25. Tidak Nyaman

711 41 0
                                        

Selamat Membaca^-^

****

R

iza sudah selesai menandatangani berkas-berkas. Ia menatap Tiffani yang masih sibuk bermain ponsel dan mengabaikan dirinya. Bahkan mungkin Tiffani tidak menyadari jika Riza sudah selesai. Perempuan itu terlihat serius sedang mengetikan sesuatu di ponsel miliknya.

Karena tidak ingin mengganggu, Riza menopang dagunya dan memperhatikan wajah berparas cantik di depannya itu dengan sesekali berdecak kagum. Bertemu dengan Tiffani dan memastikan perempuan itu baik-baik saja adalah suatu kebahagiaan Riza, lalu mengapa Tiffani malah bertanya mengapa ia tidak marah kepada perempuan itu? Aneh. Padahal Riza tidak pernah marah sesudah hubungan mereka kandas. 

"Sedang apa?" tanya Riza. 

"Kamu sudah selesai?" tanya balik Tiffani. Tetapi wajahnya masih menatap ponsel.

"Sudah, apakah kamu merasa lapar?"

"Sedikit," jawab Tiffani dengan singkat.

"Kamu ingin makan di luar atau memesan saja?"

Setelah ditanya seperti itu, Tiffani meletakan ponselnya dan memasukan ke dalam tas. Menatap wajah Riza yang masih tersenyum tipis menunggu jawaban darinya. Sebelum menjawab Tiffani menatap ke arah Mauren, tatapan keduanya bertemu dan Mauren masih saja tidak suka kepadanya.

"Memesan."

"Ya sudah, pesan makan sesukamu," ujar Riza sambil menyerahkan ponselnya kepadaku.

"Aku juga punya ponsel, Riza."

"Pakai ponselku saja," ujar Riza sambil menatap wajah Tiffani dengan serius. Jika sudah seperti itu Tiffani tidak akan menolak karena ia sangat paham dengan sifat-sifat Riza.

Tiffani mulai fokus dengan ponsel Riza. Memesan makanan yang ingin ia makan. Sedangkan Riza, ia selalu senang menatap wajah Tiffani yang menyejukan baginya. Perempuan ini semakin cantik saja di mata Riza, mungkin banyak yang mengincar Tiffani. 

"Sudah," ujar Tiffani sambil mengembalikan ponsel itu kepada pemiliknya.

"Mengapa kamu menatapku seperti itu?" tanya Tiffani.

"Memangnya tidak boleh? Oh ya, bagaimana dengan kabar mama, papa dan Larisa?"

"Alhamdulilah mereka baik-baik saja," jawab Tiffani.

"Pindah kursinya, kamu duduk di sampingku," ujar Riza.

"Untuk apa aku duduk di sampingmu? Disini saja, aku sudah nyaman," jawab Tiffani.

Mauren berkerja sambil mendengarkan percakapan mereka berdua. Sedikit tidak terima dan ingin tahu hubungan keduanya itu sebenarnya ada apa. Karena Riza sangat jarang membawa seorang perempuan ke dalam ruangannya. Sehingga Mauren merasa spesial karena ia selalu ada di ruangan Riza. Ruangan sekertaris memang sedang di perbaiki sehingga Mauren berada di sana.

"Kamu tidak merindukanku?" 

"Tidak."

Rasanya Tiffani ingin tertawa melihat wajah kecewa dari Riza. Tentu saja ia berbohong. Hanya saja Tiffani merasa tidak enak karena ada Mauren di sana. Namun, Tiffani juga berterimakasih dengan Mauren karena ada perempuan itu yang menemani mereka berdua di ruangan ini.

"Aku mau tidur sebentar," ujar Tiffani sambil memejamkan matanya dan menyenderkan kepalanya di kursi.

"Kamu benar-benar tidak merindukanku?"

"Tidak Riza," ujar Tiffani sambil menahan senyumnya.

Karena Riza terdiam, Tiffani jadi membuka matanya dan terkekeh melihat wajah Riza yang sedang membuang wajahnya ke arah lain.

YOUNG DESIGNERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang