67. HATI YANG TERGORES

581 71 15
                                    

Gavin terduduk diam di kursi kerjanya dengan wajah tak bersemangat. Ia terus teringat kejadian di bis yang dialaminya saat mengikuti Green. Ia begitu menyesal telah membuat Green kembali menjadi gadis seperti pertama kali mengenalnya. Perlahan tangan kanan Gavin menyentuh laptop di meja dan membukanya pelan. Kedua matanya tampak sayu menatap wallpaper yang terpasang di layar laptop. Seraut wajah cantik dengan bola mata berwarna indah berdiri sendirian di sebuah pesta.  Foto Green yang pernah diambilnya secara diam-diam ketika mereka pergi ke pesta pertunangan Keiza di Jakarta. Gavin tanpa sadar mengambil fotonya karena melihat Green saat itu terlihat menonjol di antara tamu lainnya.

"Jangan membenciku, Green," gumam Gavin lirih dengan suara berat.

Beberapa saat lamanya Gavin terdiam di meja hingga tak menyadari sesosok tubuh memasuki ruangannya dan menatapnya dengan pandangan serius.

"Gavin...."

Terdengar panggilan sehingga membuat Gavin serentak menatap ke depan. Matanya yang tajam dan berbentuk dalam, tampak menyipit melihat Ezzel berdiri di hadapannya. "Ada apa?" tanya Gavin dengan wajah tak bersemangat.

"Aku ada kabar bagus untukmu. Seharian aku mencarimu, tapi kau tak ada. Ponselmu juga tak bisa dihubungi," jelas Ezzel heran. "Ke mana saja kamu?"

"Kau tak perlu tahu," sahut Gavin singkat dengan wajah terkesan tak peduli. "Ada berita apa?" tanya Gavin dengan acuh tak acuh.

"Klaim kita masih dipelajari pihak asuransi tapi mereka menyatakan bahwa tak ada tanda-tanda kesengajaan kebakaran. Hiasan gantungan panda itu hanya kebetulan semata dan tak ada kaitannya dengan kasus kebakaran yang terjadi setelah diinvestigasi semuanya," ujar Ezzel dengan wajah lega. "Itu artinya? Ada harapan klaim kita valid. Itu juga berarti Green bebas dari kasus ini. Dia tak bersalah. Dia hanya datang di saat yang tak tepat," jelas Ezzel dengan antusias.

Gavin hanya membisu mendapat kabar gembira itu sesaat lamanya. Matanya menatap Ezzel dengan dahi berkerut dan wajahnya mendadak berubah serius. "Kamu jangan main-main. Baru beberapa hari yang lalu kamu yakin kebakaran itu disengaja dan ngotot menyalahkan Green. Kenapa tiba-tiba sekarang jadi berubah drastis seperti ini?" tanya Gavin heran sambil beranjak dari tempatnya duduk dan melangkah mendekati Ezzel. "Selama ini aku percayakan urusan asuransi padamu. Kamu yang meyakinkanku untuk memakai jasa asuransi milik salah satu kenalanmu itu. Aku percaya kamu bisa bertanggung-jawab penuh terhadap pekerjaanmu."

Ezzel tampak gugup mendengar nada curiga dari Gavin. "Tapi berita itu memang benar dan aku memang bernegosiasi dengan kenalanku agar mempertimbangkan klaim kita," jelas Ezzel sungguh-sungguh. "Jika kamu tak percaya? Kau bisa hubungi mereka," terangnya lagi sambil membuka ponselnya.

Gavin tak bergerak dan hanya diam di depan Ezzel. "Kau telah membuatku kecewa," ucap Gavin lirih.

"Apa maksudmu?" tanya Ezzel dengan wajah berubah tegang dan agak gugup.

Gavin menatap Ezzel dengan wajah menahan emosi. "Sandiwara apa yang sedang kamu lakoni sekarang?" tanya Gavin curiga.

"Apa maksudmu, Gavin? Aku tak mengerti maksudmu?" tanya Ezzel gugup sambil bergerak mundur tapi Gavin langsung mencekal lengan kirinya erat.

"Pasti ada apa-apa dibalik kejadian ini? Dan kau pasti tahu itu!" ucap Gavin yakin dengan suara bergetar menahan emosi sehingga membuat Ezzel terkejut.

Ezzel menatap Gavin dengan wajah tegang dan berusaha bersikap biasa. "Jangan salah paham. Sabar, Vin," bujuk Ezzel dengan suara ditekan rendah.

"Aku tahu ada sesuatu dibalik kejadian kebakaran di Mix. Green dipaksa pergi dari Mix, kau juga dengan sengaja membuatku berada di tengah permasalahan dan berkesan menuduhnya. Kamu sengaja memprovokasiku dan menekanku sebagai seorang pimpinan, apalagi di saat aku sedang menghadapi musibah sehingga tak bisa berpikir tenang. Kau sengaja melakukannya dan ingin dia membenciku," tuduh Gavin yakin. "Dan kau berhasil! Green begitu membenciku sekarang. Bukankan itu rencanamu sejak awal?" ujar Gavin dengan wajah kecewa.

"Gavin, aku tak mengerti maksudmu?" ujar Ezzel dengan suara gugup melihat raut wajah Gavin yang berubah begitu dingin dan kedua matanya tampak penuh amarah.

Gavin melangkah mendekat dan mencengkeram kerah baju Ezzel dengan erat. Diangkatnya tangan kanannya yang mengepal ke arah wajah Ezzel dengan wajah menahan emosi hingga kulit wajahnya memerah. "JAWAB!" perintah Gavin dengan nada tinggi ke arah Ezzel yang hanya diam.

"Pukul aku jika itu bisa melampiaskan kemarahanmu," ujar Ezzel pasrah saat melihat tangan kanan Gavin mengepal erat dengan wajah begitu marah.

Gavin mengayunkan tangannya cepat ke arah muka Ezzel tepat di depan wajahnya. Ezzel serentak memejamkan kedua matanya dengan wajah tegang. Beberapa detik lamanya Ezzel menutup mata tapi tak terjadi apa-apa. Perlahan matanya terbuka. Ezzel melihat kepalan tangan Gavin masih di depan mukanya dan hanya tinggal beberapa centimeter lagi bisa menyentuh wajahnya.

"Kita ini sudah berteman lama! Bahkan kita berbisnis bersama tapi kau tega lakukan ini pada teman baikmu sendiri. Kamu memperalat kepercayaanku padamu. Kau pasti tahu betul bagaimana hubunganku dengan Green selama ini!" ucap Gavin dengan nada keras dan suaranya terdengar bergetar menahan emosi yang sejak tadi  ditahannya.

Ezzel masih diam ketika Gavin perlahan menurunkan tangan kanannya dan mendorong dada Ezzel kasar ke belakang dengan tangan kirinya. Gavin menoleh ke arahnya dengan tatapan tajam tapi sorot matanya begitu terluka. "Kau tahu, betapa berartinya dia untukku tapi kau hancurkan semuanya. Kau membuat Green menjauh dan membenciku. Kau tahu rasanya. Membuat dadaku terasa sesak...," ucap Gavin lirih. 

Ezzel diam membisu saat melihat kedua mata Gavin. Ezzel tertegun karena melihat kedua pelupuk mata Gavin tampak berkaca-kaca. Ia tak menyangka Gavin yang selalu bersikap dingin dan jarang menunjukkan emosinya, sekarang tampak begitu terluka. Terakhir kali, Ezzel melihat Gavin seperti itu, saat ibunya meninggal beberapa tahun yang lalu karena begitu kehilangan sosok penting dalam hidupnya.

Ezzel masih tak bergerak dari tempatnya berdiri ketika melihat Gavin melangkah pergi meninggalkan ruangan dan menutup pintu dengan keras. "Ternyata kau benar-benar terluka. Maafkan aku, Gavin. Aku terpaksa melakukannya," gumam Ezzel dengan wajah bersalah dan mendesah panjang. "Aku tak mengira perasaanmu pada Green benar-benar sedalam itu."

Ezzel kemudian mengambil ponsel di saku bajunya dan mencoba menghubungi seseorang. Saat terdengar sambungan teleponnya tersambung dan diangkat, Ezzel bergegas memberitahu kondisi Gavin sekarang. "Keiza, coba hubungi Gavin sekarang. Dia sedang ada masalah. Tolong hibur dia dan gunakan kesempatan ini untuk memperbaiki hubungan kalian berdua," pintanya lirih dan tak lama menutup ponsel.

***

Note penulis :
Untuk info update dll ttg novel bisa cek/follow di IG ©readkanuna

DEAL WITH YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang