3

7.4K 560 10
                                    

Bunyi ketukan sepatu beradu dengan lantai granit yang sedang di pijaki oleh seorang laki-laki pertengahan usia tiga puluh an.

Ia berjalan cepat dengan pandangan mata fokus ke depan.

"Selamat pagi, Pak."
Sapa pegawai yang berpapasan dengan laki-laki tersebut.

Laki-laki itu mengangguk sekilas dan balik menyapa.

"Pagi."

Begitu seterusnya sampai ia masuk ke dalam lift. Pegawai yang berpapasan dengannya akan berhenti dan menunduk kan kepala sedikit untuk menyapa. Ternyata laki-laki itu yang mempunyai perusahaan yang bergerak di bidang Arsitek.

Laki-laki itu melihat jam di pergelangan tangannya. Lalu ia menatap ke angka lift yang bergerak.

Ting

Pintu lift terbuka. Ia keluar dan langsung menuju ruangannya. Di depan ruangannya sudah datang dan duduk menghadap komputer seorang perempuan yang merupakan sekretaris dirinya.

Perempuan itu langsung bangkit dan menyapa.

"Selamat Pagi, Pak Seno."

"Pagi, Lidya. Tolong buatkan saya kopi seperti biasa."

"Baik, Pak."

Pria yang bernama lengkap Arseno Pramudya itu langsung masuk ke dalam ruangannya.

Ia membuka jas yang membalut tubuh dan menggantungkan di gantungan yang tersedia di belakang kursi kebesarannya.

Seno melipat lengan kemeja dan langsung berkutat dengan tumpukan dokumen yang sudah seminggu ini tidak selesai di periksa.

Tok tok tok

"Permisi, Pak. Ini minumannya."

"Terima kasih."

"Kalau begitu saya permisi, Pak."

Seno mengangguk. Namun mata nya tetap fokus terhadap tulisan-tulisan di dalam kertas.

Sesekali Seno menyesap minuman nya sembari bekerja.

***

"Mamaaaaa...," Rembulan berteriak masuk ke dalam toko bunga.

"Eh, Mba Sinta cantik. Selamat siang, Mba." Sapa Rembulan dengan suara mendayu-dayu.

"Siang juga Rembulan di langit." balas Sinta dengan suara tak kalah mendayu juga.

"Hehehe..., Apa kabar nih Mba Sinta?"

Rembulan meletakkan tasnya di meja.

"Seperti yang kamu lihat. Sehat wal'afiat. Lagian ketemu juga hampir tiap hari masih aja nanya kabar."

"Menanyakan kabar seseorang itu perlu, Mba. Tidak pandang waktu dan kapan bertemu. Mana tau kan semalam Mba tiba-tiba saja sakit. Kita kan ketemu juga kemarin siang, kan."

"Kamu mau doa in Mba sakit?"
Sinta melotot.

Rembulan mengerucutkan bibir.

"Nggak. Kan aku cuma bilang jika seandainya Mba. Tolong bedakan dong Mba mana yang mendoakan mana yang seandainya."

"Ah, kamu ini kalau ngomong pintar sekali. Pusing Mbak."

"Aku memang pintar Mba. Terbukti kan aku selalu juara kelas di sekolah. Nggak tanggung-tanggung juara umum malah."

Ujar Rembulan sombong.

"Uh sombong kamu. Iya Mba tau kamu memang pintar dalam segala bidang. Mba ini apa lah. Tau kok Mba nggak sepintar kamu."

Sinta membuat wajah nya sedih.

"Aa kan kan. Mulai deh. Nggak suka aku." ucap Rembulan. Malas sekali ia kalau Sinta sudah berucap merendah-rendah dengan muka menyedihkan.

"Hehe. Mba bercanda kok. Kamu ini."

"Mama mana, Mba?"

Rembulan tidak melihat keberadaan Mamanya di toko.

"Nggak kesini?" Lanjutnya bertanya.

"Ada kok. Di belakang. Seperti biasa asyik dengan bunga-bunganya."

Rembulan mengangguk.

" Ya sudah. Aku ke belakang dulu. Kangen aku tuh sama mamaku tersayang."

Rembulan segera berjalan ke belakang meninggalkan Sinta yang menggeleng heran melihat kelebay an anak bosnya.

" Untung cantik." Gumam Sinta.

Rembulan membuka pintu belakang dan langsung melihat Mamanya sedang berkutat dengan tanah.

" Mamaaa" teriak Rembulan mengagetkan.

" Allahuakbar."

Syahdu benar-benar terkejut.

" Hahahahhhhhh,"

Rembulan tertawa melihat wajah shock Syahdu.

Syahdu menatap anak nya marah.

" Kamu ini kebiasaan sekali mengagetkan Mama. Kalau Mama jantungan gimana, hah?"

Rembulan menggaruk kepalanya.

" Ya, jangan sampai jantungan, Ma." Jawab Rembulan polos.

" Mama juga nggak mau punya penyakit jantung. Tapi kalau gara-gara kamu sering ngagetin Mama lalu jantungan terus mati. Kamu mau?"

Anak nya ini benar-benar jahil sekali.

" Aaa Mama jangan ngomong begitu, dong." Rengek Rembulan memeluk Syahdu dari samping.

" Ya, makanya jangan diulangi lagi. Ini terakhir kalinya."

Syahdu mulai melunakkan suara nya.

" Iya, Mama. Rembu minta maaf."

" Jangan iya-iya saja. Minta maaf sering tapi masih juga diulang." Omel Syahdu.

" Iya. Nggak lagi, Mama. Janji." Ucap Rembulan. Ia takut mendengar ucapan Mamanya. Di dunia ini yang ia punya cuma Mama seorang.

Rembu tidak bisa membayangkan jika ia kehilangan Mamanya dan hidup sebatang kara di dunia yang kejam ini.

Rembu bergidik ngiri memikirkannya.

" Udah. Udah lepas dulu pelukannya. Mama kotor nih."

Rembulan melepaskan pelukannya.

" Kamu sudah makan?"

Rembu menggeleng.

" Belum, Ma."

" Ya sudah. Makan dulu sana. Makanan udah mama sisihkan tadi. Sebelum itu ganti baju dulu."

" Iya, Mamaku sayang. Mama udah makan?"

" Udah tadi sama Mba Sinta." Jawab Syahdu.

" Yaudah. Rembu masuk dulu, Ma. Habis makan nanti Rembu bantuin."

" Yaudah. Sana masuk!"

Rembulan kembali masuk ke dalam toko. Ia mengambil baju ganti yang sudah di bawa Syahdu dari rumah. Lalu makan siang di temani Sinta sambil mengobrol hal hal yang tidak penting menurut mereka.

Tbc!

16/02/21

Bagaimanaa dengan Bab ini??

Sudah bisa menebak? Dan mendapatkan clue??

Ayokk komen dan vote yaaahhh

MAHLIGAI SYAHDU (EBOOK READY DI GOOGLEPLAY/PLAYSTORE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang