32. DAPUR

692 67 8
                                    


Dengan semangat Green akhirnya memberanikan diri mengikuti lomba membuat masakan yang diselenggarakan perusahaan. Saat senggang di rumah, Green mulai belajar dengan ibu di rumah dan juga mencari informasi tentang resep makanan yang dipilihnya untuk mengikuti lomba.

Saat lomba awal, semua peserta dites oleh dua chef di Kafe Mix. Pengetahuan tertulis tentang memasak dari segi higienis untuk makanan dan dasar-dasarnya. Berhubung Green sudah lama membantu ibunya yang memang hobi membuat kue sejak muda, Green akhirnya bisa lolos. Akhirnya hanya tinggal lima orang peserta yang lolos dari 15 anak yang ikut serta.

Tes kedua, Green harus menjalani tes kecepatan membuat jenang sumsum atau bubur sumsum makanan khas milik kafe yang sangat disukai pelanggan karena lembut dan rasanya gurih  dan hanya diberi waktu setengah jam untuk membuatnya. Dan hasilnya benar-benar di luar dugaan, Green ternyata juga berhasil lolos.

Dua chef di kafe memuji bubur sumsum buatannya enak dan mendekati rasa yang disajikan di Kafe Mix. Berhubung sudah lolos dua kali, Green otomatis masuk final dan melawan dua teman lainnya di kantor. Mereka bertiga diijinkan untuk berlatih membuat kue buatan mereka di dapur Kafe Mix sekali, sebelum acara final diadakan di hari Minggu.

Sore itu, Green terlihat duduk di ruang karyawan sambil membaca sebuah buku kuliah dengan tas ransel yang ada di punggungnya. Green harus benar-benar bisa membagi waktu karena acara lomba di kafe dan ujian kuliah hampir bersamaan, sehingga harus ekstra fokus keduanya.

Di sebelahnya, Green tampak membawa tas plastik berisi bahan kue yang akan digunakannya untuk mencoba membuat masakan di dapur kafe agar membiasakan diri dengan suasana saat lomba nanti. Gadis berambut panjang sebahu itu tampak serius membaca buku kuliah sambil menanti gilirannya karena salah satu peserta final masih menggunakan dapur tersebut. Saking seriusnya membaca buku, Green tak menyadari Gavin memperhatikan dirinya dari kejauhan. Ia bersama Ezzel tampak keluar dari ruang kerja dan tak sengaja melewati ruang dapur.

"Kudengar dari beberapa karyawan di sini, gadis itu akan ikut kompetisi lomba memasak yang diadakan di perusahaan?" tanya Ezzel sambil menunjuk ke arah Green ketika melihat Gavin sedari tadi selalu melihat ke arah sosoknya.

"Hmm..." Gavin menganggukkan kepalanya sambil melangkah menuju ke arah mobil diikuti Ezzel. Tangan kiri Gavin tampak terulur dan memencet remote mobil untuk membuka pintu mobilnya.

Saat berada di dalam mobil, Ezzel tampak duduk terdiam dengan alis mengerut. Ia kemudian menoleh ke arah Gavin lalu menunjukkan sebuah foto di dalam ponselnya. "Apa maksudnya ini, Vin?" tanya Ezzel ingin tahu dengan wajah penasaran. "Aku terima foto ini dari salah satu teman kita yang juga hadir dalam pesta pertunangan Keiza beberapa waktu lalu. Dan Keiza juga tak cerita apapun padaku soal ini, sehingga aku bingung saat melihat foto ini."

Gavin menatap ke arah ponsel Ezzel dan terdiam sesaat. Ia melihat foto dirinya dan Green saat menghandiri pesta pertunangan Keiza beberapa waktu lalu. Foto itu diambil saat ia sedang berdiri sambil memegang pinggang Green dengan mesra di acara pesta.

"Apakah kamu dan anak itu...?" Ezzel bertanya dengan suara tak yakin, wajah bingung serta setengah tak percaya.

"Iya!" jawab Gavin. "Aku memang berhubungan dengannya walau secara diam-diam," jelasnya dengan wajah serius.

"Apa?!" Ezzel terlihat melongo karena kaget dengan jawaban Gavin. "Kamu jangan bercanda? Ini bukan prank, kan?!" tanyanya lagi untuk meyakinkan dirinya sendiri karena tak percaya dengan jawaban Gavin.

Gavin menggelengkan kepalanya pelan. "Kita memang berhubungan tapi kumohon rahasiakan hal ini, agar tak terjadi kecemburuan sosial di sini," jawab Gavin tanpa beban dan santai.

"Kamu pasti sedang bercanda?" Ezzel masih tak percaya. "Nggak mungkin!"

"Beneran, aku memang berhubungan dengannya," jawab Gavin sambil menginjak gas mobil dan kendaraan itu berjalan pelan keluar dari kafe dengan hati-hati. "Jadi tolong untuk jaga rahasia ini di depan karyawan yang lain."

Ezzel menatap Gavin dengan wajah masih tak percaya. "Bagaimana dengan Keiza? Dia pasti shock melihatmu dengan gadis itu? Padahal aku tahu benar, Keiza itu sangat mencintaimu!"

"Awalnya mungkin kaget. Aku juga mengerti kenapa dia datang ke sini secara tiba-tiba, sepertinya dia masih belum bisa menerimanya," jawab Gavin dengan senyum tipis.

Ezzel menggelengkan kepalanya tak percaya. "Aku yakin, Keiza datang ke sini karena dia ingin mengenal gadis yang telah membuatmu berpaling darinya," tebak Ezzel yakin. "Tapi jujur, aku juga masih tak mempercayai hubungan kalian berdua. Kamu bukan orang seperti ini, Vin," ujar Ezzel dengan wajah ragu.

Gavin tersenyum dengan tatapan mata penuh arti. "Tak usah bicarakan masalah ini. Kita bicarakan yang lain saja," sahut Gavin sambil membelokkan mobilnya menuju ke arah hotel bintang lima di pinggir kota, di mana salah satu teman mereka saat kuliah di Boston sedang berada di Jogja  dan ingin membicarakan bisnis baru dengan mereka.

***

Setelah hampir beberapa jam mengobrol dengan teman semasa kuliah di hotel tempatnya menginap, Gavin meminta ijin pulang lebih dulu karena teringat masih ada dokumen yang meminta tanda-tangan aslinya. Sandra baru saja meneleponnya jika dokumen tersebut ditaruh di ruang kerjanya. Berhubung Ezzel masih ingin bersama teman mereka untuk mengobrol, Gavin kembali lagi ke kantor sendirian.

Tak sampai setengah jam, Gavin sampai di Kafe Mix sekitar pukul setengah delapan. Suasana kafe masih penuh dengan pengunjung karena hari itu tepat malam minggu sehingga banyak anak muda keluar rumah dan nongkrong di kafe sambil surfing internet yang kecepatannya memang paling bagus di antara beberapa kafe lainnya di area tersebut.

Gavin melangkah menuju ke ruangannya dan mendapati beberapa lembar dokumen impor yang harus ditanda-tangani. Sesaat setelah membaca isi dokumen tersebut, Gavin segera menandatanganinya dengan cepat agar besok pagi dokumen itu bisa segera dikirim kembali ke Jakarta via udara, agar proses pengeluaran barang impor berupa bahan-bahan masakan dari luar negeri yang tak ada di Indonesia, bisa lebih cepat keluarnya.

Setelah memeriksa ruangan dengan teliti dan merapikan beberapa barangnya, Gavin kemudian bergegas keluar ruangan. Ia hendak keluar dari kafe melewati dapur, ketika langkahnya terhenti saat tak sengaja mendengar suara barang jatuh di dapur.

Gavin kemudian melangkah ke arah dapur di belakang untuk mengeceknya. Kedua matanya yang dalam, langsung menyipit, mendapati Green ternyata masih berada di dapur belakang malam itu. Gadis itu sendirian dan tampak serius membuat makanan yang akan diperlombakan seminggu lagi. "Kamu belum pulang?" tanya Gavin kaget ke arah Green yang membelakanginya.

Mendengar suara di belakangnya, Green serentak menoleh dan terkejut melihat Gavin berada di dapur. "Pak Gavin?" ucapnya dengan nada sama kagetnya.

***

DEAL WITH YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang