Bagian 2

95 18 7
                                    

Bruk

Gua membuka mata perlahan. Bunyi suara tersebut membuat gua terbangun di tengah-tengah malam begini.

"Hoahh."

Gua beranjak duduk dan menghidupkan lampu kamar.

"Rey?"

Gua langsung mendekat ke sofa dan meja yang biasa dipakai Rey untuk bekerja dan merapikan semua berkas yang berjatuhan di lantai.

"Lo pekerja keras banget, ya."

Gua meletakkan semua berkas ke atas meja dan mencoba membangunkan Rey yang masih tidur dengan kedua tangan sebagai bantalan di atas meja.

"R-rey... bangun."

Perlahan gua memegangi bahunya dan menepuknya pelan. "Rey."

"Pergi lo sana."

Sontak gua menjauhkan tangan gua dari bahu Rey.

Ucapan Rey selalu tajam dan menusuk hati.

Namun, gua tetap tidak akan menyerah untuk berbuat baik.

"Nih pakai bantal, tangan lo bisa sakit."

Rey tidak menjawab.

Gua meletakkan bantal mini ke atas meja dan kembali tidur di ranjang.

Paginya

Gua mendengar suara gaduh dari dalam kamar mandi.

Alhasil, gua terusik dan segera turun ke bawah.

"Non sudah mandi?"

Gua menghirup bau badan gua, "Belum, mpok."

"Kalau begitu non mandi dulu sebelum aden ke bawah dan marah-marah ke non."

Gua mengangguk dan menuruti perkataan mpok Sari.

Pas gua hendak membuka pintu kamar, pintu terlebih dahulu dibuka dari dalam.

Rey menatap gua dengan tatapan dingin dan berlalu begitu saja.

Lagi dan lagi, suasana pagi hari gua dihadiahi dengan kedinginan sikapnya Rey.

~~~

"Enak, nak?"

"Iya pa, papa juga mau?"

Pria itu menggeleng,"Papa ga suka, kamu aja yang habisin."

Gadis kecil itu melahap ice creamnya dengan senang. "Ini enak banget loh pa."

Pria tersebut mengacak-acak rambut sang anak dengan gemas. "Setelah ini kita mau kemana?"

Tatapan gua sedari tadi tidak terlepas dari keluarga kecil tersebut.

Gua mengembangkan senyum kecil mendengar obrolan singkat mereka.

"Nay."

Kedatangan Suci membuat gua berhenti menatap pria dan gadis kecil tadi.

"Nunggu lama, ya?"

Gua menggeleng, "Udah selesai rapat lo?"

Suci langsung duduk di kursi hadapan gua. "Ya begitulah kalau kerja di kantoran, apalagi gua inti utamanya."

"Agak sombong ya bu."

Suci terkekeh, "Bercanda, jadi sekretaris harus siap siaga. Tadi aja rapat dadakan, mana dia suka merintah-merintah lagi."

"Bukannya udah tugas lo ya laksanakan perintah dari atasan?"

"Lebih ke babu aja sih, gua ga suka."

Gua tersenyum, "Ya udah, tenangin dulu hati lo di sini. Pesan makanan, nanti lo bayar sendiri."

"Dih, gua kirain lo mau bayarin."

"Jangan ngarep."

Suci mengacungkan tangan, "Permisi."

Pelayan datang dan memberikan menu makanan ke meja kami.

"Lo udah mesan, Nay?"

Gua mengangguk, "Nih, udah."

"Kebiasaan, kalau ke caffe cuma numpang minum."

Gua terkekeh, "Namanya juga Naya, kalau Suci ya berarti orangnya doyan makan dong."

Suci menatap malas ke arah gua, "Jangan cepu dong bestie."

"Buruan pesan, gua mau ke salon."

"Nanti gua ikut ya. Eum, saya pesan ayam geprek tanpa nasi satu, spaghetti, roti bakar, dan minumannya samain aja sama tante-tante yang ada di depan saya ini ya kak."

"Oke siap, ditunggu ya mba."

Gua melotot ke arah Suci, "Barusan lo bilang gua apa?"

"Tante Naya, bukan?"

Salon

"NAYAAAA!!!!!"

Gua tertawa terbahak-bahak.

Yeay, satu sama kita.

"Plis, lo bilang apa ke tukang salonnya ha?!"

Gua berjalan menuju tepi jalan dan memberhentikan taxi yang lewat.

"Nanti gua ceritain di perjalanan."

Gua bergegas memasuki taxi disusul Suci dengan wajah kesal.

"Excuse me. Do you know Limbat?"

"Limbat magician?"

"Yes."

"Of course, he is very famous in Indonesia."

"Okay. Please give a hair appearance like limbat to my friend, because he's a fan of heavy limbat."

"Okay, please wait a minute."

Suci melongo mendengar penjelasan dari gua.

"Lo ngerjain gua ya?"

"Faktanya memang gitu kali, gausah kaget."

Suci semakin kesal sehingga minta diberhentikan di pinggir jalan. "Pak, stop di sini aja."

"Gua benci Limbat, Naya. Ini pencemaran nama baik, tau!"

Gua tergelak, "Hubungannya apa tante?"

Suci langsung memanyunkan bibirnya, "Balas dendam lo parah banget ya, lusa kita jumpa lagi. Besok gua mau merenung untuk memaafkan sikap lo ini dulu."

Suci keluar dari taxi dengan ekspresi marah. "Satu hal lagi, gua ga akan ke salon atau tempat berbau bule lagi. Bisa-bisa ntar orang usil kayak lo ini ngerjain gua terus-terusan, bye!"

Orang-orang sekitar menatap ke arah Suci dengan tatapan mencemooh, menahan tawa, dan bisik-bisik ga jelas.

Gua yang di dalam mobil tertawa puas sambil melambaikan tangan ke Suci.

"See you tante."

"Ga usah bahasa Inggris, gua trauma woi!"

Taxi melaju dari hadapan Suci dan gua memberikan kiss ke arahnya.

Puas banget lihat wajah kesal Suci, bikin mood gua hari ini membaik.

• • •

GIRASSOLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang