Bagian 15

35 15 0
                                    

Rey membawa dua koper dan menyerahkannya ke mpok Sari.

"Letak ke gudang ya mpok."

"Dua-duanya, den?"

"Koper warna biru aja, yang hitam itu punya saya."

"Baik den. Hari ini mpok mau izin ambil cuti den."

"Kenapa mpok?"

"Anak mpok di kampung lagi sakit, den. Sekalian mpok ambil cuti lebih lama kali ini den. Minggu depan mpok balik."

"Boleh mpok."

"Makasih ya den, mpok siap-siap dulu."

Rey langsung naik ke lantai atas dan bersiap-siap untuk sarapan.

Gua turun ke lantai bawah dan menghampiri Rey yang lagi makan.

"Gua izin ke luar ya."

Rey tidak bergeming di tempat.

Tiba-tiba mpok Sari datang, "Mau mpok buatin apa non?"

"Ga usah mpok, saya mau pergi keluar sebentar."

"Hati-hati non."

Gua langsung keluar dan memanggil taxi yang lewat.

"Antar ke rumah sakit Cendana ya pak."

"Baik mba."

Rumah Sakit Cendana

"Ini catatan yang sudah saya buat, kamu bisa pahami dan lakukan."

"Baik dok, terima kasih."

Gua hendak beranjak dari sana, namun dk. Doni membuat langkah gua terhenti.

"Bisa kasih tau obat apa yang selama ini kamu konsumsi?"

Gua kembali duduk dan menjelaskan semua obat yang gua minum selama ini.

~~~

"Bagus, semua sudah terlaksana sesuai yang saya perintahkan."

"Semuanya maaf jika saya ada salah kata atau perbuatan."

Suci menatap semua teman kerjanya dan menunduk sendu.

"Sudah?"

"Semoga bapak mendapatkan sekretaris yang lebih baik dari saya."

Zidan menghela napas, "Sekretaris saya sudah lebih dari cukup menyebalkan."

Setelah mengucapkan hal itu, Zidan masuk ke dalam ruangan kerjanya.

Pria bertubuh kekar mendekati Suci. "Mari saya antar."

"Saya bisa pergi sendiri."

"Ruangan anda ada di sana."

Suci melototkan mata, "Maksudnya?"

Suci mengikuti langkah pria kekar tersebut dan menunduk saat Zidan menatapnya.

"Kamu boleh pergi."

"Baik, pak."

Kini, tinggallah Suci dan Zidan berdua di dalam ruangan.

"Saya kenapa dibawa ke sini, pak?"

"Mulai saat ini, saya akan mengawasi kamu dari jarak dekat. Meja kamu di sebelah sana."

Suci tidak percaya dengan semua ini. Ia mengira akan dipecat setelah bosnya itu mendengar umpatannya kemarin.

Jarak meja mereka begitu dekat, hanya dibatasi oleh ruangan kaca saja.

"Kenapa masih di sini? Gaji kamu belum keluar?"

"Eh, udah pak. Terima kasih pak."

Suci langsung mengemasi semua barang-barang di meja kerja barunya.

Meja dulu lebih jauh dari posisi ruangan bosnya. Namun, sekarang hanya dibatasi oleh kaca saja.

Suci menunduk sebentar ke arah Zidan dan kembali mengemasi barang-barangnya.

~~~

Tok tok

"Masuk."

"Begini pak. Dengar kabar, mulai malam ini hingga tiga hari ke depan akan ada pemadaman listrik. Jadi, kita harus mempersiapkan semuanya. Apa sudah bisa disetujui pak?"

"Pemadaman listrik? Jam berapa?"

"Setengah jam lagi pak."

Rey langsung beranjak dari tempatnya. "Kamu lakukan secepatnya."

"Bapak mau kemana? Ini perlu tandatang..."

"Nanti saya balik lagi."

Rey segera mengeluarkan mobilnya dari parkiran dan menggas dengan kecepatan tinggi.

Rumah

Rey memarkirkan mobilnya di depan gerbang dan berlari masuk ke dalam rumah.

Setelah pintu dibuka kuat, Rey melangkah cepat memasuki kamar.

Brakk

Rey membuka pintu kamar dengan kuat dan bernapas lega.

"R-rey?"

Rey mendekat ke arah gua. "Lo ngapain?"

Gua menunjukkan kertas kecil ke hadapan Rey. "Baca instruksi dari dokter."

"Sekarang lo tidur."

"Tapi gua belum nga..."

"...buruan!!"

Gua menurut dan meletakkan kertas itu di laci meja tata rias.

Rey grasak-grusuk mencari sesuatu dari lemari pakaian.

"Lo cari apa?"

Rey tidak menjawab. Dia langsung keluar dari kamar.

Beberapa menit kemudian, Rey kembali datang dan membawa lilin beserta korek api.

"Itu buat apa Rey?"

"Tidur!"

Gua dengan cepat menutup mata. Rey tidak suka jika ucapannya dibantah, gua menurutinya saja.

"Gua pergi."

Setelah gua rasa Rey tidak ada lagi di dalam kamar, gua membuka mata perlahan.

"Buat apa nyalain lilin?"

Gua beranjak dari atas ranjang dan berdiri di atas balkon.

"Jadi dia pulang cuma buat hidupin lilin? Aneh banget."

Gua kembali masuk ke dalam kamar dan duduk di meja tata rias.

"Bisa kasih tau obat apa yang selama ini kamu konsumsi?"

Seketika ucapan dk. Doni tadi pagi membuat gua teringat akan sesuatu.

Gua langsung mengambil obat-obatan yang selama ini gua minum dan mengecek satu persatu obat tersebut.

Flasback On:

"Setiap makan saya minum obat ini dok. Lalu sebelum tidur juga ada minum obat. Dokter bisa cek jenis obatnya di ponsel saya ini."

Gua menunjukkan foto obat yang sempat gua simpan di galeri ponsel.

"Sekarang saya mengerti kenapa kamu suka merasa pusing tiba-tiba. Terlebih jika kamu mengingat sesuatu."

"Kenapa, dok?"

"Obat yang kamu konsumsi ini bukanlah obat pereda ingatan, melainkan obat biasa yang tidak ada sangkutpautnya dengan penyakit kamu ini."

"Maksudnya, dok?"

"Kamu tidak diberikan resep obat yang benar oleh dokter konsultasi kamu. Apa kemungkinan dia masih magang? Jadi bisa saja dia tidak tahu menahu dengan segala jenis obat-obatan beserta penyakitnya."

Gua menyerjit bingung.

"Jika kamu rutin meminum obat ini, akan membuat ingatan kamu memburuk."

"Memburuk?"

Dk. Doni mengangguk. "Saya sarankan kamu berhenti mengonsumsi obat-obatan ini. Beli obat yang sudah saya catat di sini."

Dk. Doni memberikan kertas berisikan resep obat ke gua.

Flasback Off:

• • •

GIRASSOLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang