41. BUKAN GADIS RECEH

886 69 3
                                    

Dua puluh menit kemudian setelah bertemu Aryo,  Green berjalan berdampingan dengan Priyanka menyusuri pinggir jalan meninggalkan perusahaan milik Aryo menuju ke arah mobil Priyanka yang terparkir tak jauh dari tempat itu. Priyanka yang bertubuh ramping itu menatap Green dengan wajah bingung mengetahui kenalan Green yang dianggapnya bukan orang biasa.

"Kamu kenal dengan Kak Aryo di mana?" tanya Priyanka heran. "Tumben kamu kenal dengan orang yang begitu kaya macam dia? Aku dengar dari para pekerja di tempat tadi, kalau keluarga Kak Aryo itu cukup dikenal di Jakarta. Dia anak orang berpengaruh dan dari keluarga pengusaha besar dan sukses di Jakarta. Usahanya tadi cuma sebagian kecil dari perusahaan keluarganya di Jakarta dan dia itu anak tunggal. Dia pasti calon pewaris tunggal yang tajir  melintir. Bagi keluarga seperti mereka, uang yang jumlahnya banyak adalah hal yang biasa."

"Yah, kenal saja dari seorang teman saat kerja part time," jawab Green singkat agar Priyanka tidak tanya macam-macam lagi. Ia tak mau teman dan keluarganya mengetahui masalah perjanjian itu.

"Teman siapa?" tanya Priyanka dengan mata menyipit karena masih curiga.

"Teman karena bekerja," sahut Green singkat.

Priyanka menghentikan langkahnya sambil berkacak pinggang dengan tatapan curiga dan tak mempercayai perkataan Green. "Pasti ini ada hubungannya dengan bosmu di Mix, kan?" tebaknya dengan suara gusar sehingga membuat langkah Green terhenti dan hanya berdiri membisu tanpa berani menoleh ke belakang. "Kau pikir aku tak tahu tentang hubunganmu dengan Pak Gavin di sana. Marcelin  cerita padaku, kalau akhir-akhir ini kamu dekat dengannya. Marcelin juga bilang kalau kau tertekan di Mix, karena gosip yang beredar sekarang ini mengaitkan hubunganmu dengan Pak Gavin, sehingga kamu tak nyaman bekerja di sana. Aku juga tahu, kamu berusaha menghindari Pak Gavin karena ingin mengurangi tuduhan itu. Kamu mengenal Kak Aryo karena Pak Gavin, bukan?" ujar Priyanka yakin.

Green perlahan menoleh ke belakang dan menatap ke arah Priyanka. "Aku sama sekali tak ada hubungan apa pun dengan Pak Gavin, hanya sebatas bos dan karyawan," jawab Green. "Jika kalian melihatku bersamanya, itu semata-mata karena aku terpaksa. Aku sudah terlanjur berjanji dengannya," jelas Green dengan serius.

"Apa yang sudah kamu lakukan?" tanya Priyanka khawatir sambil melangkah ke arah Green. "Jangan katakan kamu 'menjual harga dirimu' padanya. Aku tak akan memaafkanmu jika kamu sampai melakukan hal itu," ujar Priyanka dengan raut wajah tegang. Ia tak berani membayangkan teman baiknya itu melakukan hal buruk yang ditakutkannya.

Green menatap Priyanka tajam. "Memangnya aku serendah itu? Apa kau tak mengenalku sama sekali? Aku tak mungkin melakukan tindakan ceroboh yang bisa merugikan masa depanku sendiri. Aku memang sekarang bukan dari keluarga mampu seperti dulu, tapi banyak sedikitnya harta tak akan membuat harga diriku sebagai perempuan, menjadikanku begitu receh di mata laki-laki."

"Maaf, bukan maksudku seperti itu, Green. Aku hanya khawatir padamu dan tak mau kau menyesal nantinya. Aku mengerti posisimu sekarang. Apalagi Pak Gavin memiliki kemampuan finansial yang cukup bagus. Semua gadis pasti berlomba ingin dekat dan menjadi kekasihnya. Aku sudah pernah melihat Pak Gavin saat lomba kemarin dan tak bisa dipungkiri, dia memang memiliki daya tarik secara fisik dan penampilan," sahut Priyanka jujur.

"Kamu harus tahu, aku tak pernah tertarik dengannya sejak awal," jelas Green tegas saat melihat kekhawatiran di wajah Priyanka. "Aku harus berpikir dua kali untuk menjalin hubungan dengan laki-laki sekarang ini, apalagi seperti Pak Gavin. Aku sudah pernah terluka dan tak ada waktu untuk memikirkan soal laki-laki dan hubungan cinta. Aku sekarang hanya ingin menunggu Kak Alim pulang. Aku akan sabar menantinya. Aku hanya ingin bertemu dengannya!" tegas Green dengan sungguh-sungguh.

Priyanka terdiam mendengar penjelasan Green barusan. Ia tahu betul bagaimana Green selalu berharap bisa bertemu dengan Kak Alim, tetangga rumahnya dulu. Sejak mereka berteman di SMA, Green selalu bercerita tentang sosok bernama Kak Alim yang benar-benar seperti memiliki tempat spesial di hatinya.

Priyanka tak tahu apa yang menyebabkan Green selalu sabar menantinya dan ingin bertemu dengan tetangganya itu. Green hanya mengatakan bahwa ia ingin mengucapkan tiga kata untuk Kak Alim ketika bertemu dengannya setelah penantiannya yang begitu lama.

"Oke, aku percaya padamu," jawab Priyanka mengangguk. "Sekarang, kita pulang dan lupakan pembicaraan kita baru saja," ajak Priyanka sambil tersenyum lalu menarik tangan Green menuju ke arah mobilnya dan menyuruh teman baiknya itu agar tersenyum karena wajah Green sedari tadi tampak serius.

***

Tiga hari kemudian di Coffee Shop Mix.

Gavin sedang berada di ruang kerja ketika mendengar ada pesan masuk ke ponselnya. Ia perlahan membuka pesan itu dan dahinya langsung berkerut karena tumben Green mengirim pesan untuknya. Jarang-jarang gadis itu menghubunginya atau mengirim pesan untuknya. 

'Pak Gavin, Kak Aryo ada di Jogja sekarang. Hanya memberitahu saja. Aku tak sengaja melihatnya,'  tulis Green dalam pesan singkat di ponsel, seakan mengingatkan Gavin.

Gavin serentak menutup ponsel dengan wajah mengerut. Perlahan tubuh tegapnya beranjak dari kursi dan membuka pintu ruangannya dengan cepat. Dilihatnya Mbak Sandra menunduk takut saat melihatnya, tapi Gavin tak mengacuhkannya dan berjalan menuju ke tempat para pengunjung kafe.

Hampir semingguan ini Gavin tak melihat sosok Green, gadis itu seakan bersembunyi darinya. Jika dilihat dari absen karyawan part time,  Green selalu hadir tapi  anehnya Gavin tak pernah melihatnya. Gavin merasa Green sengaja menghindarinya dan tak ingin bertemu dengannya.

Saat Gavin hendak melangkah masuk kembali ke ruangannya, matanya yang tajam melihat bayangan Green masuk ke dalam toilet kafe. Gavin bergegas mengikutinya secara diam-diam. Wajahnya langsung terkejut saat melihat Green tengah membersihkan toilet pengunjung tanpa mengetahui jika Gavin berdiri tak jauh darinya.

"Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Gavin dengan suara bergetar sambil melihat ke arah Green. Ia berusaha menahan perasaannya yang berkecamuk melihat gadis itu bekerja membersihkan toilet yang jelas-jelas bukan tugasnya.

Green serentak menoleh mencari suara itu dan wajahnya langsung kaget melihat sosok Gavin sudah berdiri di depan pintu toilet dengan wajah tegang dan terlihat menahan emosi.

"Pak Gavin?" gumam Green dengan suara gugup.

***

DEAL WITH YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang