Setelah menemui Antha, Jillf memutuskan untuk berjalan-jalan sejenak sembari menunggu hasil keputusan dari permintaannya.
"Tempat ini berubah drastis." ujarnya dalam hati.
Perlahan Jillf terdiam mengamati semua sudut sisi wilayah werewolf dari atas jendela balkon istana. Dari atas, matanya memperhatikan semua hal, sepenggal memori-memori dulu kala bermunculan, mengingatkannya akan kejadian-kejadian yang lama.
"Dia- apakah dia juga berubah?" batinnya, setelah memperhatikan satu sosok yang sudah sedari lama coba untuk dia lupakan.
Mata Jillf tidak sedetik pun terlepas dari sosok itu. Sorot matanya memperhatikan setiap pergerakan, sebelum akhirnya ia kembali membuang pandangan kala yang diperhatikan turut melirik ke arah dimana Jillf berdiri.
Tidak tahan dengan tatapan yang dilontarkan padannya, Jillf perlahan menghindar dengan menjauhkan diri dari balkon. Senyuman sinis kembali menghiasi paras tampan pria itu, "Setidaknya ingat aku dengan tatapanmu." ungkapnya membatin.
***
Perlahan mata Lexa terbuka, ia tersadar dengan memperhatikan setiap sudut ruangan dimana dirinya berbaring.
"Kau sudah bangun?" tutur Antha yang berdiri kaku menatap kearahnya.
"Darah!" ucapnya pelan.
Antha hanya terdiam mengamati peri cantik itu. Lexa turun dari tempat tidurnya dan berjalan kearah pria yang terus saja menatapnya tanpa jeda. Gadis itu meraih tangan sang alpha yang terluka, menggenggamnya, dan seketika luka di telapak tangan Antha menutup seutuhnya.
Pria itu cukup terkejut, namun perlahan dengan lembut ia mengusap wajah Lexa. Mata gadis peri itu terlihat berbeda, "Sangat indah." tutur Antha lembut.
Pemimpin werewolf itu mengamati wajah Lexa dengan seksama dan teringat akan perkataan Jillf beberapa waktu lalu, "Gadis peri itu akan bangun dengan versi yang berbeda dari sebelumnya." Dan inilah yang terjadi, Lexa tanpak seperti pribadi yang berbeda.
"Apapun bentuknya, aku akan tetap mencintaimu." ujarnya sebelum menarik Lexa kedalam pelukannya.
Kini Antha bisa bernapas lega, setelah gadis peri itu siuman, bebannya terasa lepas seketika. Ia memeluk Lexa dalam waktu yang cukup lama, tidak ada penolakan atau bahkan timpalan kata-kata dari sang peri, Lexa hanya sesekali menunjukan senyumnya sebagai balasan.
"Kau terlihat semakin cantik dengan warna mata itu." ungkap Antha.
Lexa terdiam cukup lama sebelum menimpali perkataan Antha, "Apakah warna bola mataku berubah?" tanyanya.
"Hm! Sangat indah." jawab pria itu.
"Bau alkohol ditubuhmu sangat menyengat, Ant. Pergilah mandi." pintah Lexa.
Suara tawa Antha terdengar renyah di telinga sang peri, "Kau ingin mandi bersamaku?" godanya.
Wajah Lexa memerah, "Lagi-lagi kau menggodaku." timpalnya sinis.
"Maafkan aku." tutur Antha tersenyum lebar, "Aku akan menemuimu lagi setelah mandi. Kita akan makan malam bersama." Lexa hanya mengangguk mengiyakan.
Setelah Antha melangkah keluar meninggalkan ruangan Lexa, gadis peri itu kembali termenung menatap keluar jendela kamar miliknya, dengan tarikan napas yang dalam, ia perlahan mencoba untuk meraba kembali kepingan kejadian yang terlintas mengenai Dior.
"Apakah semakin jelas?" suara seorang pria terdengar dari balik tirai membuat Lexa sontak terkejut.
"Ah, maaf, apa aku mengagetkanmu, Lady?"
KAMU SEDANG MEMBACA
POSSIBLE
Fantasy"A-apa yang kau lakukan pada tubuhku?" Ucap sang warrior. "Tenanglah, aku hanya membuatmu mati rasa untuk sementara waktu." tuturnya, datar. "Dia mengundangku?" batinnya. Senyum sinis itu berubah jadi tawa yang menggelegar. "A-alpha berkata akan me...