10. MENANG SENDIRI

1.1K 113 4
                                    

Menuju ke Jakarta, Gavin dan Green menaiki pesawat garuda di kelas bisnis dan selama perjalanan mereka saling diam tanpa banyak bicara. Sampai di Bandara Udara Soekarno Hatta, Green berjalan pelan di belakang Gavin yang melangkah lebar menuju ke area penjemputan. Green tak bisa mengimbangi langkah Gavin karena mengenakan sepatu berhak tinggi sehingga harus berhati-hati. Ia melihat Gavin memegang ponsel dan menghubungi seseorang dengan wajah serius beberapa saat lamanya. Selesai berbicara dan menutup ponsel, Gavin menoleh ke belakang dan wajahnya mengerut saat tersadar Green tertinggal di belakangnya.

"Bisa cepet nggak, sih?" tanya Gavin tidak sabar sambil melangkah mendekati Green. Tanpa banyak cakap, tangan kanannya terulur ke arah Green dan meraih telapak tangan kiri Green lalu menggenggamnya. Pria tegap itu kemudian menggandengnya menuju ke area penjemputan penumpang dan memperlambat langkahnya. 

Saat mereka berjalan bersamaan, tiap orang yang berpapasan menatap kagum melihat penampilan mereka yang serasi. Make-up natural Green membuat wajahnya makin cantik, belum lagi bagian bawah ruffle dress yang dikenakannya begitu menawan karena menjuntai dan terayun-ayun mengiringi tiap langkah Gavin yang tegas dan lebar.

Sampai di area penjemputan, sebuah mobil van mengkilat berwarna hitam telah menunggu mereka berdua. Muncul seorang Bapak Tua berkumis menyambut mereka dengan senyum ramah sambil membukakan pintu mobil bagian belakang.

"Kenapa baru datang, Pak Dono?" tanya Gavin gusar saat melihat sopir pribadi ayahnya datang terlambat sambil masuk ke dalam mobil diikuti Green yang duduk di sampingnya dan memilih diam.

"Maaf, Mas. Tadi saya harus antar dulu ayah Mas Gavin ke perusahaannya," terang Pak Dono dengan wajah takut saat masuk ke mobil, apalagi melihat wajah Gavin yang dingin dari balik kaca spion di depannya.

"Tak usah ngomongin soal Bapak," suruh Gavin dengan suara terdengar keberatan sehingga membuat Pak Dono terdiam. "Kita langsung menuju ke Four Seasons Hotel. Tunggu sebentar di sana, setelah itu antar ke bandara lagi. Kita langsung balik malam ini juga ke Jogja," suruh Gavin.

Pak Dono tak menyahut tapi kepalanya hanya mengangguk pelan sambil menjalankan mobil. Agak lama mereka bertiga berdiam diri di dalam mobil tanpa ada suara apa pun yang keluar dari bibir mereka.

Green hanya diam membisu karena memikirkan apa yang akan dilakukannya di pesta itu. Ia sedih karena harga dirinya benar-benar telah terbeli oleh Gavin. Rasa sesal tiba-tiba menyelinap ke dalam hatinya, tapi ia tak punya pilihan lain demi menyambung nyawa ayahnya.

"Kenapa diam terus?" Suara Gavin tiba-tiba mengagetkan Green yang melamun. "Kamu harus benahi riasan wajahmu, kita sedang menuju ke tempat acara," jelas Gavin sambil menunjuk wajah Green.

Tanpa banyak bicara Green mengambil alat rias dari dalam tasnya dan mulai membenahi riasan wajahnya semampunya, karena ia tak terbiasa berdandan selama ini. Setelah selesai, ia memasukkan kembali alat make-up-nya ke dalam tas.

Gavin mengamati wajah Green dengan mata menyipit melihat riasan wajahnya. "Coba hadap kemari," suruhnya pelan.

Green menoleh ke arah Gavin dan mereka saling tatap sesaat. Ia terkejut ketika melihat jari tangan kiri pria berwajah dingin itu terulur ke arah wajahnya. Ia tak sempat menghindar ketika jari tangan Gavin yang panjang dan bersih menyentuh alis mata kanannya dengan pelan dan hati-hati.

"Sorry, ada coretan sedikit di alis matamu," ujar Gavin lirih dengan wajah datar. "Nah, sekarang jadi lebih bagus ."

Green terdiam karena tak terbiasa mendapat perlakuan seperti itu dari laki-laki, bahkan mantan pacarnya tak pernah melakukannya. Green serentak menunduk dengan wajah kikuk.

DEAL WITH YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang