F I F T Y S E V E N

544 34 1
                                    

HAPPY READING!!

Gizel yang mendengar apa yang di katakan Gerald semakin menundukkan kepalanya merasa malu dengan dirinya sendiri.

"Kak, gu-gue...gue tau pembuatan gue salah dan fatal, gue sangat-sangat minta maaf untuk itu. T-tapi Kak, rasa dendam gue udah hilang sepenuhnya, gue sayang sama Zelda sebagai sahabat dan...dan perlakuan gue tadi dan sebelum itu murni karena gue gak mau liat dia tersiksa" jelas Gizel meraih tangan Gerald dan menggenggamnya erat, namun Gerald hanya diam dan mengabaikannya.

"Dan itu semua karena ketulusan yang dia punya sebagai sahabat gue, Zelda yang selalu polos dan gak tau kalau sahabatnya ini pernah punya rasa dendam sama dia, dia gak tau kalau gue yang harusnya selama ini dia hindari. Tolong percaya sama gue Kak" ungkap Gizel mengeratkan genggaman tangannya pada jemari Gerald.

Gerald masih terdiam tanpa menatap Gizel yang masih berusaha meyakinkan lelaki itu dengan mata yang masih berlinang.

"Gu-gue selalu di hantuin rasa bersalah karena itu dan gue selalu ngerasa sakit ketika ngeliat dia yang masih bisa ketawa di dalam keadaannya yang gak baik-baik aja. Please percaya Kak, kali ini gue benar-benar terpaksa ngelakuin ini, gue juga gak mau ini semua terjadi sama Zelda, dia sahabat gue. Ka-kalau gue nolak, gue...gue bisa mati" lirih Gizel di akhir katanya menunduk tak berani menatap Gerald yang kini pandangannya teralih untuk menatapnya lekat.

Gerald tau ini semua karena ia mendengar percakapannya Arthur dengan Gizel di rooftop dan keyakinanya ini di tambah dengan pengakuan Gizel pada Aileen yang tidak sengaja ia dengar di UKS tadi siang. Gerald tak pernah menyangka Gizel mempunyai hidup yang tak kalah berat, mungkin kejadian seperti ini hanya ia lihat di berita-berita di televisi, namun ternyata benar adanya, terlebih lagi itu terjadi pada orang terdekatnya. Gadis yang berhasil melabuhkan hatinya.

Gerald mengadahkan kepalanya menatap langit yang kian menggelap karena jam sudah menunjukkan pukul 18.40, beruntung di jembatan ini ada bebeapa lampu yang menerangi jalan di sekitar jembatan, walaupun jalan ini terkesan sepi dan jauh dari permukiman penduduk.

Gerald kembali menatap Gizel yang masih menangis, cengkraman di bahunya ia lepas dan beralih menggenggam tangan gadis itu menuju motornya di ujung jembatan.

"Ka-Kak" panggil gadis itu lirih.

"Pulang" jawab lelaki itu singkat, gadis itu menggeleng cepat dan menahan tangan Gerald, jika ia pulang sekarang pasti Abangnya itu akan murka dan beralih menyiksanya dengan cambukan yang sering kali ia pakai untuk menyambuk dirinya ketika Gizel melanggar perintahnya atau membantah dirinya.

Pernah suatu saat ia pulang malam sekitar jam setengah 8 malam, ketika sampai di depan pintu gerbang rumah Gizel langsung di tampaki oleh Gardian yang sudah menyiap kan cambuk di tangannya.

Malam itu menjadi malam yang paling menyakitkan dan tak pernah ia lupakan seumur hidupnya, beruntung setelah ia mendapati sekitar 20 cambukan serta beberapa luka yang Gardian torehkan pada kulitnya, teman-teman Gardian (anggota Orphic) datang dan membuat gadis itu bebas dari hukuman  selanjutnya.

Tak terbayang jika kejadian itu terulang kembali malam ini, apa lagi sekarang tidak ada yang membuatnya bebas dari jeratan sang Abang yang mungkin saja hari ini adalah hari terakhirnya hidup.

"Kak Gerald gue mohon jangan bawa gue pulang Kak please, gue takut" isak gadis itu semakin keras sambil memohon kepada Gerald, menahan pergerakan lelaki itu yang tadi menarinya kemotor.

Gerald yang pertama kalinya melihat ada gadis yang sampai hati memohon padanya sambil menangis seperti ini tentu saja tidak tega melihatnya. Ia tidak dapat mendeskripsikan sebarapa besar rasa takut Gizel ketika ia merasakan siksaan Abangnya.

TRAUMA [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang