58. AMARAH DAN LUKA

571 55 8
                                    

Pukul delapan malam, Green terlihat berdiri di depan Kafe Mix yang masih ramai dikunjungi customer. Malam itu, ia terpaksa ke Kafe Mix walau bukan jadwal kerjanya karena Gavin tiba-tiba saja menyuruhnya datang. Gadis berbibir mungil itu melangkah ke ruangan administrasi yang gelap diantar Pak Panji salah seorang sekuriti hingga sampai di depan ruangan Gavin.

"Pak Panji, tolong jangan bilang siapa-siapa jika aku ke sini," pinta Green sambil menatap ke arah sekuriti kafe yang dikenalnya dengan baik itu. "Jangan berpikiran macam-macam tentang aku dan Pak Gavin. Kalau disuruh pilih aku tak ingin ke sini, tapi berhubung pimpinan kita yang menyuruh, aku tak bisa menolaknya. Tahu sendiri, jika masalah pekerjaan aku tak bisa menolaknya," jelas Green dengan wajah jujur.

Sekuriti berbadan berisi itu tersenyum kecil dan mengangguk pelan. "Tak usah khawatir, Mbak. Aku tahu betul siapa Mbak Green," jawab Pak Panji dengan senyum lugunya.

"Terima kasih Pak Panji," ucap Green dengan senyum tipis saat melihat Pak Panji melangkah pergi meninggalkannya.

Green tak mau kejadian seperti dulu terulang lagi, prasangka negatif tentang hubungannya dengan Gavin sehingga mempengaruhi pekerjaannya. Ia tahu hidup itu tak selamanya dipenuhi orang jujur dan baik hati. Rasa iri dan kecemburuan terkadang menodai sebuah pertemanan bahkan sebuah persahabatan apalagi hubungan pekerjaan yang penuh kompetisi dalam meniti tangga berkarir.

Di depan pintu ruang kerja Gavin, Green berdiri kaku sambil melihat ruangan kerja Gavin yang terlihat sepi dan gelap dari balik kaca. 'Jangan-jangan dia mempermainkanku lagi?' batin Green dengan wajah curiga sambil membuka pintu ruangan itu yang ternyata tak terkunci.

Di dalam ruangan Green sangat terkejut melihat sosok Gavin ternyata ada di dalam ruangannya. Ia melihat Gavin tengah duduk di kursi sofa panjang dengan wajah menunduk dengan kedua siku tangannya tertumpu pada kedua lutut kakinya. Di sampingnya ada sebuah lampu kecil remang-remang yang memantulkan wajah Gavin dari samping. Ia bisa melihat raut wajah Gavin yang tampak mendung dan muram.

"Terima kasih kamu sudah mau datang ke sini," ucap Gavin lirih hingga membuat Green berdiri tertegun sambil berdiri di depan pintu. Kedua jari tangannya memegang tali tas selempangnya.


* cerita lengkap bab ini, ada di Karya Karsa akun #KANUNA


DEAL WITH YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang