillf mengangguk dengan senang.
Mata sang werewolf menelusur ke semua arah memperhatikan setiap ornamen dalam rumah tersebut, "Tidak ada sedikitpun yang berubah dari rumah ini." timpalnya.
"Apa yang kau harapkan untuk diubah? Rumah ini menyimpan banyak kenangan dan aku tidak ingin kehilangan memori itu sedikitpun." ucap wanita tua itu sembari tersenyum.
Jillf turut tersenyum menimpali perkataan ibunya, "Kau tinggal dimana sekarang? Ku dengar sang Alpha memintamu kembali ke istana. Kau tidak ingin tinggal bersamaku, nak?" Sambungnya.
"Maaf, bu, aku tidak bisa tinggal bersamamu, aku punya rumah dil embah Orison, aku akan mengajakmu kapan-kapan kesana." timpal pria itu sembari tersenyum, "Aku juga akan sesering mungkin mengunjungi ibu."
Wanita yang disapa Jillf dengan ibu itu terdengar membuang nafasnya dengan kasar, "Kini semua anakku meninggalkanku. Aku akan benar-benar menghadapi kehidupan yang menyedihkan." ucapnya berujar dengan wajah yang ditekuk membuat Jillf tertawa lemah memandanginya.
"Ibu.. ibu benar-benar tidak berubah, masih saja kekanak-kanakan seperti dulu."
"Wah, demi Dewi Bulan, kenapa aku memiliki anak durhaka sepertimu. Kau berani sekali mengatai ibumu yang tua ini." timpalnya berdecak kesal.
Jillf mendekat dan memeluk ibunya, "Tapi kau tetap ibuku yang tercantik di alam semesta."
"Kau membujukku sekarang?"
Pria itu menggeleng, "Tidak, itu fakta yang harus dunia ketahui. Aku memiliki ibu yang sangat cantik."
Wanita itu tersenyum, "Kau baik-baik saja sekarang, nak?"
Jillf mengangguk pasti, "Semuanya sudah lama berlalu, bu."
"Ya, kau benar. Ibu tahu semua yang terjadi bukan kesalahanmu. Bahkan kepergiannya juga bukan keselahanmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
POSSIBLE
Fantasy"A-apa yang kau lakukan pada tubuhku?" Ucap sang warrior. "Tenanglah, aku hanya membuatmu mati rasa untuk sementara waktu." tuturnya, datar. "Dia mengundangku?" batinnya. Senyum sinis itu berubah jadi tawa yang menggelegar. "A-alpha berkata akan me...