29

4.5K 402 29
                                    

Syahdu segera mengambil handphone nya yang baru saja berdering

Mas Seno

Syahdu tampak berpikir. Ia bimbang antara mau mengangkat atau tidak.

Setelah berperang dengan bathin nya ia akhirnya mengangguk.

"Hallo,"
Syahdu menyapa.

"Hallo,"
Terdengar suara berat Seno dan helaan nafas nya.

"Ya, Mas." Syahdu menggigit bibir nya. Ia sedikit gugup karena Seno menelpon malam-malam begini. Padahal Seno tidak berada di hadapan nya tetap saja ia gugup.

"Sudah tidur?"

"Belum,"

"Lagi apa?"

Kembali Seno bertanya. Kali ini suara nya terdengar lemah.

"Baru selesai setrika pakaian. Mas dimana?"
Syahdu menyandarkan punggung nya ke kepala ranjang.

"Di apartemen. Mas baru pulang. Hari ini sibuk sekali di kantor. Banyak sekali pekerjaan menumpuk. Capek sekali badan, Mas."

Syahdu menggigit ujung kuku nya. Hati nya tiba-tiba lemah mendengar suara lelah Seno.

"Jangan terlalu di forsir bekerja nya Mas. Ingat kesehatan." nasihat Syahdu lembut.

Di apartemen Seno tersenyum. Hati nya menghangat mendengar ucapan lembut Syahdu.

Seno menyandarkan kepala nya ke sandaran kursi
Kepala nya mendongak menatap langit-langit apartemen.

"Andai saja kamu ada di sini, pasti rasa lelah Mas menghilang."

"Jangan menggombal. Ingat umur Mas."

Seno terkekeh pelan.

"Anak kita sudah tidur?"

"Jam segini biasanya Rembulan sudah tidur. Dia kecapekan sehari ini nolongin aku di toko."

"Rembulan masih marah sama Mas," ujar Seno sedih.

"Semua butuh proses, Mas. Kamu harus sabar. Nggak mudah bagi Rembulan tiba-tiba di beri kenyataan seperti ini. Dia belum terbiasa. Lambat laun ia akan melunak. Percayalah! Dia sangat menginginkan sosok ayah."

"Ini semua salah Mas,"

"Tidak perlu bicara begitu Mas. Yang berlalu biarkan saja. Aku sudah beranjak dari sana. Jangan di ingatkan lagi!"

Seno meneguk ludah nya mendengar suara bergetar Syahdu.
Sesaat mereka hening.

"Syahdu,"

"Ya,"

"Mas kangen," lirih Seno memejamkan mata.

Syahdu tidak bersuara. Ia diam. Seno mengerti.

"Sudah malam. Sebaik nya kamu istirahat."

"Ya. Mas juga langsung istirahat. Jangan bergadang."

Walau tidak membalas kangen nya, Seno tetap senang saat mendapat perhatian dari Syahdu. Begini saja sudah cukup untuk malam ini.

Ia akan tidur nyenyak sampai besok pagi.

"Iya, Sayang. Ya sudah, tutup telpon nya."

"Iya, Mas."

Seno membiarkan Syahdu mengakhiri panggilan mereka. Seno tersenyum.

"Aah rindu sekalii Mas sama kamu Syahdu." Gumam Seno membayangkan wajah Syahdu yang menari-nari di pelupuk mata nya.

MAHLIGAI SYAHDU (EBOOK READY DI GOOGLEPLAY/PLAYSTORE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang