26. KECEWA

833 74 8
                                    

Seminggu kemudian.

Green bekerja dengan tenang tanpa terlibat dengan Gavin selama seminggu ini. Ia bisa kuliah sekaligus bekerja dengan baik dan lancar. Siang itu ia menatap jam di tangan kirinya dengan wajah cerah di depan pintu keluar bagian belakang Coffee Shop setelah tugasnya selesai. Siang itu ia akan ditemani Priyanka untuk datang ke rumah lama Keluarga Santosa atau rumah lama Kak Alim. Ia dapat pesan WA dari penjaga rumahnya yang dikenalnya sejak kecil, jika Kak Alim pulang ke Indonesia dan mampir di rumah lamanya hari itu. Green sangat bahagia mendengar kabar itu. Akhirnya penantiannya tak sia-sia dan  bisa bertemu dengan Kak Alim setelah penantiannya yang lama.

Green hendak melangkah keluar pintu belakang kafe yang sepi tapi tiba-tiba sebuah tangan menghalangi langkahnya sehingga membuatnya terkejut. Tangan yang tegap dan panjang memegang pinggir pintu sehingga ia tak bisa lewat. "Pak Gavin?" ucapnya heran melihat Gavin menghalangi langkahnya keluar.

"Mau ke mana?" tanya Gavin ingin tahu.

"Pulang!" jawab Green singkat dan tubuhnya langsung menunduk di bawah lengan panjang kanan Gavin yang menghalangi tubuhnya keluar dari pintu.

Belum sempat Green keluar tiba-tiba bahu kanannya di pegang Gavin erat. "Hari ini kamu harus melakukan permintaanku yang kedua," ujar Gavin lirih tapi tegas.

"Apa?!" ucap Green kaget. "Sekarang ini?" ulangnya tak percaya.

Gavin mengangguk pelan dengan wajah tanpa senyum.

"Nggak bisa, Pak!" jawab Green. "Aku harus pergi karena sudah ada janji dengan seseorang!" tolaknya sambil melangkah keluar dan berhasil keluar dari pintu.

"Heh, kamu ingat dengan perjanjian kita, kan? Permintaan ini sangat mendesak hari ini!" jelas Gavin gusar sehingga membuat Green berhenti melangkah dan menoleh ke arahnya dengan wajah tampak buru-buru.

"Aku selalu ingat itu, tapi tolong jangan sekarang, Pak Gavin. Aku harus pergi untuk menemui orang yang sangat berarti buatku. Aku sudah menantinya begitu lama. Tolonglah, pahami aku kali ini saja. Ini penting buatku. Sudah lama aku menantinya pulang dan hari ini akhirnya datang juga," jelas Green sungguh-sungguh dan jujur.

Gavin hanya menatap Green dengan bibir mengerut. Perlahan ia menggelengkan kepalanya pelan. "Batalkan janjimu hari ini dan kamu ikut denganku. Sekarang!" ucapnya dengan suara tegas sehingga membuat wajah Green kecewa.

"Maaf, aku tidak bisa memenuhi permintaan, Pak Gavin!" tolak Green berani sehingga membuat Gavin mengernyitkan dahinya karena tak menyangka Green berani menentangnya.

"Kamu pikir janjimu lebih penting dari permintaanku?" tanya Gavin gusar.

Green tak menyahut dan terus melangkah pergi meninggalkan Gavin begitu saja keluar dari pintu belakang kafe yang sepi dan tak ada orang karena semua orang sibuk melayani tamu hari itu yang begitu ramai pengunjung. Tiba-tiba sebuah tangan memegang lengannya, sehingga membuat Green terkejut. Ia mendapati Gavin menatapnya dengan wajah serius tanpa senyum.

"Kamu pikir hanya kamu saja yang punya janji penting? Egois sekali kamu ini. Aku banyak sekali membatalkan janji penting hari ini karena masalah mendadak yang kuhadapi sekarang. Dan kamu tahu, janji yang sudah kubatalkan itu adalah proyek yang berkaitan dengan perusahaan ini dan masa depan semua karyawan di sini. Jadi kumohon, tolong jangan keras kepala dan ikut denganku sekarang!" suruh Gavin tegas dan mengajak Green menuju ke arah parkir mobil di belakang kafe.

Green berusaha melepas tangan Gavin dari lengannya dengan wajah kecewa. "Baiklah, aku akan ikut Pak Gavin. Tapi tolong, lepaskan tanganku dulu," pinta Green akhirnya mengalah. "Beri aku waktu untuk membatalkan janji dengan temanku dulu," jelasnya dengan suara bergetar karena menahan rasa kecewanya.

Gavin menatap Green tajam kemudian perlahan melepas pegangan tangannya dari lengan Green. "Cepetan, kita tak bisa lama-lama di sini," suruh Gavin tak sabar sambil melihat situasi di sekelilingnya karena khawatir ada karyawan lain melihat mereka. 

Dengan tangan gemetar, Green mengambil ponsel dari dalam tasnya dan menghubungi Priyanka dengan wajah sedih. Suaranya terdengar berat saat membatalkan janji siang itu. Selesai menelepon, terlihat kedua matanya berkaca-kaca karena menahan kekecewaannya. Ia sama sekali tak peduli Gavin menatap wajahnya dengan tatapan tajam.

'Kak Alim...,' keluh Green dengan wajah sedih dalam hati.

Harapan Green untuk bertemu dengan Kak Alim sirna sudah hari itu. Bertahun-tahun lamanya menantinya pulang, sekarang ia harus melepas kesempatan bertemu dengannya. Ia gagal menemuinya karena bos galak yang bernama Gavin Adhitama. Green ingin sekali menangis karena sedih. Ia benar-benar kecewa hari itu!

***

Dengan wajah tak antusias Green mengikuti langkah Gavin ke halaman parkir mobil di bagian belakang kafe. Sampai di halaman parkir, wajahnya tampak terkejut karena melihat Keiza berdiri di depan mobil sedang menunggu mereka berdua. Green dan Keiza saling pandang sesaat dengan wajah sama-sama terkejut. Terlihat jelas dari raut wajah Keiza jika gadis ramping itu tak menyangka jika Gavin akan datang bersama Green.

"Mari masuk mobil, Green," sapa Keiza dengan senyum ramah dan berusaha bersikap sewajar mungkin.

Green hanya mengangguk pelan dan mengikuti langkah Gavin menuju mobil. Saat Gavin berdiri di hadapan Keiza, ia langsung mengambil kunci mobil dari tangan Keiza cepat.

"Biar aku yang setir mobilnya," ucap Gavin singkat dan bergegas masuk ke dalam mobil dan duduk belakang setir mobil. Tak lama kemudian Keiza masuk ke mobil dan langsung duduk di depan, tepat di samping Gavin.

Green tanpa banyak bicara, membuka pintu mobil bagian belakang kemudian duduk di mobil dengan wajah tak antusias. Hari itu ia benar-benar sedang kecewa memikirkan kegagalannya bertemu dengan Kak Alim. Selama perjalanan, Green sama sekali tak banyak bicara. Ia hanya duduk diam membisu di belakang. Hati Green benar-benar kecewa dan sedih karena gagal menemui Kak Alim. Green rasanya ingin menangis saat itu juga tapi tak mungkin dilakukannya saat ia sedang bersama Gavin dan Keiza.

'Seperti apakah Kak Alim sekarang? Bagaimana keadaannya? Apakah dia sehat dan baik-baik saja?'  tanya Green dalam hati dengan wajah mendung.

Kedua bola mata Green yang berwarna indah terlihat menerawang jauh melalui kaca mobil selama perjalanan, hingga ia tak menyadari mobil yang ditumpanginya berhenti di depan sebuah rumah besar di kawasan perumahan di daerah Pakem atau daerah mendekati arah Kaliurang yang udaranya lebih dingin. Tahu-tahu pintu mobil dibuka dari luar dan melihat Gavin berdiri dengan wajah masam ke ke arahnya. Tatapan matanya tajam dan terlihat tak senang.

"Dari tadi melamun terus selama perjalanan," tegur Gavin saat Green keluar dari dalam mobil.

Di depan halaman sebuah rumah besar dan bagus yang bercat warna biru muda, Green hanya berdiri dengan bibir membisu. Ia melihat Keiza membuka pintu rumah besar tersebut dan tampak sudah terbiasa dengan rumah itu. Sedangkan Gavin tampak berdiri di samping Keiza dengan sikap acuh sambil kedua tangannya masuk ke saku celana panjangnya yang membalut kakinya yang panjang.

Ketika pintu rumah berhasil dibuka, Keiza menoleh ke arah Gavin dan Green dengan sikap ramah. "Silakan masuk," ajaknya.

Green masih berdiri dengan wajah bingung, rumah siapakah itu dan untuk apa sebenarnya mereka datang ke rumah itu? Ia masih berusaha mencerna situasi saat itu ketika tiba-tiba Gavin melangkah mendekatinya dan langsung menggandeng tangan kanannya erat. Gavin tanpa banyak cakap mengajaknya masuk ke dalam rumah itu sambil menoleh ke arah Green dengan raut wajah serius tapi Green tak bisa membaca makna tatapan matanya yang dalam itu.

****


DEAL WITH YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang