61. EMOSI 4 HATI

553 62 17
                                    

Gavin melangkah memasuki pintu masuk cafe and bakery bersama dengan Keiza. Mereka berempat tak sengaja saling bertemu di tempat itu dengan wajah sama terkejutnya. Aryo yang ada di samping Green tampak tenang dan hanya tersenyum tipis. Aryo tak terlalu kaget saat melihat Keiza dan Gavin bersama. Ia masih tampak wajar saat Keiza dan Gavin menuju ke arah meja mereka.

Green diam membisu saat melihat Gavin dan Keiza tiba di depan meja mereka. Ia tak berani memandang kedua mata Gavin yang terlihat tak senang dan sempat melihat tatapan Keiza yang berkerut heran.

"Ba-bagaimana kalian berdua bisa bertemu?" tanya Keiza kaget melihat Aryo dan Green datang bersama ke tempat itu.

Aryo mengambil kertas tissue di meja kemudian perlahan mengusap bibirnya pelan. Perlahan pria itu berdiri sambil menatap Keiza dan Gavin dengan sikap tenang. "Maaf, aku tak sengaja melihat Green di halaman Kafe Mix sendirian saat aku sedang keluar untuk menghabiskan jam istirahatku. Aku hanya ingin mengajaknya keluar sebentar saja. Tidak apa-apa, bukan?" tanya Aryo ke arah Gavin yang berdiri dengan kepala menunduk ke arah Green yang hanya duduk diam dengan wajah acuh.

"Kak Aryo tak perlu minta maaf karena Kak Aryo tak salah," sahut Green sehingga membuat Gavin menyipitkan kedua matanya ke arah Green.

"Kupikir kamu sibuk, jadi aku meminta Gavin untuk mengantarku ke...?" Belum sampai selesai Keiza berbicara, jari telunjuk Aryo langsung menutup bibirnya pelan supaya tak meneruskan kata-katanya lagi.

"Aku percaya padamu," ucap Aryo pelan dengan wajah biasa saja tanpa emosi ke arah Keiza.

Sesaat mereka berempat saling diam dengan suasana kaku, ketika perlahan tangan kanan Gavin terulur ke arah lengan kiri Green. "Ayok, kuantar kamu pulang," ajak Gavin sambil menarik tubuh Green supaya berdiri dari tempatnya duduk.

"Aku pulang bersama Kak Aryo saja!" tolak Green sambil menyentakkan tangannya pelan sehingga membuat raut wajah Gavin tampak terkejut. "Kak Keiza lebih memerlukan bantuan, Pak Gavin," lanjutnya lagi dengan memalingkan wajahnya ke arah lain dan tak mau melihat wajah Gavin.

Mendengar jawaban tegas Green, Gavin hanya diam sesaat sambil menghela nafas berusaha mengatur emosi yang terasa bergemuruh dan dadanya terasa sesak. Ia kemudian beralih ke arah Aryo yang sejak tadi terlihat tenang. "Aryo, tolong jaga dia," pinta Gavin.

"Green, pasti akan kujaga." Aryo mengangguk pelan sambil tersenyum.

Gavin kemudian melangkah pergi diikuti Keiza yang berjalan di belakangnya dengan wajah sama tegangnya. Mendadak Gavin memutuskan tak jadi membeli makanan di tempat itu. Langkah kakinya yang panjang begitu tegas  menuju ke mobilnya yang terparkir di halaman. Dari balik kaca, Green menatap punggung Gavin menjauh dengan wajah tanpa senyum.

"Kak Aryo tidak sedih melihat Kak Keiza pergi dengan pria lain?" tanya Green tiba-tiba sambil menoleh ke arah Aryo yang masih berdiri di dekatnya.

Mendengar pertanyaan Green, Aryo hanya tersenyum kecil lalu kembali duduk di kursinya. "Lebih baik kita lanjutkan menikmati hidangan kita saja," sahutnya tanpa menjawab pertanyaan Green dengan sikap masih tenang. "Kita tidak usah mikir yang rumit-rumit," ujarnya lagi.

Mendengar jawaban Aryo, Green tampak heran dan tertegun. Aryo masih saja tetap terlihat santai dan tenang walau jelas-jelas tunangannya pergi dengan lelaki lain dan itu adalah mantan kekasihnya.

***

Gavin menatap Tante Maya yang terbaring lemah di ranjang rumah sakit di salah satu rumah sakit swasta besar yang ada di tengah kota. Wanita itu masih tak sadarkan diri dengan peralatan medis di sekujur tubuhnya. Beberapa waktu yang lalu, Keiza menghubunginya agar Gavin membantu menolong Tante Maya yang drop tak sadarkan diri di rumahnya. Keiza tak bisa membawanya ke rumah sakit karena tak kuat mengangkat tubuhnya.

Awalnya Gavin menolak karena rasa sakit hati yang masih menyelimutinya karena kebohongan mereka berdua, tapi hati nuraninya sebagai manusia tak tega membayangkan Tante Maya sangat membutuhkan bantuan saat itu. Ia teringat bagaimana ibunya dulu juga mengalami hal yang sama seperti itu dan tubuhnya harus segera mendapat pertolongan medis.

 Gavin kemudian melangkah keluar dari kamar rawat Tante Maya dan mendapati Keiza duduk di depan kamar dengan wajah lelah. Hampir seminggu lebih mereka bergantian menjaga Tante Maya di rumah sakit. Gavin jadi jarang ke kantor dan perhatiannya menjadi tidak fokus dalam pekerjaan maupun masalah pribadinya.

"Mulai besok kau yang menjaga Tante Maya," ujar Gavin lirih ke arah Keiza yang langsung menatapnya kaget. "Kamu bisa membayar orang untuk membantumu menjaganya di sini atau kamu memberitahu Aryo tentang hal ini. Aku yakin dia akan membantumu."

"Apa maksudmu, Gavin?" tanya Keiza terkejut.

"Aku pamit. Aku masih punya banyak pekerjaan yang menumpuk di kantor dan urusan pribadiku. Aku harus kembali," jawab Gavin pelan sambil melangkah  pergi.

Saat Gavin berjalan melewati Keiza yang sedang duduk,  mendadak kedua tangan Keiza memegang pergelangan tangan kiri Gavin dengan erat. "Jangan pergi, Gavin!" pinta Keiza dengan suara panik. "Aku membutuhkanmu...," lanjutnya dengan kedua mata berkaca-kaca.

Gavin menunduk menatap Keiza dengan raut muka terlihat letih. "Jangan gunakan Tante Maya sebagai alasan agar kita bisa dekat lagi seperti dulu. Aku membantumu karena Tante Maya memang sedang butuh pertolongan sebagai rasa kemanusiaan. Bukankah tiap orang harus saling menolong tanpa melihat latar belakang kita yang berbeda atau alasan apa pun?" jawab Gavin lirih. "Karena aku menolong kalian kali ini, itu juga bukan berarti aku ingin memperbaiki hubungan kita lagi. Perbuatan kalian yang membohongiku selama ini, memang membuatku kecewa dan sangat sakit hati, tapi ada seseorang yang mengatakan padaku bahwa dendam tak akan menyembuhkan luka. Dan hari ini aku baru menyadari bahwa selama ini telah memaksakan diriku untuk tak mengakui atau mendengar suara hatiku sendiri. Sekarang aku harus memperbaikinya sebelum semuanya terlambat," jelas Gavin dengan wajah serius sehingga membuat Keiza makin menangis.

"Apakah karena gadis itu? Green?" tanya Keiza sedih sambil memegang tangan Gavin lebih erat seakan tak mau melepaskan pegangannya.

Gavin pelan-pelan melepaskan pergelangan tangan kirinya dari genggaman Keiza. "Kau harus ingat, Keiza. Green itu kekasihku sekarang. Aku ingin kepedulian Green hanya untukku seorang," jawab Gavin dan perlahan melangkah pergi meninggalkan Keiza yang terisak menatapnya.

"Ini tak adil. Kau dulu begitu mencintaiku... Gavin," isak Keiza sedih menatap tubuh Gavin makin menjauh darinya dan tak lama menghilang dari pandangannya.  Airmatanya yang bening mengalir jatuh membasahi wajahnya yang cantik.

***

DEAL WITH YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang