11 - Negosiasi (1)

319 41 0
                                    

Sudah seminggu berlalu, kekesalan Ares melunjak dikala Lexa sama sekali tidak memberinya kepastian, "Dasar peri naif!" pungkasnya ketus.

"Dia benar-benar membuatku kesal, apakah dia berusaha jual mahal? Ataukah dia tidak ingin hidup normal? Padahal aku bisa memberikan apa yang dia mau." ocehnya sekali lagi.

Suara ketukan pintu terdengar, mengalihkan perhatian gadis penyihir itu.

"Ares apa kau di dalam?" suara yang tidak asing terdengar dibalik pintu rumahnya, membuat Ares tersenyum sinis.

"Akhirnya kau datang juga." ucapnya membatin dengan antusias, "Lexa, kau, kah, itu?" ujar Ares dari dalam rumah.

"Ya, ini aku..."

Gadis penyihir itu menjentikkan jarinya, mengubah isi rumah miliknya yang kembali terlihat layaknya rumah para peri, "Masuklah Lexa." tutur senang.

Seketika pintu rumah Ares terbuka dengan sendirinya. Lexa terkejut kala melihat posisi gadis penyihir itu yang berdiri cukup jauh dari pintu masuk. "Apakah rumahmu punya tombol otomatis?" ucap Lexa, heran.

"Sepertinya begitu, hehe" jawab sang penyihir menampilkan deretan giginya.

Lexa tersenyum, ia berjalan masuk dan mendekat ke arah Ares, "Jadi- Apa kau sudah memikirkan keinginanmu?" timpal Ares sembari mengamati wajah cantik sang peri.

"Sudah.." jawab Lexa.

"Uh, hem.. biar ku tebak, jika kau menemuiku, artinya kau mau aku membantumu, bukan?!" ucapnya kegirangan.

Lexa hanya mengangguk pelan sembari mengiyakan pernyataan yang Ares ucapkan. Penyihir itu berjalan dengan antusias mengambilkan sebotol rumuan kecil dan memberikannya pada Lexa, "ini, ambillah.."

Lexa terpaku dengan cairan botol yang mengeluarkan kilauan cahaya layaknya serbuk kristal peri.

"Minum saat bulan purnama pertama kali muncul dalam musim ini." ujar Ares tanpa embel-embel.

"Itu berarti, tiga hari lagi?" tanya Lexa.

Ares mengangguk dengan cepat, "Seketika itu juga sayap cantikmu akan tumbuh." jelasnya antusias.

Lexa tersenyum sembari menatap botol ramuan itu dengan intens, "Tapi..." ucap gadis penyihir itu, membuat Lexa mengalihkan pandangan menatapnya.

"Untuk sesuatu yang mahal, ada harga yang harus dibayar."

"Sesuai dengan dugaanku." batin Lexa.

Ares menatapnya bingung, "Kau tidak terkejut?" tanyanya heran

Lexa menggeleng dengan cepat, "Biasanya para makhluk akan terkejut disaat aku meminta bayaran pada mereka." ucapnya, namun Lexa hanya terus menatap dalam. Peri cantik itu menunggu untuk kalimat selanjutnya yang akan Ares katakan.

"Kenapa diam saja?" tanya sang penyihir, tampak kesal.

Sejujurnya Ares termasuk penyihir yang baik, bahkan jika saat ini ia merancangkan kejahatan pada Lexa, keinginan dan sifatnya bertolak belakang, membuat ia terlihat lucu.

Lexa tertawa, "Aku menunggu untuk perkataanmu berikutnya." kini berbalik, Ares yang diam merasa bingung dengan ucapan sang peri.

"Sudahlah, aku saja yang bertanya.." tutur Lexa dengan polos, "Apa yang kau inginkan dariku?" tanyanya.

Ares tersenyum, "WAJAHMU!" jawabnya dengan cepat.

"Lalu jika aku memberikan wajahku, apakah aku boleh menggantinya dengan wajahmu?" ucap Lexa kembali berujar dengan polosnya.

Ares kembali diam dalam kebingungan, raut wajahnya turut mengekspresikan apa yang ia pikirkan.

"Jadi, jika aku memberikanmu wajahku, maka aku tidak akan punya wajah lagi, dan jika kau menggunakan wajahku, maka wajahmu akan menjadi sia-sia. Apa boleh aku saja yang menggunakannya?" lanjut Lexa mencoba menjelaskan dengan logikannya.

Ares masih terdiam, mencerna setiap perkataan dari sang peri, "Akan aneh jika aku tidak memiliki wajah, apa lagi mata untuk melihat dan mulut untuk berbicara, lalu apa gunanya sayap yang akan ku dapatkan nanti, jika melihat arahpun aku tidak bisa." sambungnya lagi, semakin menambah kebingungan Ares.

Diselah diamnya mereka, Ares menjulurkan tangannya ke arah sang peri, ia meminta kembali botol ramuan yang kini ada digenggaman Lexa.

"Kembalikan-" tuturnya datar, "Akan ku berikan jika aku sudah memikirkan apa yang layak untuk ku tukar denganmu." sanggahnya, "Kembalilah dua hari lagi."

Lexa memberikan ramuan itu pada Ares dan kembali terdiam. Entah kesepakatan apa yang akan mereka bicarakan dipertemuan berikutnya, yang jelas untuk saat ini, Lexa sukses membuat Ares berpikir dengan keras.

"Wajahnya tidak bisa dimiliki dengan mudah, kalau begitu harus ku tukar dengan apa?" tutur Ares dalam hati.

POSSIBLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang