18. ISTANA SUNYI

902 90 8
                                    

"Pak Gavin?" ucap Green kaget karena penolongnya tak lain adalah bosnya!

"Kamu ini mau ke mana jam segini? Bahaya sendirian, jika seorang gadis pergi malam-malam," tanya Gavin heran.

Green tak menyahut dan hanya menunduk sedih sampai matanya berkaca-kaca. Ia perlahan menghapus genang di pelupuk matanya cepat agar Gavin tak melihatnya menangis. Pria itu hanya diam saja walau Green tak menjawab pertanyaannya. Mobil hitam mewah itu melaju cepat menuju ke sebuah komplek perumahan di sebuah perumahan elite di daerah Sleman yang dijaga dua orang satpam. Tak lama kemudian mobil itu berhenti tepat di halaman rumah yang lumayan besar dan bagus. Rumah bergaya eropa dengan cat berwarna putih dan abu-abu pastel tampak berdiri megah. Mobil hitam itu kemudian masuk ke dalam garasi dan diparkir tepat di samping mobil BMW X6 yang sering dipakai Gavin ke kantor.

Gavin segera turun dan membukakan pintu mobil untuk Green. Green lalu turun dari mobil dengan wajah masih ragu dan tak banyak bicara. Ia melihat tubuh Gavin masuk ke teras rumah berlantai keramik granit yang begitu bersih dan mengkilap, kemudian membuka pintu rumahnya cepat. Tak lama kemudian Green melihat ruang tamu di dalam rumah tampak menyala terang, tapi Green masih berdiri ragu di depan teras rumah walau gerimis hujan makin deras dan mulai terasa dingin, sweater pun mulai terasa basah.

"Heh, kenapa nggak masuk?" Gavin tiba-tiba muncul di pintu masuk dengan wajah kaget. "Kalau mau sakit, tetap saja di luar. Kamu ini memang gadis aneh," lanjutnya heran sambil masuk lagi ke dalam rumah.

Green mendesah pelan untuk mengeluarkan rasa ragu di hatinya kemudian melangkah ke arah kursi teras. Green melepas sepatu dan kaos kaki putihnya kemudian meletakkannya di rak sepatu di samping teras rumah.

Telapak kakinya yang putih tampak pucat karena kedinginan. Green memasuki rumah Gavin yang luas dan bersih dengan langkah pelan karena masih ragu. Gadis itu perlahan duduk di kursi tamu dan merapikan rambut bagian bawahnya basah terkena air hujan dengan jari tangannya. Kedua mata indahnya mengamati sekeliling rumah Gavin yang bersih dan tertata rapi walau tak banyak perabot tapi tetap mengesankan kemewahannya. Sekilas rumah tersebut mirip sekali dengan rumah keluarganya yang dulu. Bersih, rapi serta lapang.

"Bersihkan badanmu dulu, nanti kamu bisa sakit," suruh Gavin saat muncul dari kamarnya dengan wajah lebih segar.

Gavin tampak sudah berganti baju dengan pakaian santai seperti kaos oblong putih dan celana denim biru, sehingga menonjolkan wajahnya yang jauh lebih muda. Rambutnya yang biasa rapi, tampak jatuh dan sedikit acak sehingga membuat wajahnya tak seperti biasanya dan terlihat santai. Tapi kedua mata Green terfokus pada memar agak biru di bagian kiri pipinya dan luka di ujung bibir bagian kanan Gavin.

"Pak Gavin terluka?" tanya Green tak enak karena luka itu akibat menolongnya tadi.

Gavin menyentuh ujung bibir kanannya pelan. "Nanti juga akan sembuh sendiri. Tidak apa-apa."

"Apa tidak sebaiknya diobati atau aku belikan obat di dekat sini?" tawar Green dengan perasaan tak enak dan hendak beranjak berdiri.

"Tak usah. Aku sudah punya obatnya. Sekarang kamu bersihkan badanmu dulu, kulihat bajumu agak basah nanti kamu bisa sakit," suruh Gavin sambil memperhatikan sweater yang dikenakan Green dengan tatapan serius.

Mendengar permintaan Gavin, Green hanya bisa diam karena bingung dengan situasi yang dihadapinya. Ia sekarang berada di rumah lelaki yang belum dikenalnya betul, walau dia adalah bosnya di kantor. Mereka bisa terhubung karena terikat sebuah perjanjian aneh yang membuat mereka mau tak mau sering bertemu dan saling mengenal. Wajah Green masih terlihat bimbang ketika tiba-tiba Gavin meletakkan sebuah kotak putih dan handuk bersih di meja tamu dengan wajah acuh.

"Ini handuk dan ada pakaian yang mungkin pas untukmu. Masih baru dan belum pernah dipakai. Kurasa ukurannya cukup untukmu," ujar Gavin lirih. "Jangan khawatir, aku tak pernah tertarik dengan tipe sepertimu, jadi tak bakal melakukan hal aneh-aneh yang kamu takutkan," ucapnya lagi dengan nada tersinggung ketika melihat kekhawatiran di wajah Green sambil berlalu pergi.

Perlahan Green mengambil kotak itu dan membukanya pelan. Dilihatnya sebuah kaos bermerek panjang wanita berwarna putih berbahan kaos halus dan tampak mahal. Saat menarik baju itu dari dalam kotak, sebuah kartu terjatuh ke lantai. Green segera mengambilnya dan melihat sebuah kartu berbentuk hati bertuliskan tangan 'To You' dengan tahun yang tertulis awal tahun lalu. Saat membaca tulisan itu, terhias senyum tipis di wajah Green. Ia sekarang makin tahu betapa besarnya cinta Pak Gavin untuk seorang gadis bernama Keiza. Tak heran jika ia begitu terluka dan sakit hati karena harus kehilangan mantan kekasihnya itu, hingga harus membuat perjanjian aneh dengannya.

"Kamar mandi ada di dalam ruang tamu. Kamu bisa pakai kamar tamu. Kamar itu ada di dekat ruang santai," ujar Gavin sambil menunjuk sebuah kamar di sudut rumah saat melihat Green hanya duduk diam.

Green bangkit dari kursi kemudian melangkah ke arah kamar tamu dan membuka pintunya pelan. Kamar tersebut tampak gelap dan saat lampu dari ruang tamu menyinari isi kamar tersebut, matanya langsung terbelalak melihat kamar itu sangat berantakan.

Ranjang tidurnya lumayan bersih tapi masih terlihat gelas kotor di meja dan banyak debu di sana-sini hingga membuatnya bersin-bersin. Ketika Green menyalakan saklar lampu di tembok, lampu kamar sama sekali tidak menyala. Ia segera mendongakkan kepalanya ke atas ternyata tak ada lampu sama sekali yang terpasang. 'Benar-benar kamar yang tak terawat!' batin Green sambil mengernyitkan keningnya pelan.

Green kemudian berjalan pelan ke arah kamar mandi di dalam kamar dengan meraba-raba tembok karena ruangan sangat gelap. Sampai di dalam kamar mandi, Green menarik nafas lega karena lampunya bisa menyala. Tapi saat melongok ke bak mandi, tak ada sedikit pun air di dalamnya karena krannya macet begitu juga dengan shower yang ada di situ. Pemanasnya juga tidak menyala. Untung saja wastafel di dalam kamar tidak macet, sehingga Green bisa menggunakannya untuk mencuci wajah dan lengannya sehingga lumayan membuatnya lebih bersih. Untung saja ia terbiasa membawa disposable underwear didalam tasnya sehingga mempermudah ia berganti pakaian.

Saat Green keluar dari kamar mandi dan sudah mengenakan baju pemberian Gavin, terdengar suara Gavin memanggil namanya. Green bergegas keluar kamar sampai lututnya terantuk ranjang tidur karena kamar tersebut sangat gelap.

Sampai di luar kamar, Green melihat Gavin duduk di kursi tamu dan menyuruhnya duduk dengan kode jari tangannya tanpa suara. Pelan-pelan Green mendekati kursi tamu dan duduk diseberangnya dengan wajah menunduk saat pria itu menatapnya dengan serius.

"Kamu benar-benar sudah membersihkan badanmu?" tanya Gavin sambil melihat Green dengan mata menyipit.

Green mengangguk pelan. "Hanya membasuh saja, karena kamar mandi tak ada air karena kran dan shower mati," jawab Green lirih.

"Haishh, semua ini pasti karena Ezzel. Dia itu selalu bikin rusak barang. Semua barang yang disentuhnya pasti nggak bener cara pakainya sehingga cepat rusak," keluh Gavin sambil geleng-geleng kepala karena teringat kamar tamu itu sering dipakai Ezzel menginap. "Pantes rambutmu masih sama seperti tadi. Ya sudah, sekarang ambil handukmu lagi dan ikut aku," suruh Gavin sambil berdiri dari kursi.

"Apa?!" Green menatap Gavin dengan wajah bingung.

Gavin menoleh ke arah Green. "Kamu boleh mandi di kamarku, bersihkan badanmu dengan baik dan pakai air hangat," suruh Gavin dengan wajah serius tanpa senyum.

"Apa?" Green tampak kaget dan belum sempat menolak, Gavin sudah melangkah mendekat dan meraih tangannya dengan sigap.

Gavin tanpa banyak bicara menggandeng Green dan mengajaknya menuju ke arah kamarnya. Sampai di sebuah kamar, Gavin membuka pintu dan mengajak Green memasuki sebuah kamar yang begitu luas.  Harum kamar khas laki-laki langsung menyambutnya sehingga makin membuat jantung Green mendadak berdetak karena gugup dan tegang. Ia sekarang benar-benar berada di dalam kamar pribadi seorang laki-laki dan dia adalah Gavin Adhitama. Bos galak yang jutek tapi juga orang yang telah menolongnya... Ia benar-benar bingung!

***


DEAL WITH YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang