03.BOS MENYEBALKAN

1.7K 166 2
                                    

Green memasuki ruangan Gavin yang terlihat rapi dan bersih. Karpet impor berwarna silver terhampar di seluruh ruang kerjanya. Dua buah AC membuat ruangan terasa begitu dingin. Sebuah televisi ukuran besar tertempel di tembok beserta perlengkapan sound system lainnya terpasang di depan meja kerja yang terbuat dari kayu jati. Seluruh ruangan tertutup tirai putih otomatis yang bisa diatur dengan remote control. Banyak surat kabar dan majalah bisnis menumpuk di meja kerja. Green yakin di setiap sudut ruangan terpasang CCTV untuk mengawasi siapapun yang memasuki ruangan tersebut.

Gavin duduk di kursi kerjanya sambil menatap Green yang berdiri diam di depannya dengan pandangan acuh. Ia melihat wajah seorang gadis berusia 21 tahun yang terlihat begitu khas dan cantik. Rambutnya lurus sebahu membingkai wajahnya yang bulat telur dan putih bersih. Matanya lentik dan terlihat menarik karena warnanya semu kehijauan, tak seperti gadis asia pada umumnya. Hidungnya terukir dengan bagus walau tidak mancung sekali seperti orang bule. Tinggi badannya kurang lebih 165 cm dan berbadan ramping. Wajah seorang gadis yang menarik, tapi sayang.... Tak ada senyum di wajahnya yang terlihat dingin dan tak banyak bicara.

'Gadis yang aneh!' batin Gavin dalam hati. "Kenapa ingin bertemu denganku?" tanya Gavin angkuh ke arah Green yang tak menjawab, tapi tangan kanannya terlihat merogoh saku bajunya. Green mengeluarkan sebuah amplop putih kemudian diletakan di meja Gavin. "Apa itu?!" tanya Gavin lagi dengan wajah heran.

"Saya hanya ingin mengembalikan ini karena saya tak butuh itu. Kata maaf sudah lebih dari cukup," sahut Green lirih. "Permisi, Pak Gavin," lanjut Green sambil beranjak pergi keluar ruangan dan menutup pintu dengan pelan.

Gavin tertegun sesaat dengan kejadian yang baru saja dialaminya beberapa menit yang lalu. Seorang gadis berwajah dingin, tiba-tiba saja muncul di ruangannya. Ia hanya mengucapkan sedikit kata tapi membuatnya tak bisa berkomentar. Diambilnya amplop putih yang tergeletak di meja dan membukanya pelan dan Gavin melihat sepuluh lembar uang seratus ribuan di dalam amplop.

"Apa maksudnya ini?!" ucap Gavin bingung dan terlihat diam sesaat. Ia memikirkan kata-kata gadis itu dengan uang yang baru saja diterimanya. Tiba-tiba dahinya berkerut saat teringat kejadian beberapa waktu lalu. Saat mobilnya tak sengaja mengotori baju seseorang karena melewati genangan air hujan di jalanan beberapa aktu lalu. "Oh, dia rupanya," gumam Gavin lirih karena ia sama sekali tak ingat wajah gadis yang pernah diberinya uang. "Benar-benar gadis aneh?" ucapnya tak habis pikir sambil melempar amplop itu ke meja dengan enteng.

***

Siang hari tepat jam satu siang, Green melangkah keluar dari Kafe Mix dan giliran pegawai part time  yang lain yang akan melanjutkan pekerjaannya. Satu jam lagi ia harus sampai ke kampus karena ada mata kuliah yang harus diikuti siang itu. Green hanya tinggal menyelesaikan dua semester lagi jika ingin segera lulus tepat waktu dan meraih gelar sarjananya. Ia ingin seperti Kak White yang sudah menyusun skripsi sarjananya tepat waktu di salah satu perguruan tinggi ternama sehingga membuat kakak sulungnya, Kak Blue gondok karena berhasil disusul adiknya yang hanya beda satu tahun itu.  Kak Blue terlambat lulus karena sibuk dengan pekerjaan sampingannya di bidang kreator menggambar.

Green  berjalan keluar dari halaman kafe dan berjalan menuju halte bis Transjogja yang tak terlalu jauh dari Kafe Mix. Kedua matanya yang tajam melihat tubuh tinggi yang sangat dikenalnya. Mantan kekasihnya, Marcelin, yang pernah mempunyai tempat khusus di hatinya dan sekarang pria itu sedang menatapnya dari dalam mobilnya dengan senyumnya yang manis.

"Green, tunggu!" panggil Marcelin keras sambil keluar dari mobil sedannya saat melihat Green terlihat menghindarinya.

Green tak peduli, walau ia tahu Marcelin datang ke tempat itu karena dirinya. Marcelin tipe laki-laki tidak pantang menyerah dalam mendapatkan sesuatu hal. Termasuk mendapatkan dirinya kembali dan mengharap mereka bisa bersama lagi, tapi Green tak bisa memaafkan perbuatan Marcelin karena ternyata niat awal mendekatinya tak tulus. Marcelin tega memperalat dirinya karena dendam terhadap kakak sulungnya, Blue. Marcelin marah karena Blue telah membuat kakak perempuannya, Sheila, patah hati karena cintanya ditolak oleh kakaknya.

"Green, tunggu! Dengarkan aku!" Sebuah cekalan kuat dirasakan Green di lengan kirinya sehingga ia tak bisa bergerak dan segera berbalik ke arah Marcelin dengan pandangan dingin.

"Aku tak mau berurusan denganmu lagi," jawab Green lirih sehingga membuat raut wajah Marcelin tertegun karena tak percaya dengan perubahan sikap Green.

Marcelin perlahan melepas tangannya dan memandang Green lekat-lekat. Green sebelumnya adalah gadis yang manis dan baik hati walau memang tak banyak bicara. Sekarang di hadapannya adalah gadis yang sama, tapi pandangan matanya sungguh berbeda. Begitu dingin dan tak ada sedikit pun senyum di wajahnya. Marcelin benar-benar tak menyangka, perlakuan buruknya  telah merubah gadis itu begitu drastis. Ia telah merubah gadis yang begitu manis menjadi gadis yang jarang senyum.

Marcelin sebenarnya tak ingin menyakiti Green. Ia hanya ingin membalas sakit hati kakaknya yang patah hati karena tertolak oleh kakak Green. Setelah hubungan kasihnya dengan Green berakhir, Marcelin baru menyadari perasaannya sendiri. Ternyata ia benar-benar sayang dan mencintai gadis itu. Marcelin bertekad untuk memperbaiki hubungan mereka dan meraih hatinya kembali. Ia menyesal telah sengaja menyakiti hati Green padahal sebenarnya ia tak sungguh-sungguh mendekati Adenta. 

Green perlahan berjalan menjauhi Marcelin, tapi tangan kanan Marcelin serentak memegang lengan kirinya lagi sehingga membuat kakinya tertahan. Pada saat itu mata Green yang bening tengah menatap ke depan, ia mendapati sosok Gavin tengah melangkah ke arah mobilnya yang terparkir di halaman Kafe Mix. Mata Gavin tak sengaja melihat sekilas ke arah mereka berdua dengan wajah datar dan acuh.

Green memejamkan matanya pelan dengan dada bergemuruh. Hari ini adalah hari sial buatnya. Ia harus bertemu dengan dua pria yang sama-sama menyebalkan tapi tak bisa berbuat apa-apa untuk menghindarinya. Yang satu pria arogan tak tahu sopan santun tapi menjadi bos barunya, sedang yang satunya lagi, mantan kekasih yang pernah mengisi hari-harinya dengan manis tapi dengan cinta yang penuh kepalsuan. 'Betapa sialnya aku hari ini,' keluh Green dalam hati.

"Kuantar kamu pulang," tawar Marcelin sungguh-sungguh sambil tetap memegang lengan Green erat. "Aku tak peduli walau kamu menolaknya. Aku ingin kita bicara serius tentang hubungan kita."

Green kembali menatap mata Marcelin dan melepas tangannya pelan. "Kita sudah putus," jawab Green singkat kemudian meninggalkan Marcelin dengan tergesa-gesa menuju ke arah jalan di seberang  saat sebuah bis yang dinantinya terlihat muncul dari kejauhan.

"Green, awaaas!" teriak Marcelin keras saat Green tengah melambaikan tangan kanannya agar bis mau menunggunya di halte.

Green tak menyadari sebuah mobil hampir manabraknya dari arah samping. Hanya terdengar suara rem mobil berhenti mendadak terdengar keras di telinganya. Jantungnya berdebar keras dan wajahnya langsung terlihat pucat. Saat kepalanya menoleh, ia melihat mobil yang hampir saja menabraknya itu dan mendapati wajah Gavin di dalam mobil dengan wajah sama tegangnya dengannya!

***

DEAL WITH YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang