62. FIRE

494 54 10
                                    

Gavin mondar-mandir di ruang santai di rumahnya sambil memegang ponsel dengan wajah gusar. Pria bertubuh pas berbahu lebar itu mengenakan kaos hitam berlengan pendek dengan celana panjang berwarna hitam. Gavin tampak kesal karena kesulitan menghubungi ponsel Green yang tak bisa dihubungi sejak pulang dari rumah sakit menjenguk Tante Maya.

Gavin gelisah semenjak melihat Green pergi bersama Aryo. Ia tak habis pikir bagaimana mereka bisa bertemu dan tampak begitu akrab? Kenapa Green tak pernah cerita jika ia berteman dengan Aryo? Ada apa di antara mereka berdua? Gavin benar-benar tak suka dengan pertemuan tadi apalagi ketika Green tampak acuh bahkan menentangnya dengan menolak uluran tangannya.

"Kenapa dia sama sekali tidak bisa dihubungi?" keluh Gavin kesal karena ponsel Green tak bisa dihubungi sama sekali begitu juga dengan whatsapp-nya. Dikirim pesan pun tak ada tanda di-read dan hanya centang satu.

Dengan wajah masih terlihat gusar, Gavin berjalan ke arah sofa kemudian duduk dengan kesal lalu menyandarkan kepalanya di bahu sofa. Gavin sesaat memejamkan matanya yang tajam dengan pelan. "Ayolah Green angkat teleponku," ucap Gavin penuh harap sambil menggenggam erat ponselnya.

Gavin membuka kedua matanya pelan lalu membuka ponselnya. Jari tangannya dengan cekatan menulis sebuah pesan whatsapp ke nomor Green lagi untuk kembali memastikan nomor ponsel Green aktif atau tidak. Tak sampai dua menit, Gavin kembali membuka ponsel lagi dengan gelisah karena tidak ada balasan sama sekali dari Green. Sekali lagi Gavin menulis pesan dan mengirimnya lagi, hingga ia tak menyadari malam semakin larut. Gavin bahkan tak menyadari bahwa sudah berapa banyak pesan ia kirimkan ke Green dan tak satu pun belum dibaca oleh Green. Gavin sama sekali, tidak tahu bahwa Green malam itu tidak berada di rumah atau membuka ponselnya karena Green malam itu berada di Kafe Mix.

***

Kafe Mix jam sepuluh malam.

Green terlihat mendatangi gardu satpam di mana Pak Panji dan Pak Soleh sedang berjaga-jaga. Mereka tertegun melihat Green datang dengan wajah bingung padahal Mix sudah tutup baru saja. Gadis itu terlihat datang diantar kakaknya dengan motor bebek tua di parkiran motor.

"Mbak Green, ngapain ke sini? Bukannya hari ini tidak ada shift kerja malam?" tanya Pak Panji heran.

"Pak Panji, boleh tidak aku masuk ke dalam kafe? Aku kehilangan barang, kemungkinan terjatuh di dalam saat kerja siang tadi?" tanya Green bingung sambil menoleh ke arah kakaknya Blue yang menunggunya di parkiran motor.

Pak Panji dan Pak Soleh saling berpandangan kemudian terlihat mereka tersenyum ramah. "Ayok, aku antar, Mbak. Jangan tegang, begitu?" ujar Pak Panji ramah sambil melangkah menuju pintu belakang pintu coffee shop tanpa melihat Green tampak tersenyum senang mendengar jawabannya.

Setelah pintu kafe dibuka, Pak Panji mengantar Green masuk ke dalam ruang pengunjung. Green bergegas mencari sesuatu dengan hati-hati di sela-sela kursi pengunjung sehingga Pak Panji menatapnya heran.

"Apa sih yang dicari, Mbak?" tanya Pak Panji heran.

"Gantungan tas berbentuk panda dari bahan logam aluminium," jawabnya lirih. "Itu pemberian teman. Nggak enak kalau sampai hilang, Pak," jelas Green dengan wajah gelisah.

Pak Panji manggut-manggut kemudian minta ijin pergi meninggalkan Green karena harus berkeliling mengecek area kafe malam itu. Di dalam gedung, Green sendirian berusaha mencari dengan sungguh-sungguh hingga sampai ke daerah dapur, walau ia sama sekali tak berhasil menemukan barang yang dicarinya itu. Hampir selama tiga puluh menit mencarinya ke seluruh sudut ruangan di gedung Kafe Mix tapi tak ditemukan juga, akhirnya Green putus asa dan memutuskan menghentikan pencarian karena hasilnya tetap nihil.

Dengan wajah lesu, Green keluar dari Kafe Mix menuju ke arah Blue, kakaknya yang masih setia menunggunya. Saat meninggalkan kafe, Green terlihat begitu kecewa mengingat barang pemberian Keiza tiba-tiba hilang padahal benda itu selalu tergantung erat di tasnya. Ia tak habis pikir bagaimana gantungan kunci itu bisa lepas dari tasnya?

***

Tiga jam kemudian.

Gavin berdiri tertegun memandang gedung Coffee Shop miliknya dengan pandangan kuyu. Matanya tak percaya melihat kepulan asap dari dalam dapur. Sebagian ruang pengunjung habis dimakan api dan tampak beberapa petugas pemadam kebakaran berusaha memadamkan api dengan sekuat tenaga. Air terlihat mengucur deras ke mana-mana agar api yang datang dari dapur bisa segera padam. Gavin hanya bisa termangu menatap gedung yang dibangunnya dengan susah payah, sekarang hanya tinggal puing-puing gedung hitam.

Satu jam yang lalu, Pak Panji menghubungi Gavin dan memberitahu kalau Kafe Mix terbakar sehingga ia cepat-cepat datang ke tempat itu. Saat sampai di Kafe Mix, Gavin melihat para petugas pemadam kebakaran sedang berusaha memadamkan api yang masih berkobar besar. Tak ada korban yang jatuh hanya gedung yang tak bisa diselamatkan lagi. Gedung yang selamat hanyalah kantor administrasi dan ruangannya sendiri.

Gavin masih berdiri diam dengan pakaian seadanya. Ia mengenakan kaos hitam dan celana denim biru serta sandal jepit rumahannya. Tak lama kemudian beberapa karyawan inti mulai datang. Wajah mereka semua melongo tak percaya melihat tempat kerja mereka hangus terbakar. Termasuk Mbak Sandra yang masih memakai piyama tidur hanya terbengong-bengong melihat gedung tempatnya bekerja selama ini bangunannya hangus terbakar.

Gavin masih diam membisu ketika dia merasakan sebuah tangan halus memegang lengan kanannya pelan.

***

Note :

Dear Readers,

Novel saya berjudul Pilihan Asmara ( kisah ibu pengganti yang ingin mengenal anaknya) sekarang bisa dibaca di fizzo, free)
Yang tertarik dan suka kisah menyentuh bisa meluncur ke fizzo atau juga bisa di novelme, complete.

Jika mau baca, siapkan tissue ya 😊

Untuk trailernya bisa cek di akun youtube saya yang ada di bio. Terima kasih 🙏

DEAL WITH YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang