47. KEY CHAIN

684 77 6
                                    

Green menunggu jawaban Gavin dengan wajah antusias lalu melihat Gavin mengangguk pelan.

"Keiza yang beli. Dia memberikan gantungan kunci itu untukmu. Katanya kamu pasti suka karena pandanya lucu. Dan kamu bisa taruh di tasmu," jawab Gavin sambil menghidupkan mobil. "Kamu jangan lupa kenakan sabuk pengamannya," suruhnya ke arah Green karena tak mengenakan sabuk pengaman di kursinya.

"Oya, maaf," jawab Green sambil mencari tali sabuk pengamannya. "Mana talinya?" tanya Green sambil mencari sabuk pengaman di kursinya.

"Di dekat situ, paling keselip," jawab Gavin sambil menoleh ke arah Green. "Jangan manja minta diikatkan seperti dalam drama atau film. Adegan romantis di realita jarang terjadi. Aku tak mau melakukannya. Sandiwara sebagai kekasih sudah usai sejak Keiza pulang tadi."

"Siapa juga yang meminta Pak Gavin membantu mengikatkan sabuk pengamanku," sahut Green dengan muka heran dan berhasil menemukan talinya. "Aku juga bisa pakai sendiri," ujarnya lagi sambil mengikatkan sabuk pengaman ke kursinya.

Gavin tak menyahut dan hanya menatap cara Green mengikat sabuk pengaman dan tampak kesulitan saat mengancingkan karena tak terbiasa. Tanpa banyak bicara Gavin mendekati Green dan mengambil sabuk pengaman di tangan Green dan membantunya. "Pada akhirnya, aku juga yang membantumu," ujar Gavin sambil mendongakkan kepalanya dan seketika ia langsung terdiam.

Ternyata kepala Green yang tadinya menunduk, mendongak bersamaan dengan Gavin sehingga mereka saling tatap dalam jarak yang begitu dekat. Hidung mancung keduanya tak sengaja saling menyentuh ujungnya. Green bergegas mundur dengan wajah malu, begitu juga dengan Gavin yang menjauh sambil memalingkan wajahnya yang bersemu merah. Ia bergegas menyalakan mobil dengan tangan agak grogi lalu mobil itu pun bergerak perlahan ke jalanan.

"Kita pulang sekarang," ajak Gavin singkat.

Selama dua puluh menit perjalanan mereka tak saling bicara karena suasana masih terasa kikuk di antara mereka. Insiden hidung bersentuhan, benar-benar membuat mereka tak berani saling pandang.

"Sampaikan terima kasihku pada Kak Keiza. Aku suka sekali panda ini karena mirip sekali dengan bonekaku waktu aku masih kecil. Tapi bonekaku itu sudah kuberikan pada seseorang saat dia pergi dari kota ini," jelas Green lirih dan mendadak teringat Kak Alim yang membawa boneka panda pemberiannya sebelum pergi.

"Sepertinya orang itu sangat berarti buatmu. Dia laki-laki yang pernah kamu ceritakan dulu, bukan? Kamu seperti gadis yang sedang jatuh cinta saja dengannya," tebak Gavin dengan nada dingin dan tampak tak suka.

Green hanya tersenyum tipis sambil menatap depan. "Dia pria paling berarti dalam hidupku. Aku selalu menantinya pulang. Tak ada pria yang bisa menggantikan posisinya. Dia punya tempat khusus di hatiku. Aku ingin sekali bertemu dengannya dan mengucapkan dua kata yang ingin kusampaikan padanya yang seharusnya aku lakukan sejak dulu," jawab Green dengan suara menyesal.

Gavin mencengkeram setir mobil saat mendengar kata-kata Green barusan. "Kamu itu ternyata bisa bucin juga," ucap Gavin dengan nada tak enak. "Aku jadi ingin tahu seperti apa orangnya. Bisa membuatmu aneh seperti ini."

"Orang lain sering berpikir seperti itu padaku. Yang pasti dia adalah seorang pahlawan buatku," jawab Green lirih.

"Pahlawan?" ucap Gavin heran. "Siapa namanya?" tanya Gavin makin ingin tahu.

Green menggelengkan kepalanya pelan. "Biarlah itu menjadi rahasiaku," jawab Green pelan menghindari pertanyaan lain. "Ah, kita sudah sampai rupanya. Aku turun di depan gang saja," pinta Green cepat saat mobil Gavin meluncur ke jalan di daerah perkampungan rumah keluarganya.

Green bergegas turun dari mobil ketika mobil mengkilap itu berhenti tepat di depan gang rumahnya. Gavin hendak keluar dari mobil untuk mengantarkannya tapi Green langsung melarangnya cepat.

"Pak Gavin langsung pulang saja. Kak Blue akan menjemputku di gang ini. Terima kasih sudah mengantarku pulang," ujar Green sungguh-sungguh sehingga membuat Gavin mengerutkan wajahnya.

Tanpa banyak cakap, kaki Gavin langsung menginjak gas mobil meninggalkan Green di depan gang rumahnya. Green menoleh ke belakang saat melihat kakak sulungnya melambaikan tangan ke arahnya. Green serentak berlari ke arahnya dengan wajah riang sambil menggenggam gantungan kunci pemberian Keiza dengan erat. Ia sangat senang menerima hadiah kecil itu.

***

Keesokan paginya, Green hanya bisa berdiri kaku di depan pintu Kafe Mix, saat Mbak Sandra menghalagi langkahnya memasuki kafe.

"Maaf, Green. Hari ini kamu off saja. Nggak usah bekerja. Kak Gavin memutuskan kamu tidak boleh masuk hari ini. Tugasku hanya untuk menyampaikan hal itu saja," ucap Mbak Sandra. "Aku tak mau dimarahi lagi seperti kemarin karena kamu," ujarnya lagi.

Green tak menyahut dan hanya menatap Mbak Sandra dengan wajah datar. Tubuh rampingnya kemudian berbalik pergi meninggalkan kafe tanpa sepatah kata pun keluar dari bibirnya.

"Dia itu memang gadis aneh," gerutu Mbak Sandra gondok mendapat tanggapan acuh dari Green, tanpa menyadari Gavin dari kejauhan melihat kejadian itu saat keluar dari dalam ruangannya dan menutup pintu.

Gavin kemudian keluar menuju ke halaman parkir mobil dengan langkah tergesa sambil membawa jaket miliknya.

***

Di halaman Kafe Mix, Green mengeluarkan rasa gondok yang menekan dadanya sejak tadi karena bingung dengan sikap Gavin yang sering tak terduga. "Dia itu benar-benar bos aneh," gerutu Green dengan suara tertahan. "Siang kemarin kayak singa saat memarahiku. Malamnya kayak dewa penolong dan begitu manis sikapnya. Eh, pagi ini tiba-tiba kembali jadi macan. Apa maunya sih orang itu?" ujar Green heran sambil berjalan menyusuri trotoar.

Green melangkah dengan wajah masam tanpa sadar kakinya sudah melangkah jauh meninggalkan Kafe Mix dengan rok putih panjang selututnya tampak terayun pelan.  Green sesaat berdiri diam kemudian tangannya yang putih mengambil topi merah dari dalam tasnya. Baru saja Green meletakkan topi di rambutnya yang hitam, matanya yang tajam melihat sebuah mobil yang amat dikenalnya berhenti tak jauh darinya. Wajahnya makin mengerut saat melihat sosok yang ingin dijauhinya malah muncul di hadapannya sekarang. Sosok Gavin Adhitama!

"Ikut denganku, ini permintaanku yang keempat!" perintah Gavin sambil membuka pintu mobil untuknya.

Green hanya diam tak menjawab tapi matanya yang bagus menatap Gavin dengan tatapan menyelidik. Sikap Green yang diam, membuat Gavin mengerutkan keningnya karena tak sabar menunggu jawaban darinya.

"Masuuu....k!" perintah Gavin sekali lagi dengan suara ditekan saat melihat Green masih diam tak bergerak. "Kamu pasti mau ingkar janji?" tebaknya yakin.

***

DEAL WITH YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang