Getaran hebat terus saja dirasakan di sekitaran hutan peri. Raja bahkan mendapat laporan tentang kejadian yang baru saja terjadi di wilayahnya. Dengan sigap pemimpin bangsa peri itu mengutus tangan kanannya, Derri, untuk mengecek sekaligus memantau keadaan di wilayah tersebut.
Derri memboyong begitu banyak pasukan. Dirinya menebak jika saat ini, hutan peri dalam keadaan kacau balau. Sembari menuju ke sumber getaran, Derri dengan segera memerintahkan beberapa pengawal untuk membantu para peri yang terjebak dalam kesulitan.
Disisi lain, Owen, Grave dan Leeina ikut merasakan getaran meski dalam skala kecil ketika mereka sudah meninggalkan perbatasan hutan. Grave memberi usul untuk kembali, namun, hal itu dengan segera dicegat oleh Leeina. Owen pun turut menyetujui dan menyarankan untuk mereka meneruskan perjalan.
"Kurasa, tidak baik jika terlalu ikut campur. Bisa jadi, kemunculan kita akan kembali membuat posisi Jillf terhimpit." tutur Leeina.
Owen mengangguk setuju, "Leeina benar Grave, mari lanjutkan perjalanan. Aku akan mencari tahu keadaan Jillf sesampainya di wilayah werewolf." ucap Owen.
***
Lexa berlari ke arah perbatasan, meski sedikit kesulitan menjaga keseimbangan akibat getaran yang terus-menerus ia rasakan, tidak menghalangi keinginan peri itu untuk mencari tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi.
Disamping itu, Herra terlihat semakin kesal. Kesabarannya kini diambang batas. Jillf pun mulai kewalahan untuk mengnghalau serangan makhluk-makhluk raksasa yang dikenal sebagai penjaga hutan peri tersebut. Para raksasa seakan tidak ada matinya, mereka secara terus-menerus menyerang dan tumbuh berkali-kali lipat dari jumlah sebelumnya. Tubuh mereka beregenerasi dengan sangat cepat dengan ukuran dua kali lipat lebih besar. Hentakan kaki mereka turut menimbulkan getaran begitu juga dengan pukulan yang mampu membuat siapa saja terhempas kuat beribu-ribu meter jauhnya jika terkena serangan.
Jillf hampir kehabisan tenaga untuk menghindar sembari membantu menghalau serangan yang ditujukan kepada sang penyihir. Hingga satu ketika, tanpa ia sadari pukulan salah satu raksasa itu mengenai tubuhnya dan membuat Jillf terhempas begitu kuat ke tanah berbarengan dengan Lexa yang tiba dan menyaksikan kejadian tersebut.
Serangan kedua hampir saja dilayangkan oleh makhluk tersebut. Dengan segera Lexa berlari berniat melindungi Jillf, tetapi, Herra sampai terlebih dahulu dengan cahaya merah membentuk selubung melindungi tubuhnya beserta sang hewolf. Lexa terdiam di tempat, dengan perasaan khawatir ia menatap sekeliling dan mendapati perhatian para raksasa tertuju ke arah cahaya merah tersebut. Mereka bahkan mencoba mengepung dan memberikan pukulan secara bergantian. Lexa kembali menatap ke segala arah dan terdiam ketika tatapannya bersinggungan dengan Dior, sang pangeran.
Lexa terdiam, ia tak habis pikir dengan apa yang baru saja Dior lakukan. Selubung merah itu perlahan meredup, Lexa bahkan bisa merasakan perisai sihir yang Herra buat semakin melemah. Herra berusaha bertahan, sembari merangkul Jillf yang kehilangan kesadaran akibat hantaman kuat yang ia terima. Tanah dimana tubuh Jillf terjatuh membentuk garis-garis retakan dan lubang yang dalam, hal itu membuktikan seberapa kuat tubuhnya terhempas.
"ARRKK!!"
Suara teriakan Herra terdengar, menyadarkan Lexa dari diamnya. Dengan segera peri itu mengarahkan tangan ke depan, cahaya biru keluar dan melesat dengan cepat, menyapu bersih para raksasa yang sekejap hilang dalam silauan cahaya yang Lexa keluarkan. Dior bahkan tak tahan menatap pantulan cahaya yang keluar dari telapak tangan peri cantik itu. Cahaya biru itu bersinar terang menyebar ke segala arah dan berganti menjadi butiran putih yang perlahan melenyap di udara. Tanah yang tadinya retak kembali menyatu dan tertutup rapat. Pepohonan kecil kembali tumbuh di tempat mereka semula. Bahkan suasana di sekitaran perbatasan kembali hidup dan terlihat lebih baik dari pada sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
POSSIBLE
Fantasy"A-apa yang kau lakukan pada tubuhku?" Ucap sang warrior. "Tenanglah, aku hanya membuatmu mati rasa untuk sementara waktu." tuturnya, datar. "Dia mengundangku?" batinnya. Senyum sinis itu berubah jadi tawa yang menggelegar. "A-alpha berkata akan me...