Whatsapp - sekarang
Unknown
Sampai kapan lo mau abaikan pesan
gua?Gua membuang notif yang muncul dari atas ponsel dan kembali menyantap mie goreng pedas yang super duper nikmat.
"Pak, nambah 2 mangkuk lagi."
"Saya juga pak."
Suci tertawa menatap gua, "Ini baru kestressan massal! Bersulam!!"
Suci mengacungkan segelas air putih dan gua membalasnya.
Beginilah rutinitas kami jika sedang mengalami stres.
"Gua ga pernah sekalipun mengecewakan kantor. Tapi, bos gila dan sinting itu selalu bikin gua kecewa sama kantor."
Gua tersenyum, "Berarti bos lo sangat perfeksionis."
"Hah? Profesional? Mitos."
"Perfeksionis bu, bukan profesional."
"Ya, itu maksud gua. Sikap dia suka seenaknya sama bawahan, ga pantas disebut perfeksionis."
Gua menggeleng-geleng, "Padahal lo cuma minum air putih biasa, tapi malah kayak lagi mabuk berat."
Suci menggelengkan kepalanya beberapa kali, "Aishhh, kepala gua mau pecah rasanya. Bos sialannn!!!!!"
"Hust, jangan teriak-teriak. Malu dilihatin banyak orang."
"Gua pengen jadi lo, ga malu-maluin. Tapi gua ga bisa."
"Ini mba, pesanannya."
Empat mangkuk mie goreng pedas sudah diantar penjual.
Gua begitupun Suci memberhentikan obrolan dan langsung melahap cepat makanan kami.
Setelah selesai sekitar satu jam-an nokrong di kedai kecil tersebut, gua dan Suci memutuskan untuk pulang menaiki satu taxi.
Taxi tersebut berhenti mengantarkan gua sampai ke gerbang depan perumahan.
"Gapapa sampai sini aja?"
Gua mengangguk, "Santai aja, lo lebih perlu duluan sampai ke rumah. Udah kacau banget tu wajah."
Suci tergelak, "Gua ga mabuk Nay, gua bisa dengar jelas ucapan lo."
"Sampai di rumah jangan lupa sisir rambut dan cuci muka ya."
Suci berdehem pelan.
Setelah mobil mau melaju, gua melambaikan tangan ke Suci. "Hati-hati, Ci."
Gua menghela napas panjang.
Malam ini begitu melegakan setelah berjumpa dengan Suci.
Gua berjalan kaki untuk sampai menuju rumah.
"Nay..."
Gua sempat kaget akan kehadiran Aldo dan mengabaikan panggilannya.
"Nay, gua mau bicara sesuatu sama lo." Aldo memegang tangan gua.
"Lepas! Ga ada yang perlu dibicarakan lagi." Gua menghempas kasar tangan Aldo.
"Lo kenapa jadi gini sama gua."
Gua menatap tajam ke hadapan Aldo. "Gini gimana?"
"Lo berubah setelah kecelakaan 1 tahun yang lalu."
"Hal ini ga ada sangkutpautnya sama kejadian kecelakaan itu. Stop berasumsi yang aneh-aneh. Sekarang lo bisa pergi, gua ngantuk mau tidur."
Aldo masih tetap kekeh dan memegangi tangan gua. "Plis, kasih gua kesempatan untuk ngejelasin hal penting sama lo."
"Kita udah jadi mantan dan apakah pantas seorang sampah bertemu dengan berlian?"
Perlahan Aldo melepaskan tangannya dari tangan gua.
"Sekarang lo bisa pergi dari sini. Jangan pernah datang lagi ke rumah gua!"
Dengan cepat gua menutup gerbang dan berlari memasuki rumah.
Brak
Gua menutup kuat pintu rumah dan menyandarkan diri di sana.
"Non baik-baik aja 'kan?"
Sontak gua tersadar dari lamunan. "Rey mana mpok?"
"Ada di kamar non. Mau mpok panggilkan?"
"Gausah mpok, biar saya aja yang ke atas."
Mpok mengangguk dan izin pamit dari hadapan gua.
~
Gua membuka mata perlahan dan merasakan pusing kepala yang begitu hebat.
Dengan cepat gua menekan tombol pemanggil.
"Ada apa, non?"
"Ob-obat saya mpok, huhh..."
Mpok Sari langsung berlari menuju nakas di samping ranjang dan mengambil obat beserta segelas air yang sudah ada di atas nakas.
"Ini non."
Gua dengan cepat meneguk beberapa obat dan menyandarkan tubuh gua ke punggung sofa.
"Bagaimana non? Sudah mendingan?"
Gua berdehem pelan.
"Aden baru saja berangkat kerja, mau mpok telpon non?"
Gua melambaikan tangan ke hadapan mpok Sari.
Mpok Sari mengerti isyarat gua dan langsung meninggalkan gua sendirian.
Gua memegangi kepala gua dan kembali merebahkan diri di atas sofa panjang.
Siang hari
Gua terus berlari di sepanjang komplek perumahan.
Walaupun terik matahari begitu menyengat, gua masih melanjutkan olahraga siang ini dengan sangat cepat.
"Lo kenapa jadi gini sama gua."
Gua mencepatkan langkah gua dengan cucuran keringat yang banyak berjatuhan.
"Lo berubah setelah kecelakaan 1 tahun yang lalu."
Sontak gua memberhentikan langkah gua.
Ucapan Aldo semalam, membuat gua tidak nyaman dan selalu kepikiran.
Gua meluruskan kaki dan menjatuhkan semua keringat yang bercucuran.
"Nih, minum dulu."
Gua mendongak mendapati Ryan yang sudah berdiri di samping gua.
"Ryan?"
"Lo pasti haus, nih."
Gua mengambil botol yang dicorongkan Ryan dan meneguknya cepat.
"Kenapa lari tengah bolong begini?"
Gua beranjak dari duduk. "Cuma lagi pengen aja."
Ryan manggut-manggut.
Gua melangkah menuju rumah bersama Ryan.
"Udah ada janji ya sama Rey?"
Ryan menggeleng.
"Lalu?"
"Lo."
Gua menyerjit bingung, "Maksudnya?"
"Gua mau buat janji sama lo."
Sontak gua kaget di tempat.
"Duh, jadi ga enak bikin bini orang tegang. Ga ada maksud apa-apa kok, gua cuma mau saling kenal dengan istri dari teman karib gua."
"Janji seperti apa dulu nih?"
Ryan tersenyum kecil, "Kita lihat nanti."
Setelah mengucapkan hal itu, Ryan pamit.
• • •
KAMU SEDANG MEMBACA
GIRASSOL
Teen FictionMungkin, kita sepenggal kisah yang lupa ditamatkan oleh penulisnya. Lalu terkubur waktu hingga membuat tokoh utama terjebak kenangan. [ Bunga Matahari ] - Perjodohan 𝐂𝐨𝐩𝐲𝐫𝐢𝐠𝐡𝐭©𝟐𝟎𝟐𝟐 𝐛𝐲 𝐟𝐢𝐟𝐚𝐟𝐢𝐫𝐚𝐡