43. PERCIKAN EMOSI

709 90 5
                                    

Gavin menatap ke arah Adenta dengan tatapan tajam. "Tolong, Anda keluar dari sini. Jangan memukul orang lain sembarangan karena kita bisa melaporkan tindakan Anda ke ranah hukum karena masuk pasal penganiayaan. Selesaikan masalah kalian berdua di tempat lain. Jangan di tempat ini!" lanjutnya dengan nada sangat tegas sehingga membuat Adenta terdiam lalu keluar dari Mix dengan mata berlinang air mata.

Green berdiri terpaku dengan mulut terkatup rapat saat Gavin membalikkan badan ke arahnya dan menatapnya dengan tajam. "Ikut denganku sekarang!" suruh Gavin tegas sambil berjalan menuju ruang kerja karyawan part time.

Green segera mengikuti Gavin walau semua mata memandang ke arah mereka berdua. Pada saat itu muncul Mbak Sandra dan bagian Public Relation datang menetralkan suasana di Mix agar pengunjung bisa lebih nyaman. Mereka meminta maaf kepada para pengunjung dan meminta segala video dan rekaman saat kejadian dihapus dan dilarang di-upload di media sosial. Untuk kompensasinya, semua pelanggan yang datang hari itu dibebaskan biaya pesan makanan mereka hari itu.

***

Sampai di ruang karyawan part time, Gavin berdiri dan menatap tajam ke arah Green dengan wajah gusar dan tampak menahan semua perasaannya saat itu. Green hanya bisa berdiri berhadapan dengan Gavin sambil menundukkan wajahnya dengan perasaan bersalah.

"Kumohon jangan sampai kejadian seperti itu terulang lagi. Masalah pribadi harusnya diselesaikan secara dewasa dan tidak kekanakan seperti tadi. Tapi ini malah membuat kacau pekerjaan dan mencoreng nama baik kafe kita," tegur Gavin dengan suara ditekan terlihat sedang berusaha mengontrol perasaannya. "Lain kali, jangan sampai terjadi lagi atau kau harus keluar dari sini. Ini peringatan pertamamu. Ngerti!" lanjut Gavin sedikit bernada tinggi dan Green hanya bisa menganggukkan kepalanya pelan tanpa berani memandang wajah Gavin.

"Tiba-tiba dia datang sehingga tak sempat bisa mencegahnya," jawab Green lirih berusaha memberi penjelasan.

"Kamu tahu kejadian ini makin membuat gosip tentang dirimu makin melebar dan namamu makin tercoreng. Aku tak akan bisa menolongmu jika berkaitan dengan kebijakan perusahaan," ujar Gavin sambil geleng-geleng kepala.

"Makanya Pak Gavin jangan terlihat bersamaku. Jangan pedulikan apa-apa jika berkaitan dengan diriku, anggap aku tak ada. Aku juga tak bisa mencegah pikiran orang lain yang salah paham jika kita terlihat bersama," sahut Green sambil mendongakkan kepalanya dengan kedua mata berkaca-kaca.

Gavin tersenyum sinis sambil menatap Green. "Aku jelas peduli dengan semua kejadian di sini. Aku bertanggung-jawab semuanya termasuk karyawanku. Jika aku tak peduli dengan usaha ini, kafe ini bisa tak tertolong dan masa depan karyawan di sini taruhannya. Kau pikir kafe ini berdiri begitu saja tanpa ada yang berpikir mengendalikannya di belakang agar tetap bertahan? Apalagi dengan kondisi persaingan main ketat seperti sekarang!" jawab Gavin dengan nada tinggi. "Kamu tahu, aku tak pernah ikut campur masalah promo masakanmu di signboard atau di IG. Semua itu keputusan tim kitchen setelah mereka mempertimbangkannya dengan tim pemasaran kita. Mereka tak memberi penjelasan ke karyawan karena sedang mengamati perkembangan strategi  promo itu terhadap kafe kita."

Green terdiam dan saling tatap dengan Gavin dengan kedua bola mata masih berkaca-kaca. Ia berusaha tak menangis. Ia tak mau menangis di depan Gavin. Ia tak mau meneteskan air matanya lagi.

"Kamu sekarang tak usah bekerja hari ini. Lebih baik kamu pulang!" suruh Gavin sambil melangkah pergi meninggalkan Green yang berdiri diam dengan kepala menunduk.

Sesaat lamanya Green hanya diam membisu sambil berusaha menata emosinya. Perlahan tubuhnya yang ramping melangkah ke arah loker untuk mengambil tasnya. Sesaat ia berdiri di depan loker dengan wajah datar tetapi mata hijau yang dingin itu kembali berkaca-kaca. Ia harus menahan diri agar tak menangis. Ia tak mau menangis dan berusaha tegar. Ia tak boleh lemah dan harus kuat.

Green segera mendesah panjang. Kejadian hari ini betul-betul memukul perasaannya dan sama sekali tak diduganya. Kejadian Gavin begitu tersinggung mengetahui ia sengaja menghindarinya, ditambah Adenta yang tiba-tiba datang ke kafe dan marah-marah padanya. Hal itu membuat sikap Gavin jadi tambah keras terhadapnya. Ia tak punya kesempatan untuk menjelaskan permasalahannya karena diposisi yang sulit.

Green hendak melangkah dengan mata memerah menahan tangis, ketika sebuah tangan memegang bahunya. Green serentak menoleh ke belakang dan matanya yang lentik melihat Kiki berdiri di belakangnya dengan sebuah senyum.

"Green, jangan sedih," hibur Kiki lirih sehingga membuat Green terkejut dengan perubahan sikap teman baiknya itu. Selama ini Kiki mengacuhkannya karena rumor tak baik tentang dirinya dengan Pak Gavin beberapa waktu yang lalu. "Maaf, sikap kita tak adil padamu kemarin. Kami telah salah menilaimu. Marcelin kemarin menemuiku dan menjelaskan semuanya padaku. Kau tak pernah melakukan semua yang dituduhkan itu. Ternyata Adenta sering datang ke sini hanya untuk memataimu. Gosip itu beredar karena dia yang menyebarkan gosip itu. Kau hanyalah korban. Kami tak tahu bahwa gadis itu yang membuatmu dan Marcelin putus."

Green hanya terdiam. Ia sudah terbiasa terluka, sehingga ia berusaha untuk menerima semuanya.

"Barusan salah satu chef yang jadi juri kemarin menjelaskan pada kita jika keputusan mempromosikan masakanmu itu karena pertimbangan Tim Kitchen dan Pemasaran setelah mencicipi hasil masakanmu. Mereka merubah strategi marketing dan sedang mencoba menawarkan menu baru ke customer dan ternyata... Hasilnya sangat bagus dalam beberapa hari ini," jelas Kiki dengan wajah tak enak. "Semua itu tak ada hubungannya dengan Pak Gavin sama sekali. Ini murni keputusan juri. Sejak dulu Pak Gavin tak pernah ikut campur mengenai hasil lomba. Maafkan kami, Green."

Green terdiam sesaat dan tak sadar setitik air mata menetes dari kedua matanya yang semu kehijauan. Ia tak sanggup lagi menahan airmatanya karena rasa lega mendengar berita itu. Ternyata penjelasan Pak Gavin tentang rumor itu benar adanya, ia sama sekali tak ada kaitannya dengan keputusan manajemen kafe. Green tersenyum lega dan mengangguk pelan.

"Tentang Kak Keiza, kita juga baru tahu kalau mereka sudah putus. Kami tak seharusnya mencampuri hubungan pribadi kalian. Rasa irilah yang membuat kami seperti ini. Maafkan kami," ujar Kiki lagi dengan wajah menyesal.

Green hanya tersenyum tipis mendengar penjelasan itu. "Bagaimana mungkin Pak Gavin menyukai gadis sepertiku, tidak mungkin, bukan?" sahut Green. "Terima kasih sudah menjelasakan semuanya padaku, tetapi mungkin aku tak akan bekerja di sini lagi. Pak Gavin sangat marah padaku dan menyuruhku pulang," jawab Green lirih. "Sampaikan maafku pada teman-teman yang lain karena membuat keributan di sini. Aku permisi dulu," ujar Green lagi sambil beranjak pergi meninggalkan Kiki.

"Maafkan kami, Green...," ucap Kiki lirih dengan wajah penuh sesal.

***

Gavin menatap ke arah jendela di ruang kerjanya dan matanya menyipit saat melihat sosok Green dari kejauhan sedang melangkah pergi meninggalkan kafe. Pria berbadan tegap itu tampak diam dengan kedua tangan bersedakep di dada bidangnya. Kedua matanya terus menatap sosok Green hingga gadis itu menghilang saat naik bis yang datang di halte.

"Permisi Kak Gavin, ada apa memanggilku?" Terdengar suara Mbak Sandra memasuki ruangan  dan berdiri di depan meja kerja.

Gavin menolehkan kepalanya dan melangkah ke arah meja dengan wajah tanpa senyum sambil menatap tajam ke arah sekretarisnya itu. "Siapa yang merubah jadwal pekerjaan pegawai part time minggu ini?" tanya Gavin.

Mbak Sandra langsung terdiam mendengar pertanyaan itu dan tak langsung menjawab. Wajahnya berubah gugup dan pucat.

***

DEAL WITH YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang