2

8.6K 581 9
                                    

Cekiidoott!!!

" Woi Mbul."

Tari berteriak di sepanjang koridor kelas.

Yang di panggil menulikan telinganya. Ia mendengar jika seseorang berteriak memanggilnya.

" Woii.., Mbul. Tungguin gue."

Plak

" Aawh.." ringis Rembulan terdorong ke depan karena di pukul Tari dari belakang dengan tas.

" Sakit woi." teriak Rembulan marah.

" Apa an sih isi tas lo. Batu?" Rembulan sewot. Tari cengengesan.

" Sorry. Sorry. Abis lo gue panggilin nggak nyaut, Mbul."

" Mbul. Mbul. Udah berapa kali gue bilang. Panggil nama gue lengkap-lengkap dodol. Rembulan. Rembulan. Lo paham kata-kata nggak sih. Heran gue!" Cerca Rembulan sembari menekankan perkataannya.

Ia melanjutkan perjalanannya menuju kelas yang diikuti Tari di sampingnya.

" Ah elo, mah. Kan gue juga udah sering bilang kalau Mbul itu panggilan kesayangan gue buat lo." Tari memperagakan tanda kutip dengan tangannya.

" Nggak suka gue." Rembulan geregetan mendengar perkataan temannya.

" Nggak peduli gue. Lo suka apa nggak. Eh btw,8 keburu lupa nih gue. Barusan gue lihat si pembully di antar sama mobil mewah loh, Mbul. Penasaran abis gue."

Rembulan masuk ke dalam kelas dan menuju meja nya yang paling sudut.

Sreett.

Bunyi kursi yang di tarik. Rembulan menghempaskan tas nya dan langsung duduk.

" Kenapa lo yang penasaran dia yang naik mobil mewah. Lo kan juga punya mobil mewah. Secara kan lo holang kaya laya." Jawab Rembulan dengan gaya lebay.

" Iiishhh, bukan itu, Mbul. Gue penasarannya sama yang nganterin si Pembully. Sekilas gue bisa lihat kalo itu cowok---" Tari mengedarkan mata nya dan berbisik di telinga Rembulan takut jika ada yang mendengar.

" Dan lo tau apa yang gue lihat?"

Rembulan menatap Tari. Penasaran juga akhirnya.

" Apaan?" Rembulan ikut berbisik.

" Gue lihat mereka ciumannnn. Dan parahnya cowo nya itu udah lumayan tuaa. Ngerii nggak tuhhh."

Tari bergidik ketika kembali membayangkan. Rembulan menatap Tari.

" Lo nggak lagi ngada-ngadakan?"

" Ya nggak lah, Mbul. Serius gue. Jujur. Gue aja hampir histeris untung gue cepat tutup nih mulut."

Rembulan meringis.

" Parah juga tuh perempuan. Masih smp juga. Udah berani gituan. Iiuhh. Cepat dewasa gue nya kalo sering dengerin kayak gini. Ternoda otak gue."

" Elah. Gaya lo." Cibir Tari mendengus.

" Udah diem. Tuh anak-anak udah mulai masuk. Itu pertanda kalau guru udah di jalan. Ssstttt," Rembulan meletakkan jari telunjuknya di bibir menyuruh Tari diam.

***
Syahdu memasuki toko bunga nya. Pemandangan segar dengan bunga warna warni langsung terlihat.

" Pagi, Sin." Sapa Syahdu ke pegawai nya. Sinta.

" Eh, Mba. Udah menjelang siang ini mah Mbak. Bukan pagi lagi."

" Oh iya, ya. Maklum ya sudah tua. Suka nggak tau waktu." Jawab Syahdu tertawa sembari meletakkan barang bawaannya.

" Aah, Mbak nya merendah untuk meninggi. Semua orang juga pada tau kalau Mba masih cetar membahana. Bahkan nggak nyangka kalau mbak sudah punya anak. Udah smp pula."

" Ah kamu bisa saja." Syahdu melambaikan tangannya. Sinta tertawa melihat bos nya. Masih muda,cantik, baik, penampilan oke. Bonus anak satu. Sudah smp. Orang-orang yang sering datang ke sini pun bahkan tidak percaya kalau Syahdu sudah memiliki anak. Lah orang nya pun masih muda dan belum nampak tanda-tanda sudah memiliki anak.

" Sudah ada pembeli, Sin?"

Sinta sedang merangkai bunga. Ia menggeleng.

" Belum, Mba."

" Oh. Yaudah. Mba ke belakang dulu ya. Nanti kalau perlu panggil aja!"

" Siap, Mba."

Syahdu mengangguk lalu berjalan ke belakang bangunan toko.

Saat membuka pintu belakang, nampak lah pemandangan bunga-bunga segar yang baru datang beberapa hari lalu masih belum di tata.

Toko bunga Syahdu memang menjual bunga hidup dan bunga mati.

Untuk bunga hidup Syahdu hanya membeli bibit nya saja. Jadi ia yang merawat, memupuknya sendiri. Lebih menguntungkan baginya dari pada langsung beli bunga yang sudah mekar.

Dengan begini Syahdu juga punya kesibukan sendiri jika berada di toko selain melayani para pembeli yang mempunyai peemintaan khusus.

Syahdu mengumpulkan rambut nya jadi satu dan mengikatnya. Lalu ia mengambil sarung tangan dan mulai sibuk berkutat dengan bunga-bunga yang butuh belaian tangannya.

Tak ada waktu untuk berleha-leha. Ia mengambil tanah, sekam dan pupuk, lalu mencampurkan semuanya dan diaduk. Syahdu duduk di bangku kecil dan mulai mengisi pot-pot bunga yang kosong dengan ketiga bahan tersebut.

Bibit bunga yang dalam polibet di pindahkan ke dalam pot. Syahdu asyik sendiri dengan pekerjaannya hingga lupa waktu.  Syahdu memang sangat senang sekali dengan hobi nya yang satu ini.

" Mba." Panggil Sinta.

Syahdu menatap Sinta yang berdiri di pintu.

" Istirahat dulu, Mba. Sudah siang. Mba suka sekali lupa sama waktu kalau udah berkutat dengan bunga dan teman-temannya.

" Hehe. Ya mau bagaimana lagi, Sin. Mba hobi sih. Lagian berkat bunga ini juga Mba bisa menyambung hidup kan." Balas Syahdu lancar.

" Iya Mba. Habis ini istirahat dulu ya, Mba." Sinta tidak mau berdebat dengan Syahdu.

" Oke, Sin."

Sinta kembali ke depan. Syahdu segera meninggalkan pekerjaannya dan mencuci tangan.

Syahdu kembali masuk ke dalam toko dan istirahat sembari makan siang bersama Sinta.

Tbc!

15/02/21

Haii masihhh dengan adegan permulaan yaa. Sloww dan santaii gaesss .wkwkw

Yukk vote dan komentarnyaa!!

MAHLIGAI SYAHDU (EBOOK READY DI GOOGLEPLAY/PLAYSTORE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang