BAB VII "IPA & IPS"

143 8 0
                                    

"Daffa aku mau arum manis."

Aku mengajak Daffa membeli arum manis. Arum manis adalah gula pasir yang diberi pewarna makanan kemudian dipanaskan sambil diputar. Rasanya ada yang kurang kalau ke pasar malam tapi tidak membeli arum manis.

"Daffa."

Aku mendengar seseorang memanggil nama Daffa. Dari suaranya dia pasti perempuan. Tapi siapa perempuan itu? Temannya kah? Mantan pacarnya? Atau pacarnya Daffa?

Seperti dugaanku, orang yang memanggil Daffa adalah seorang perempuan. Perempuan itu memiliki rambut panjang kecoklatan, mata bulat, hidung mancung, alis rapi dan tebal. Sangat sempurna sebagai seorang perempuan. Aku yakin pasti banyak laki-laki yang jatuh cinta padanya. Mungkin Daffa pun juga jatuh cinta sama perempuan itu.

Mereka asyik mengobrol, dan aku terlupakan. Pergi adalah pilihanku. Aku pun pergi mencari arum manis sendiri. Dari kejauhan aku melihat pedagang arum manis. Dengan semangat aku menghampiri pedagang arum manis itu. Rasanya aku sudah tidak sabar ingin segera memakan arum manis. Makanan favoritku sejak dulu.

"Aku cariin dari tadi, ternyata kamu di sini."

Aku pikir Daffa sudah lupa sama aku. Ternyata Daffa masih sadar kalau aku pergi. Daffa menghampiriku yang sedang membeli arum manis. Wajah Daffa terlihat sangat lelah habis berlari. Daffa berlari? Daffa mencariku? Apa mungkin Daffa khawatir kalau aku hilang? Tunggu, tapi di mana perempuan tadi? Dia sudah pergikah?

"Udah selesai ngobrolnya?"

"Kamu cemburu ya?" Pertanyaan Daffa yang mengabaikan pertanyaanku padanya. Bukannya menjawab pertanyaanku dulu malah balik tanya lagi. Kesel nggak sih?

Cemburu? Aku tidak cemburu. Sama sekali tidak cemburu. Aku hanya tidak suka dianggurin. Hanya diam mendengarkan obrolan mereka yang sama sekali tidak aku mengerti. Lebih parahnya tidak diajakin ngobrol.

"Hello aku manusia, bukan patung. Diajakin ngobrol dong, basa basi gitu, bukan malah dianggurin." Itulah kekesalan hatiku yang hanya bisa aku pendam sendiri.

"Nih buat kamu." Aku memberikan arum manis pada Daffa. Arum manis yang beberapa menit lalu aku beli dari pedagang kaki lima.

"Kamu beliin aku arum manis?"

"Oh kamu nggak mau ya. Ya udah sini." Aku berniat mengambil lagi arum manis yang ada di tangan Daffa, namun Daffa menahannya.

"Eee udah dikasih masak diambil lagi sih."

***

Daffa... Daffa... Daffa...

Daffa... Daffa... Daffa...

Aku mecoret-coret lagi tulisanku. Mencoret-coret nama Daffa yang beberapa menit lalu aku tulis. Aku tidak tahu kenapa aku menulis nama Daffa di bukuku. Tapi kejadian hari ini membuatku terus memikirkan Daffa.

Aku memperhatikan gantungan kunci yang tadi diberikan Daffa padaku. Sekilas gantungan kunci itu memang terlihat biasa saja. Tapi orang yang memberikannya yang membuat gantungan kunci itu terlihat tidak biasa.

"Nih buat kamu."

"Buat aku?"

"Iya Risa. Buat kenang-kenangan kalau kita pernah kalah main lempar gelang."

Aku tertawa mendengar jawaban Daffa. Katanya gantungan itu dikasih gratis sama pembelinya. Pembelinya tidak tega sama kita yang sudah main dari tadi tapi tidak dapat apa-apa.

"Ada hubungan apa kak Risa sama kak Daffa?"

"Ashila. Sejak kapan kamu di situ?"

"Jawab dulu pertanyaan Ashila kak."

"Kak Risa nggak ada hubungan apa-apa sama kak Daffa."

Aku memang tidak ada hubungan apa-apa sama Daffa. Kita cuma seorang kenalan, tidak lebih. Kalau soal perasaan, aku sendiri juga tidak tahu. Yang jelas saat ini nama Raihan masih ada di hatiku. Nama Raihan masih belum terlupa.

***

Diam di rumah dan tidak melakukan apa-apa ternyata melelahkan juga ya. Bahkan lebih lelah dari mereka yang bekerja seharian di kantor. Padahal kerjaanku di rumah cuma mainan Handphone doang. Lihat story WhatsApp, Instagram, youtube, dan streaming drakor kalau pas lagi punya kuota banyak. Kalau nggak punya ya lihat TV seharian. Pagi nonton FTV, sorenya nonton sinetron.

Ngomong-ngomong soal sinetron, aku lagi suka banget sama sinetron IPA & IPS yang tayang di salah satu stasiun TV. Ceritanya bagus dan seru banget. Ada kisah cinta, persahabatan, dan keluarga juga. Kisah drama anak sekolahan yang bikin baper banget.

Aku suka banget sama karakter Rifki yang dimainkan Arbani Yasis. Rifki itu nyebelin sih, jahil orangnya, dan suka banget gangguin Michelle. Tapi Rifki itu juga baik banget, suka nolongin Michelle, selalu ada di saat Michelle sedih, menghibur Michelle yang sedih. Tak hanya baik dengan Michelle, Rifki juga baik sama sahabat-sahabatnya dan keluarganya. Waktu Rifki kecelakaan terus koma, semua orang sedih, semua orang kehilangan Rifki. Aku juga sangat kehilangan Rifki. Sebulan lebih ditinggal Rifki berasa banget kehilangannya. Padahal cuma sinetron, tapi sedihnya sampai ke hati. Kangen banget sama Rifki.

Michelle adalah karakter yang dimainkan Sitha Marino. Cemistry mereka itu cocok banget. Aku suka kalau Rifki sama Michelle lagi berantem. Menurutku itu gemesin banget. Apalagi bercandaannya mereka selalu bisa bikin aku senyum-senyum sendiri. Sehari nggak lihat mereka berantem itu berasa ada yang kurang. Menurutku 2 jam nonton IPA & IPS itu sangat-sangat kurang sekali.

Aku berkhayal pengen punya calon suami kayak Rifki. Sudah baik, perhatian, sayang keluarga, dan lucu. Rifki juga bukan orang yang emosional, dia selalu santai menghadapi masalahnya. Mungkin kalau aku menemukan cowok kayak Rifki, hidupku bisa lebih berwarna kali ya. Sayangnya karakter Rifki cuma ada di sinetron doang. Cowok yang nggak pernah gengsi untuk bilang maaf. Keren bukan?

Mungkin aku terlalu lebay mendiskripsikan karakter Rifki.Tapi yang namanya cerita, penulis bisa menulis apapun yang dia mau. Termasuk membuat sosok Rifki benar-benar sempurna.

***

Siapa bilang nganggur itu enak? Nganggur itu nggak enak. Nggak bisa beli ini, nggak bisa beli itu. Pengen beli sesuatu saja harus ditahan dulu.

Dulu waktu sekolah selalu ngerasa capek dan lelah. Tiap hari harus bangun pagi. Belajar di sekolah dari pagi sampai siang. Di rumah masih harus mengerjakan tugas dari guru. Libur cuma sehari doang hari Minggu. Rasanya pengen libur lebih lama. Masih pengen nyantai-nyantai di rumah. Jalan-jalan dan kulineran sama keluarga dan teman-teman. Paling senang kalau ada tanggal merah dan pulang cepat. Semua pasti akan bersorak "Hore". Mengenang masa-masa sekolah malah membuatku teringat lagi sama kamu Raihan. Kenapa sih susah banget melupakan kamu Raihan? Aku hanya tidak ingin menambah dosaku karena mencintai suami orang.

Sekarang aku tidak perlu menunggu tanggal merah untuk libur. Karena sekarang setiap hari adalah tanggal merah bagiku. Manusia memang tidak pernah merasa puas. Tuhan selalu mengabulkan apa yang kita minta. Tapi kita selalu meminta lebih, lebih, dan lebih.

Aku sudah bosan di rumah. Aku ingin segera mendapatkan pekerjaan. Aku juga sudah melamar di banyak kantor dan perusahaan. Sayangnya tak ada satupun yang dipanggil. Mungkin kualifikasiku tidak memenuhi persyaratan untuk bisa bekerja di kantor mereka. Sabar, aku masih harus bersabar dan menunggu.

Terlalu lama di rumah membuatku kehilangan banyak topik obrolan. Di saat teman-temanku sudah berada di garis finish. Aku masih terdiam di garis start, tak mau melangkah. Sepertinya aku terjebak di kata menunggu. Aku tertinggal sangat jauh dari teman-temanku. Membuatku sadar aku bukan siapa-siapa saat ini. Membuatku malu untuk bertemu mereka. Tak ada perubahan didiriku.

"Aku adalah pendengar yang baik."

"Aku adalah pendengar yang baik."

Sepertinya aku hanya bisa menjadi pendengar yang baik. Tak ada sesuatu yang bisa kukatakan. Kisahku hanya tentang kesedihan. Tidak semua orang peduli dengan kisah hidupku yang sedih. Walaupun terkadang aku ingin bersuara. Meminta tolong, meminta nasihat. Tapi aku cukup sadar diri siapa aku.

Tidak semua orang peduli dengan proses. Mereka hanya butuh hasil.

***

Selasa, 01 Maret 2022

Jodoh Pilihanmu, "Dia Yang Terbaik" (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang