78 - Kematian dan Pembalasan

420 30 13
                                    

Kondisi Dior dan Derri semakin melemah, mereka hampir kehabisan tenaga untuk melawan.

"Menyeralah pangeran. Aku akan bermurah hati dan memudahkan jalanmu menemui Hades tanpa rasa sakit." ucap Herra diiringi dengan gelak tawanya yang terdengar menggelegar.

Dior menatap penyihir itu dengan sengit, "Cih! Aku tidak selemah yang kau pikirkan." sergahnya.

Derri hanya bisa terdiam, menghemat tenaga yang tersisa.

"Perkataan dan perangaimu sangat berbeda-" sindir Herra, "-keangkuhanmu sungguh membuatku muak pangeran. Tunggu dan lihatlah, bagaimana kerajaan dan wilayahmu akan hancur dalam sekejap." ucapnya kembali dengan lantang.

"DHUM~"

"DHUM~"

Terdengar suara dentuman sangat nyaring disertai getaran yang mengguncang dinding istana, menyita perhatian mereka kala itu.

"DERK!" ucap Dior, membatin.

Pangeran peri menyadari, pergerakan para raksasa, terutama Derk. Hanya sosok itu yang mampu memberi gelombang pukulan yang begitu kuat melebihi kawanannya.

"APA YANG SUDAH KAU LAKUKAN?!" sergah sang pangeran, kalut.

Herra tersenyum sinis, tumbuhan yang tadinya memenuhi tembok istana perlahan menghilang. Dengan satu jentikan, istana peri rubuh seketika, menyisahkan bagian kecil untuk Dior dan Derri berpijak. Di langit terlihat gumpalan awan tebal dengan sambaran kilat yang menyala-nyala. Wanita penyihir tersebut menatap Dior dengan pandangan meremehkan, kini kakinya tidak lagi menyentuh tanah. Ia melayang, dengan posisi tubuh yang terangkat lebih tinggi dari para peri.

"Lihatlah, aku sangat bermurah hati, membiarkanmu melihat kehancuran para peri disisa-sisa waktu terakhirmu, bukan?" tuturnya menatap Dior dengan ekspresi meremehkan.

"Sial!!" sergah sang peri dengan perasaan bercampur.

Herra mengacungkan jari telunjuk ke arah Dior dan Derri. Seketika tubuh mereka terasa kaku. Wanita penyihir itu terbang mendekat ke arah sang pangeran, dengan senyum sinis ia menatap Dior dengan tajam. Mata pangeran peri berubah hitam, meski masih menggenggam sedikit kesadarannya, Dior merasa jiwanya seakan tertarik keluar.

"K-kau! Arrgh, a-apa y-yang kau l-lakukan." ucapannya tercekat.

"P-PANGERAN!!" teriak Derri ketika menyaksikan kulit Dior perlahan memucat dan mengering.

"Jiwamu akan menjadi milikku sekarang." tutur Herra.

Situasi semakin tidak terkendali. Untung saja rombongan Lexa tiba tepat waktu. Gadis peri itu mengarahkan tangannya ke depan dan seketika cahaya biru melesat keluar menghantam tubuh Herra dengan kuat, membuat wanita penyihir itu terpental cukup jauh. Hal itu secara otomatis mematahkab belenggu sihir yang mengunci tubuh Dior dan Derri.

Jillf dan Grave bergegas memapah tubuh kedua pria peri tersebut dan membawa mereka menjauh. Leeina mengambil inisiatif untuk membantu menyembuhkan luka luar pada tubuh Dior dan Derri sembari mengembalikan stamina mereka.

Lexa menatap Herra dengan intens, "Tidakkah tindakanmu ini berlebihan?" sergahnya dengan lantang.

Herra tertawa, "Kau pikir tindakanku berlebihan? Lalu bagaimana dengan mereka yang telah membunuh adikku, Ares?" tuturnya.

Lexa tesentak, "Ares? Membunuh Ares, katamu?!"

Wanita penyihir itu kembali menunjukan gelagat sinisnya, "Jangan pasang wajah seolah-olah kau peduli padanya. Aku akan menghancurkan bangsa kalian untuk membalaskan kematian adikku."

Lexa terdiam, cahaya biru kini memenuhi tubuhnya. "Aku turut perihatin atas kepergian Ares. Namun, keinginanmu tidak akan terjadi." tuturnya dengan tegas.

POSSIBLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang