63. MIX & HURT

509 55 8
                                    

Saat Gavin menoleh ke samping, dilihatnya Keiza berdiri di sampingnya dengan baju hangat yang menutupi tubuh rampingnya.

"Aku ikut sedih dengan kejadian hari ini, Gavin," ucap Keiza sambil memandang wajah Gavin yang menatapnya dingin.

"Dari mana kamu tahu kejadian ini?" tanya Gavin dingin.

Keiza tersenyum lembut. "Sandra meneleponku di rumah sakit."

Gavin tak menyahut kemudian menatap ke arah gedung Kafe Mix dengan wajah serius. "Aku tak butuh simpati siapa pun, sudah resiko seorang wiraswasta," sahutnya lirih dengan tatapan mata terlihat berpikir.

"Apa kau sudah asuransikan gedung ini?" tanya Keiza ingin tahu.

Gavin mengangguk pelan. "Ezzel yang handle, tapi bukan berarti kerugian ini bisa langsung diklaim karena kita harus memenuhi beberapa syarat untuk mengajukan klaim kebakaran. Pasti pihak perusahaan asuransi akan mempelajari case-nya penyebab kebakaran ini, apakah klaim itu valid atau invalid," jawabnya pelan.

Keiza mempererat pegangannya di lengan Gavin dan merebahkan kepalanya ke bahu Gavin yang lebar. "Aku harap kebakaran ini bukan karena ulah seseorang yang jahat padamu," gumam Keiza dengan nada suara khawatir sehingga membuat Gavin menoleh ke arah Keiza dan melepaskan diri tubuh Keiza dari tubuhnya.

"Maksudmu ini kebakaran yang disengaja?" tanya Gavin dengan mata menyipit

Keiza mengangguk pelan. "Mungkin saja, kan?" jawabnya.

Gavin tersenyum tipis dengan wajah sinis. "Buang pikiran seperti itu. Ini musibah, aku yakin semua karyawanku tak ada niat jelek. Aku mengenal mereka dengan baik," ucapnya yakin. "Sekarang, pulanglah. Nanti Tante Maya tidak ada yang menjaga di rumah sakit. Lagipula, aku tak mau Aryo berprasangka buruk jika melihatmu di sini bersamaku," ujar Gavin lagi sambil melangkah pergi menuju ke arah beberapa karyawannya yang datang sebagai bentuk rasa simpati dan kepeduliannya terhadap perusahaan.

Gavin dengan sikap acuh meninggalkan Keiza yang memegang erat baju hangatnya dengan tatapan kecewa melihat penolakan Gavin padanya. Mantan kekasihnya itu benar-benar sudah melupakan hubungan mereka selama ini. Gestur bahasa tubuhnya terlihat jelas menolak dirinya, Gavin tak suka dan tak nyaman jika mereka saling berdekatan. Dan itu membuat Keiza benar-benar terluka dan sedih. Ia tak pernah membayangkan, pria yang dulu begitu mencintainya sekarang, pergi meninggalkannya, bahkan tak mau lagi peduli padanya.  Sikap Gavin benar-benar jauh berubah, pria itu begitu dingin dan acuh terhadapnya. 

***

Saat keluar dari rumah kontrakan barunya di daerah Depok Sleman, Green menyalakan ponsel pagi itu dengan wajah cerah. Gadis itu terlihat segar dengan mengenakan kemeja panjang berlengan pendek berwarna putih selutut yang dipadu dengan celana denim biru yang pas di tubuhnya yang ramping. Green bersiap-siap berangkat ke Kafe Mix dengan tas ransel yang berisi catatan dan buku kuliahnya.

Matanya yang bagus serentak menyipit, saat melihat begitu banyak pesan WA yang masuk di ponselnya dan semuanya berasal dari Gavin. Dan juga ada beberapa pesan yang ada di group pekerja Kafe Mix serta teman-temannya. Green baru sadar kalau semalam, ia tak sempat menghidupkan ponsel karena ia langsung tertidur. Green semalam hanya memikirkan gantungan kunci panda pemberian Keiza yang hilang. Ia merasa tak enak jika hadiah itu sampai hilang.

Green pelan-pelan membaca satu persatu pesan dari Gavin dan wajahnya yang tadinya serius tiba-tiba terhias senyum tipis penuh arti. 'Maaf.......aku salah....,tulis Gavin di pesan WA yang jumlahnya begitu banyak untuknya. 'Jangan pergi dengan laki-laki lain selama masih terikat perjanjian denganku. Jangan pergi dengan Aryo. Ingat itu!' tulis Gavin dengan huruf besar sebagai tanda penekanan.

Green hanya menggelengkan kepalanya pelan membaca pesan WA terakhir yang dikirim Gavin untuknya. "Dasar, bos aneh!" ucapnya sambil menutup ponsel dengan dengan mata menyipit tanpa sempat membuka pesan WA dari group pegawai Kafe Mix dan teman-temannya.

Dengan langkah mantap Green kemudian menuju jalan raya menuju ke halte bis umum. Green sama sekali tak tahu bahwa semalam Kafe Mix mengalami kebakaran karena ia tak membuka pesan WA di group pekerja part time di Kafe Mix,  karena biasanya di group semua orang hanya mengobrol hal-hal yang tak penting.

Sampai di halaman coffee shop, Green berdiri dengan wajah termangu. Gedung Kafe Mix yang bagus dan megah, sekarang tinggal gedung berwarna hitam karena terbakar. Beberapa temannya terlihat berkumpul di depan ruang administrasi dengan wajah sedih. Green serentak berlari ke arah mereka dengan wajah bingung.

"Kiko, apa yang terjadi? Kenapa bisa terjadi kebakaran?" tanyanya bingung ke arah salah satu temannya yang hanya bisa menggerakkan bahunya pelan.

"Aku tahu info kebakaran ini dari group WA, saat aku ke sini semua sudah seperti ini. Berarti kita tak bisa bekerja lagi, Green," jawab Kiko sedih. "Kafe Mix sudah tak bisa berjalan lagi. Mungkin butuh waktu lama untuk membangunnya lagi karena jelas biayanya tak sedikit."

"Aku belum sempat buka group WA pagi ini," ujar Green tak percaya dengan musibah yang terjadi di Kafe Mix. "Bagaimana dengan Pak Gavin?" tanyanya dengan nada khawatir.

Kiko mengangkat tangannya dan menunjuk ke arah gedung yang masih bisa diselamatkan. "Kak Gavin dan Kak Ezzel ada di dalam ruang kerja mereka. Sepertinya mereka sedang membahas masalah klaim asuransi kebakaran. Tadi juga sudah ada salah dua petugas asuransi datang menemui mereka. Mereka sudah lama di dalam ruangan Kak Gavin. Petugas asuransi tadi lama berkeliling di dalam gedung yang terbakar, sepertinya memeriksa sesuatu dan mengeceknya," jelas Kiko sehingga membuat Green terdiam.

Green perlahan menoleh ke arah pintu ruang kerja Gavin dan melihat pria berkulit bersih itu  sedang berbicara serius dengan orang – orang dari pihak asuransi. Tak beberapa lama dilihatnya Gavin dan Ezzel mengantar dua petugas asuransi ke halaman parkir mobil setelah beberapa lama mengadakan pertemuan dadakan pagi ini. Wajah Gavin dan Ezzel terlihat lelah dan tanpa senyum.

Green menatap tubuh Gavin dengan tatapan sendu. Gavin masih memakai kaos hitam dan celana denim birunya dengan sandal jepitnya, menandakan sejak semalam Gavin tidak pulang ke rumah. Green bisa memahami perasaan Gavin saat itu, wajah pria berwajah angkuh itu, jadi terlihat lebih pendiam dan sesekali terlihat merenung dan tampak berpikir keras.

***

Catatan penulis :

-Yang ingin melihat trailer semua novel saya, silakan mampir ke akun youtube saya di KaNuna6411

- Jika ada yang mau baca free novel saya Pilihan Asmara , cuss ke Fizzo.

DEAL WITH YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang