64.

260 56 7
                                    

Lima tahun kemudian

Seorang gadis bercadar dengan pakain gamis biru dongker terlihat turun dari sebuah taksi.

Senyum gadis berusia 22 tahun itu semakin mengambang tat kala ia turun dari taksi yang telah mengantarkannya ke tempat tujuan.

Ia pandangi rumah di depannya. Tak terasa air mata gadis itu menetes begitu saja.

Rumah yang sudah ia tinggalkan selama lima tahun ini masih berdiri kokoh dengan interior bangunan yang sama saat ia meninggalkan rumah ini.

Bismillah

Ia melangkahkan kakinya dengan pelan menuju gerbang rumah itu. Ia membuka gerbang yang tidak di gembok.

Pandangan gadis itu mengitari kesekelilingnya, tak terlalu banyak perubahan, hanya bunga-bunga tampak tumbuh dengan baik di taman kecil rumah itu. Tanaman itu terlihat lebih banyak dari yang ia ingat dulu.

Ia sekarang telah sampai di depan pintu rumah. Ia kemudian memencet bel.

Degup jantung itu semakin cepat tat kala ia mendengar suara balasan dari dalam.

"Iya sebentar," ucap suara bariton itu dari dalam. Ia tersenyum mendengar suara yang sudah sangat ia rindui. Tak terasa air mata gadis itu kembali luruh.

"Assalamu'alaikum," ucap gadis itu tat kala pintu di buka, menampilkan seorang pria paruh baya berusia sekitar 52 tahun an.

Matanya menyipit menandakan ia tersenyum dari balik cadar berwarna hitamnya.

"Wa'alaikumussalam, maaf cari siapa?" tanya pria tersebut.

Tiba-tiba gadis itu menerjang tubuh pria paruh baya itu. Memeluknya dengan erat. Pria itu memberontak, dengan bahu yang mengeras, namun detik berikutnya bahunya mengendur tat kala mendengar isakan gadis yang memeluknya. Ia sangat tahu betul suara itu. Suara yang lama ia rindukan.

"A-bi, Qilla kangen abi." Ya. Gadis tersebut tak lain adalah Khasna. Gadis yang lima tahun lalu pergi dari rumah untuk melanjutkan pendidikannya. Setahun di pondok, empat tahun di Mesir.

Abi mengusap air matanya kasar, kemudian membalas pelukan hangat sang putri kandung.

Ia cium pucuk kepala anaknya berulang kali. Melepas bentuk rindunya.

"Abi apa kabar?" Khasna melepaskan pelukannya.

"Alhamdulillah Abi baik, bagaimana dengan mu sayang?"

"Alhamdulillah Khasna juga baik. Yang lain di mana Bi?"

"Mereka semua ada di ruang keluarga. Ayok masuk sayang." Khasna mengangguk. Abi merangkul dirinya memasuki rumah yang sudah lama tak ia pijaki.

Khasna memperhatikan sekelilingnya. Rumah ini masih sama saat terakhir kali ia meninggalkan rumah ini.

"Maaf ya Abi dan yang lain waktu itu gak bisa datang ke acara wisuda mu."

"Tidak apa-apa Abi. Khasna mengerti."

Mereka pun sampai di ruang tamu. Umma segera berdiri, ia memeluk Khasna sangat erat.

Cinta Sebening SyahadatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang