22

5.5K 414 19
                                    

Suasana ruang tamu Syahdu terasa mencekam karena aura permusuhan yang di keluarkan Rembulan.

Rembulan menatap Syahdu seolah mempertanyakan kenapa Mama nya bisa bersama laki-laki yang membuat nya hadir ke dunia ini.

"Itu Mama tadi cari kamu ke rumah Tari. Katanya kamu sudah pulang. Mama khawatir, Nak. Mama takut terjadi apa-apa sama kamu. Apalagi ini udah malam."

Seno menatap Rembulan yang terang-terangan tidak menyukai nya. Ia pun merasa sedih dan takut tanpa ia sadari.

"Kenapa harus dengan Bapak ini?"

Syahdu gelagapan. "Itu tadi---,"

"Saya yang memaksa ikut sama Mama kamu. Saya takut nanti Mama kamu kenapa-kenapa di jalan. Tidak fokus karena sibuk dan khawatir sama keberadaan kamu. Jadi, jangan memarahi Mama kamu Rembulan."

"Jangan sebut namaku." Desis Rembulan marah.

Seno dan Syahdu kaget dengan ucapan Rembulan. Mereka tidak menyangka kata-kata seperti itu keluar dari mulut eremaja smp.

"Rembulan jangan kasar begitu, Nak. Mama nggak pernah mengajarkan kamu bicara seperti itu. Kenapa kamu menjadi seperti ini, Nak?"

"Mama tahu alasan kenapa aku begini."

Lalu Rembulan menatap benci kepada Seno yang tidak tahu harus berbuat apa. Ia seperti pria bodoh yang sudah di benci namun tetap berada di rumah ini. Ia pun tidak tahu kenapa ia harus melakukan ini. Ia merasa ini bukan dirinya sekali. Biasanya ia akan membalas orang yang berkata kasar kepada nya. Sering nya ia yang berkata kasar kepada orang apalagi pegawai nya di kantor. Ia di buat tidak berkutik di hadapan remaja ini.

"Mama tahu, Nak. Tapi nggak begini juga."

Rembulan tidak mengindahkan ucapan Syahdu.

"Bapak kenapa akhir-akhir ini sering ke sini. Saya tidak suka dengan kehadiran Bapak!"

Deg

Ada yang patah. Lebih tepat nya hati Seno berdetak sakit.

"SAYA MEMBENCI BAPAK! KENAPA BAPAK TIBA-TIBA DATANG KE KEHIDUPAN SAYA. KENAPA TIDAK MENGHILANG SAJA!"

Rembulan menangis. Syahdu menatap Anak nya kasihan.

"BAPAK PERGI! PERGI DARI HIDUP SAYA DAN MAMA SAYA. SAYA TIDAK BUTUH BAPAK. SAYA TIDAK BUTUH."

Air mata Rembulan membasahi pipi nya. Wajah rembulan tampak memerah dengan nafas tersengal. Ia menangis. Ia terluka. Hati nya sakit. Kenapa harus begini takdir hidup nya. Tidak bisakah Tuhan memberikan kebahagian murni untuk nya. Kenapa harus seperti ini jalan cerita nya.

"Kamu terlihat sangat membenci saya."

"JELAS. SAYA SANGAT MEMBENCI BAPAK. SAYA BENCI. SAYA TIDAK SUKA."

Bahu Rembulan bergetar. Isak tangis nya terdengar menyayat. Syahdu tidak kuat. Ia segera memeluk tubuh Rembulan.

"Jangan begini, Nak!" Suara Syahdu terdengar bergetar. Mama nya berkaca-kaca. Rembulan berontak dalam pelukan Syahdu. Ia menggeleng histeris.

"KENAPA, MA? kenapa harus datang ketika bukan aku yang satu-satu nya? Kenapa, Ma?" Suara Rembulan melemah di sertai tangisan kepedihan.

Seno menyaksikan dan mendengar. Ia belum bisa menarik jelas kemana arah pembicaraan mereka. Ia takut salah berasumsi. Padahal hati nya sangat berharap dengan isi kepala nya sekarang.

Syahdu mendekap erat tubuh anak nya.

"Mama. Hati aku sakit, Ma. Aku terluka. Aku benci. Aku membenci Papa."

MAHLIGAI SYAHDU (EBOOK READY DI GOOGLEPLAY/PLAYSTORE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang