"Mpok, tolong siapin sereal dan roti keju ya. Nanti langsung bawain ke kamar."
"Baik, non."
Gua langsung ke kamar dan beristirahat.
Malam hari
Gua menekan tombol pemanggil dan setelahnya mpok Sari datang.
"Ada yang bisa mpok bantu, non?"
"Malam ini saya mau makan siomay, bakso kuah, dan jus alpokat, mpok."
"Sebentar ya non. Mpok pesan dulu."
Gua mengangguk dan melangkah menuju tata rias.
Gua berkaca di depan cermin dan memegang kedua pipi gua dengan geram.
"Ayo, berfikir Naya. Keluarin kepintaran lo."
Spontan gua memukul-mukul pipi gua pelan.
Setelah dirasa cukup greget dengan diri sendiri, gua langsung membuka laci tata rias dan mengambil berkas yang berisikan tulisan dari Nara.
Gua membaca sekali lagi tulisan di kertas tersebut dan menatap diri gua di cermin.
Gua memejamkan mata dan menghirup udara dalam-dalam.
Gua hendak ke balkon kamar, namun seketika kertas itu terjatuh ke lantai.
Gua mengambilnya dan menyerjit heran.
"Tulisan apa nih?"
Gua langsung foto tulisan yang ada di bagian belakang kertas tersebut dan memperbesarnya di ponsel.
"Bingkai biru?"
Ceklek
Sontak gua kaget saat pintu kamar dibuka.
"Ngapain lo?"
Gua menurunkan tangan gua dan menyembunyikan kertas itu di belakang badan. "Ga ada."
Rey mendekat ke arah gua.
"L-lo mau nga-ngapain?" Perlahan gua memundurkan langkah.
Gua menyandar ke meja tata rias dan Rey semakin menepis jarak di antara kami.
Gua menahan napas di dekat Rey.
"Bedak lo ketebelan."
Setelah mengucapkan hal itu, Rey langsung masuk ke dalam kamar mandi.
"Huhhhh... Apa? Bedak?"
Gua langsung berkaca dan benar saja. Pipi gua dipenuhi oleh bedak sehingga wajah gua kelihatan lebih putih dari biasanya.
Gua langsung membuka laci dan bubuk bedak berserakan di sana.
"Kenapa gua ga ngeh ya dari tadi. Aih, beban pikiran gua jadi bertambah karena masalah ini."
Gua langsung memukul-mukul kepala gua sebentar lalu menghapus semua bedak yang bertumpuk di pipi gua.
Lima belas menit berlalu...
Akhirnya mpok Sari membawa pesanan gua ke kamar.
"Makasih, mpok."
Mpok Sari mengangguk dan meninggalkan gua sendirian di dalam kamar.
Gua mulai melahap siomay dengan wajah bahagia.
"Eum... Enak banget siomaynya."
Rey baru selesai mandi dan hendak memakai baju. Namun, tatapannya berhenti ke arah gua.
Gua membalas tatapan Rey dan kembali menyantap siomay tersebut.
"Minggir!"
Gua bergeser sedikit ke tepi sofa dan Rey ikut menyantap bakso kuah pesanan gua.
"Eh, lo mau ngapain?"
"Makan."
Gua berhenti menyantap siomay. "Tapi 'kan itu pesanan gua."
"Belinya pakai duit siapa?"
"Mpok."
"Ya udah, lebih baik lo diam. Gua lapar!"
Gua menghela napas, "Beli sendiri 'kan bisa."
Rey menatap gua sejenak.
Gua mengabaikan tatapannya dan kembali menyantap siomay dengan senang.
Rey hendak menyeruput jus alpokat yang ada di atas meja, tapi keduluan dengan gua yang lebih dulu merampas botol jus tersebut.
"Ini punya gua."
Setelah mengucapkan itu gua langsung menyeruput jus dengan bahagia.
"Wah, seger banget."
Rey melahap bakso kuah dengan sangat cepat. "Uhuk uhuk...!!"
Rey merampas balik botol jus itu dari tangan gua dan menyeruput banyak jus tersebut.
"Ugh, kenyang."
Setelah selesai memakan habis bakso kuah dan menyisakan sedikit jus alpokat pesanan gua, Rey membuka berkas-berkas kantornya.
Gua menahan diri untuk tidak marah-marah di hadapannya.
"Hu-hue..." Gua langsung menutup mulut dan berlari ke kamar mandi.
Gua mengeluarkan semua cairan makanan yang baru saja gua makan dan memegangi dinding untuk memposisikan kestabilan tubuh gua.
"Kenapa gua jadi pengen semua makanan yang ada di pinggiran jalan, ya."
Gua memutuskan untuk beristirahat dan menenangkan pikiran.
~
"Dapat darimana nih?"
"Di bagian belakang kertas yang Nara tulis."
Gibran memperbesar foto di layar ponsel gua dan menyerjit heran. "Bingkai biru?"
"Menurut lo ini kata kiasan atau kata biasa?"
"Kayaknya kata biasa. Soalnya Nara ga pernah ngobrol pakai kata kiasan."
Gua tampak berfikir sejenak.
'Bingkai biru'
Flasback On:
Gua melihat satu persatu barang-barang tersebut dan berhenti pada satu bingkai yang menampilkan kemesraan mereka.
Posisi Rey yang merangkul Nara dan Nara yang menyandar ke dada bidang Rey.
"Ternyata mereka sedekat ini."
Tangan gua berhenti membongkar barang-barang tersebut. Gua memutuskan untuk segera keluar dari gudang.
Flasback Off:
"Nay, kenapa bengong?"
"Gua ingat sekarang."
Gua langsung meninggalkan Gibran tanpa berpamitan terlebih dahulu.
Ini menjadi kedua kalinya gua mendadak pergi begitu saja dari pertemuan gua dengan Gibran.
• • •
KAMU SEDANG MEMBACA
GIRASSOL
Teen FictionMungkin, kita sepenggal kisah yang lupa ditamatkan oleh penulisnya. Lalu terkubur waktu hingga membuat tokoh utama terjebak kenangan. [ Bunga Matahari ] - Perjodohan 𝐂𝐨𝐩𝐲𝐫𝐢𝐠𝐡𝐭©𝟐𝟎𝟐𝟐 𝐛𝐲 𝐟𝐢𝐟𝐚𝐟𝐢𝐫𝐚𝐡