Bagian 29

8 1 0
                                    

Gua melamun di depan cermin tata rias.

Apa yang harus gua lakukan setelah mencatat semua teka-teki ini?

Gua terdiam menatap buku kecil yang sudah gua genggam.

Ingatan
Lembar 1 [Kecelakaan 1 tahun lalu]
- Bar
- Suara musik dan dentuman gelas
- Lampu-lampu malam
- Terdorong ke jalanan : Vio (teman Juan)

Lembar 2 [Kematian Nara]
- Bingkai biru
- Teman-teman Rey & Aldo (?)
- Rantai makanan

"Kenapa semua ini berhubungan dengan si Sinta?"

Gua mencoba kembali mengingat-ingat kejadian malam itu.

Ingatan On:

"Gua harus menemui pacar Nara, buat mengetahui keberadaan Nara."

Gua menulusuri setiap tempat yang ada, bahkan gua mengabaikan keadaan yang semakin malam.

"Makanannya enak banget, sayang."

"Iya, lebih enak lagi kalau kamu yang masak langsung buat aku."

Sepasang kekasih itu saling berpegangan tangan.

Gua yang mendengar suara familiar tersebut langsung mengalihkan pandangan ke dalam caffe.

"Aku janji, secepatnya kita akan bersama-sama kembali." - Sinta

"Aku tunggu kabar baiknya."

Gua terperanjat kaget, "It-itu bukannya Sinta?"

"Kenapa sayang?" Pria tersebut bertanya kepada Sinta yang duduk di hadapannya dan ikut menatap ke arah gua.

"Anak tiri aku."

"Kurang ajar!" Pria itu hendak beranjak pergi dari sana, namun terhalang oleh Sinta.

"Ga usah kejar dia, aku yakin dia bakalan tutup mulut."

"Seberapa yakin kamu?"

"Percaya sama aku. Aku pulang dulu, nanti aku kabarin." Sinta keluar dari caffe tersebut dan dengan bersamaan gua berlari cepat memasuki bar yang tidak jauh dari tempat tersebut.

Gua menjelajahi setiap sudut bar hanya untuk mencari keberadaan Nara.

"Benar ga sih tempatnya? Tapi sesuai lokasi yang sering gua lacak, Nara suka berada di sini."

"Nih lanjut minum, kita party malam ini...!!!"

"Kamu ga ketemuan sama dia, beb?"

"Aku malas lihat dia. Dia berubah setelah tamat."

"Tapi kalian kok bisa samaan baliknya ke sini."

"Naya di kota ini juga?" Gumam laki-laki itu yang melambatkan jogetnya.

"Sayang, aku mau beli baju baru. Ini cantik ga?"

Laki-laki itu mengangguk. "Ya."

"Kalau ini gimana?" Gadis itu memperlihatkan layar ponselnya yang menampilkan koleksi baju yang ingin dibelinya.

"Iya, ini juga cantik di pakai sama kamu." Laki-laki itu langsung mendekat ke meja dan meminum gelas kecil yang dikasih pelayan.

Laki-laki itu kembali berjoget dengan gadis tadi.

"ALDOO??!!"

"Naya? It-ituh Nay-a."

Gua langsung berbalik badan hendak keluar dari sana. Namun Aldo dengan cepat mencegat tangan gua.

"Ini bukan seperti yang kamu lihat. Aku sama dia..."

"Apa?"

"B-bukan gitu sayang, aku cum..."

"Stop! Lagian kita juga udah ga ada hubungan apa-apa lagi 'kan?"

"Jangan gitulah, Nay."

Gua menghempas kasar tangan Aldo yang masih memegangi tangan gua.

"Nay, gua cuma cari kesenangan doang sebelum kita nikah."

Ingatan Off:

"Hah? nikah? Siapa yang bakal nikah?"

Gua memegangi kepala gua yang berdenyut hebat.

"Ya Tuhan." Kepala gua begitu terasa menyakitkan.

Namun, sepintas lanjutan ingatan tadi kembali mengisi pikiran gua.

Ingatan On:

"Kamu habis darimana, beb?"

"Kita putus! Gua mau ngejar tunangan gua dulu."

"Dia bukan tunangan kamu yang asli, Al."

"Maksud lo?"

Gua mendengar samar-samar ucapan Aldo dengan gadis itu.

Setelahnya gua membelah kerumunan remaja yang bergoyang asik di malam ini.

"Gua udah ga tahan lagi, rasanya gua mau mati aja!!" Napas gua udah sesak dengan semua kenyataan yang ada.

Aldo. Orang yang gua sukai dulu saat SMA, sekarang mengkhianati gua.

Sebenarnya gua ga pernah niat untuk membalas perasannya, tapi karena semua perlakuan baiknya ter-notice sama gua, akhirnya gua punya perasaan ke dia.

Bruk

"Anjir, kalau jalan lihat-lihat dong. Baju gua jadi kusut!"

Gua menunduk pelan, "Maaf, gua ga sengaja."

"Punya mata digunakan dengan baik, bukannya malah...eh, lo Nara 'kan?"

Gua langsung menatap penuh ke gadis itu.

"Astaga, akhirnya kita bertemu lagi ya. Udah puas bikin kepercayaan Juan hancur? Gara-gara lo dia ga mau dekatin gua lagi!"

Gua mengerjit bingung, "Maksud lo?"

Gadis itu tersenyum miring, "Ga usah banyak bacot, mati lo sana!!" Dia mendorong gua ke tengah jalanan.

BRAKKK!!

"Nara?" Gua melihat sekilas kembaran gua di depan dan setelah itu gua tidak sadarkan diri.

Ingatan Off:

Author On

"Astaga non Naya, non kenapa???!!" mpok Sari berlari mendekati Naya.

"Harus cepat kasih tau aden nih." mpok Sari merogoh ponselnya dari saku rok dan langsung menelpon nomor Rey.

📞

"Ada apa, mpok?"

"Aden, non Naya jatuh pingsan. Sekarang juga aden harus pulang."

"Saya pulang mpok, cepat kabarin dokter keluarga."

"Baik den, mpok tutup telponnya."

Lewat dari 15 menitan, Naya belum juga sadarkan diri.

"Saya sudah mencatat resep obat untuk kesembuhan pasien Naya. Nanti silahkan beli di apotek terdekat, ya." - dk. Caca

"Kandungan di perutnya baik-baik saja 'kan dok?" - Rey

"Baik pak. Cuma saya sarankan buat si Ibu jangan terlalu kecapean. Nanti bisa menganggu pertumbuhan sang anak di dalam perut."

"Kalau dalam pemulihan ingatan bagaimana dok?"

"Jika memungkinkan untuk tidak bisa mengingat semuanya, maka lebih baik sekedarnya saja. Jangan terlalu dipaksakan, karena akan berdampak pada kondisi bayi, otak, dan mental si ibu."

"Kalau begitu saya permisi dulu."

"Makasih dok."

"Mari saya antarkan sampai ke depan, dok." mpok Sari

Rey menggenggam erat tangan Naya dan duduk di tepi ranjang.

"Lo kenapa selalu bikin gua khawatir? Gua ga mau lo kenapa-kenapa, Nay."

Rey beralih memegangi perut rata Naya. "Lo harus janji jaga baik-baik anak kita. Kalau lo gini terus kembaran lo bisa sedih."

Rey memilih merebahkan dirinya di samping Naya dan ikut terlelap menuju alam mimpi.

•••

GIRASSOLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang