14

5.6K 433 24
                                    

Rembulan sedang sibuk berselancar di dunia maya mencari tahu tentang sosok laki-laki yang bernama Arseno Pramudya. Laki-laki yang notabene nya sebagai ayah nya begitu kata Mama nya.

Rembulan menatap fokus pada berita yang menuliskan tentang sosok Papa nya.

Seorang pengusaha dan pemilik sebuah perusahaan terkenal di bidang perhotelan. Banyak proyek-proyek besar yang di menangkan oleh perusahaan Papa nya. Sehingga membuat Arseno masuk ke dalam sepuluh pengusaha terkaya di Indonesia. Bahkan Seno juga sering menjadi tamu dan pembicara dalam sebuah acara besar atau pun seminar.

Cukup! Syahdu sudah cukup tahu mengenai sekaya apa Papa nya. Tidak di duga ternyata Papa nya mempunyai uang yang banyak dan hidup enak selama ini. Beda sangat dengan kehidupan nya dan sang Mama yang termasuk dalam kategori sederhana.

Rembulan kembali menelusuri tentang silsilah keluarga Seno mulai dari kakek buyut nya sampai anak cucu yang terakhir. Syahdu melihat judul artikel dengan huruf besar perceraian Seno dengan perempuan bernama Dinda.

Langsung saja Rembulan mengklik judul tersebut dan membaca nya dengan cepat. Rembulan menyandarkan punggung nya ke kursi setelah membaca dan mengetahui kalau Papa nya sudah lama bercerai dengan istri nya yang bernama Dinda. Namun apa penyebab perceraian nya tidak di sebutkan di dalam nya. Tidak ada juga berita tentang anak Papa yang bernama Laras si pembully. Apa karena privasi. Entah lah Rembulan tidak tahu.

Rembulan juga mencari tahu tentang pernikahan Mama dan Papa nya. Tidak ada satu pun artikel yang memuat berita tentang pernikahan mereka. Lagi lagi Rembulan mendesah pasrah.

Rembulan mencatat alamat perusahaan Papa nya jika sewaktu-waktu dia memerlukan alamat tersebut. Karena ke depan nya tidak ada yang tahu bagaimana perjalan hidup nya.

Jujur saja, Rembulan merasakan rasa benci terhadap Papa nya karena ternyata ada anak selain dirinya. Ia tidak bisa menerima hal tersebut. Ia juga tidak bisa menerima kalau Papa nya ternyata sudah menikah kembali sedangkan Mama nya masih sendiri karena masih mencintai Papa nya. Rembulan yakin dengan alasan tersebut.

Rembulan lagi-lagi mengeluarkan desah nafas kasar seraya memejamkan mata nya lelah memikirkan kisruh hidup nya.

Rembulan bangkit dan keluar dari kamar mengambil air minum. Tenggorokan nya terasa kering karena terlalu lama berada di depan layar laptop.

"Sudah selesai?"

"Ha?"

Rembulan menatap Mama nya.

"Mencari tahu tentang Papa."

Rembulan mengangguk. "Aku nggak nemu berita tentang pernikahan Mama sama Papa."

"Memang nggak ada berita nya. Karena Papa kamu sudah men-take down. Papa kamu nggak mau privasi Mama menjadi konsumi publik." Sahut Syahdu menatap Rembulan.

"Menurut Mama apa yang harus aku lakukan jika bertemu Papa lagi. Secara Papa juga tidak mengenalku kan?"

Rembulan benar-benar menatap Syahdu kali ini. Ia ingin mendengar bagaimana pendapat Mama nya.

"Mama serahkan sama kamu. Kamu mau nya gimana. Kamu mau bilang kalau kamu anak nya. Memang Papa kamu bakal percaya?"

Rembulan terkekeh sinis. "Buat apa punya uang banyak kalau untuk mencari tahu itu saja tidak mampu." Cemooh Rembulan sarkas.

"Terkadang kita tidak bisa menilai bagaimana sikap seseorang Rembulan. Mana tahu Papa kamu tidak punya waktu untuk itu. Secara Mama dan Papa sudah pisah lama dan tidak pernah ketemu."

"Bagaimana seandainya jika Papa selama ini masih mencari Mama?"

"Tidak mungkin. Seperti kata kamu kalau Papa kamu mencari kita. Ke ujung dunia pun mencari pasti ketemu dengan menggunakan kekuasaan nya."

Benar juga

Rembulan terdiam. Ia sibuk berpikir.

"Rasa nya kebencianku sama Ppa mulai menyebar di hatiku, Ma," beritahu Rembulan. "Lebih tepatnya kecewa dan terluka."

"Jangan membenci Papa. Karena Papa tidak tahu keberadaan kamu. Semua ini karena salah paham tapi memang ujung nya menyakitkan."

"Aku lelah, Ma. Selama ini berharap Papa datang menjemput kita. Tapi kenyataan nya Papa malah menikah dan punya istri dan anak di luar sana. Mimpi aku terasa sia-sia selama ini. Harapku terlalu tinggi. Nyata nya harap itu tidak kesampaian dan malah jatuh terhempas sampai hancur berkeping-keping."

Syahdu merasa sedih dan sakit mendengar rasa putus asa Rembulan yang sangat mengharapkan kehadiran Papa nya selama ini.

"Biarkan takdir yang menuntun sampai di mana nya. Mama percaya cepat atau lambat kamu akan berbincang berdua dengan Papa kamu, Nak."

Rembulan menatap Syahdu dengan mata berkaca-kaca.

"Untuk saat ini aku belum bisa berbicara atau duduk ngobrol berdua dengan Papa, Ma. Semua nya sungguh mendadak dan hatiku masih belum siap untuk itu."

Syahdu mengangguk. "Sudah malam. Kamu tidur, besok sekolah kan?"

Rembulan mengangguk. "Jangan terlalu banyak berpikir. Yakin lah akan ada masa nya suatu saat apa yang kamu inginkan akan tercapai Nak."

"Semoga saja, Ma. Karena aku tidak mau berharap lagi."

Syahdu memaksakan senyum nya. "Iya sayang."

"Aku ke kamar, selamat malam, Ma."

"Selamat malam, anak Mama."

****

Arseno menatap bangunan ruko di depan nya yang menjual berbagai macam bunga. Ya, akhirnya ia di sini. Setengah jam berlalu namun tidak ada tanda-tanda kehadiran Perempuan pujaan hati nya muncul.

Tak sabar menunggu, Arseno memutuskan keluar dari mobil. Ia masuk ke dalam toko dengan jantung berdebar-debar saking gugup nya.

"Selamat datang, ada yang bisa kami bantu, Pak?"

Sinta menyambut kehadiran Seno dengan senyum khas dirinya.

"Saya mau bertemu dengan Syahdu. Apa orang nya ada?"

"Apa sudah buat janji, Pak?"

Seno menggeleng. "Belum."

"Maaf, Pak. Ibu Syahdu nya sedang tidak berada di sini hari ini. Mungkin Bapak bisa datang besok."

Arseno kecewa. Ia sudah berharap sekali bisa bertemu dengan Syahdu.

"Apa saya bisa minta nomor handphone nya?"

Kali ini Sinta mengernyit bingung. Alih-alih memberikan nomor handphone Syahdu, Sinta malah memberikan sebuah kartu yang memuat nomor handphone kantor.

"Bapak bisa menghubungi ke nomor ini saja. Saya tidak berani untuk memberikan nomor pribadi beliau. Mohon maaf Pak."

Seno mendesah. Ia paham. Ia juga tidak bisa memaksa.

"Mbak Sinntaaaaaaa...,"

Suara panggilan tersebut membuat Arseno menoleh. Langkah kaki Rembulan terhenti dan menatap tidak percaya siapa yang di lihat nya.

"Papa," gumam Rembulan tanpa sadar.

Netra mereka saling bertemu. Mereka seolah berada di ruang yang sama tida ada satu pun di antara mereka saat ini kecuali mereka berdua saat ini.

Tbc!
27/03/24

MAHLIGAI SYAHDU (EBOOK READY DI GOOGLEPLAY/PLAYSTORE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang