BAB XLIII "Kabar Gembira"

89 5 0
                                    

"Risa." panggil kak Vano dari luar pintu kamarku.

"Ada apa kak?" tanyaku setelah membuka pintu.

"Sholat yuk."

"Hah gimana kak?"

"Bukannya tadi kamu ngajakin aku sholat bareng."

"Oh iya. Bentar kak aku ambil mukena dulu."

Rumah baru sepertinya membawa awal yang baru untukku dan kak Vano. Awal yang baik untuk memulainya lagi.

Ini adalah sholat bareng pertama kita. Kak Vano sebagai imamnya, dan aku sebagai makmumnya. Aku benar-benar bahagia. Sikap kak Vano yang perlahan mulai berubah padaku. Dia jauh lebih perhatian dari biasanya. Dia jauh lebih peduli dari biasanya.

Aku mencium punggung tangan kak Vano setelah selesai sholat. Banyak doa yang kupanjatkan setelahnya. Agar rumah tanggaku dan kak Vano berakhir bahagia. Allah maha membolak-balikan hati. Aku berharap hati kita bisa menjadi satu. Aku berharap bisa mencintai kak Vano, begitu juga sebaliknya.

Selesai sholat subuh aku mengecek ponselku. Mengecek pesan WhatsApp dan sosial mediaku. Tak ada yang menarik.

Aku melihat jam di ponselku. Ternyata waktu sudah menunjukkan pukul 6 pagi. Niatnya mau bersih-bersih rumah. Soalnya nggak ada pembantu juga. Jadi ya aku yang harus bersih-bersih. Namun tiba-tiba kak Vano memanggilku.

"Risa." panggilnya menghampiriku.

"Ada apa kak?" tanyaku.

"Mau bubur ayam?" tanyanya balik.

"Ya maulah." jawabku.

"Ya udah siap-siap gih. Katanya di sekitar sini ada bubur ayam yang enak."

"Oke kak."

***

Hari ini adalah hari pertamaku kembali kerja. Tidak masuk kerja selama beberapa hari membuatku sangat merindukan rutinitas di tempat kerja. Meja kantorku, berkas-berkas yang banyak, dan makanan di kantin. Tak ketinggalan aku pun juga merindukan teman-teman kerjaku. Bahkan aku rindu tingkah Melati yang selalu sewot padaku. Selalu mengancamku untuk menjauhi kak Gilang.

Aku menghampiri Lolly yang masih sibuk berkaca sejak tadi. "Lolly." panggilku mengagetkannya. Membuat lipstik yang sedang ia gunakanpun melesat jauh dari tempatnya. Tak lagi di bibirnya namun beralih ke pipinya.

"Risa." katanya kesal. Dia menghapus lipstik yang mencoret ke pipinya dengan tisu.

Aku tertawa terbahak melihat kekesalan Lolly padaku. "Kamu nggak kangen sama aku?" tanyaku kemudian.

"Kangen sih. Tapi kamu ngeselin. Lihat nih make up aku jadi berantakan gara-gara kamu." jawabnya dengan nada masih kesal.

"Ya maaf Lolly. Jangan ngambek dong."

Dia menghela nafas. Meredakan emosinya yang semakin memuncak padaku. "Gimana keadaan kamu? Kayaknya udah baik-baik aja deh. Buktinya udah bisa ngusilin orang lagi."

"Haha tahu aja. Kabar aku baik. Sangat baik malah. Gimana kantor? Nggak ada masalah kan?"

"Alhamdulillah nggak ada. Oh ya kerjaan kamu kemarin sebagian udah dikerjain sama Dewa. Kamu bisa nanya ke dia, mana aja yang belum dia kerjain."

"Oke thanks infonya Lolly."

***

"Ke kantin yuk." ajakku pada Lolly. Namun yang diajak malah diam saja. Dia sibuk memainkan ponselnya.

"Lolly." teriakku memanggil namanya.

"Apaan sih Risa teriak-teriak." katanya.

"Habisnya kamu diajakin ke kantin malah diem aja sih. Lagi WhatsApp an sama siapa sih?"

"Kak Gilang."

"Kak Gilang? Sejak kapan kamu memanggil kak Gilang dengan sebutan kak?"

"Maksud aku pak Gilang. Tadi katanya mau ke kantin kan. Yuk ke kantin."

"Aku curiga ada hubungan apa kamu sama kak Gilang?" Aku menatapnya penuh curiga. Terlihat sekali Lolly sedang salah tingkah saat ini. Dia pasti sedang menyembunyikan sesuatu dariku.

"Hubungan kita ya teman kerja lah. Sama kayak aku sama kamu."

"Kamu nggak mau cerita sama aku. Katanya temen, tapi nyembunyiin sesuatu dari temennya. Males ah aku sama kamu." Aku melangkah pergi meninggalkan Lolly. Itu bukti protesku pada Lolly.

"Risa jangan marah dong." Lolly mengejarku.

"Kalau nggak mau aku marah. Makanya cerita dong."

"Oke aku cerita. Sebenarnya aku sama pak Gilang. Kita udah jadian."

Aku sangat kaget dengan apa yang dikatakan Lolly padaku. Namun aku juga sangat bahagia mendengar kabar ini.

"Ada yang ngaku-ngaku nih jadian sama pak Gilang." kata Melati yang tiba-tiba muncul. Ikut campur dengan pembicaraanku dan Lolly.

"Ada yang cemburu nih. Ternyata gebetannya suka sama yang lain." kataku dan tertawa setelah mengucapkannya.

"Hah cemburu? Siapa yang cemburu? Lagian pak Gilang nggak mungkin suka sama cewek kayak Lolly. Cantikan juga aku. Iya kan Tia?"

"Iyalah cantikan Melati. Lolly mah nggak ada apa-apanya kalau dibandingin sama Melati." kata Tia menjawab pertanyaan Melati untuknya.

"Iya emang cantikan kamu Melati. Tapi sayang hati kamu nggak secantik wajah kamu. Makanya kak Gilang lebih memilih Lolly sebagai pacarnya. Karena dia tahu yang terbaik untuk dirinya." kataku.

"Kamu ya." Melati terlihat sangat marah dan dia berniat menamparku. Namun seseorang menahan tangannya.

"Melati ini di tempat kerja. Jaga sikap kamu." kata Pak Bara pada Melati. "Lihat banyak orang sedang memperhatikan kalian. Sudahi perdebatan ini." Kata Pak Bara lagi. Dia menarik Melati pergi setelahnya.

Aku melihat ke sekeliling. Benar saja banyak karyawan-karyawan lain yang ternyata sedang memperhatikan kita.

***

Aku pergi ke rumah Livia untuk meminta penjelasan. Apa yang sebenarnya terjadi pada saat itu? Livia pasti tahu sesuatu. Karena Livia juga berada di tempat kejadian. Dengan menggunakan taksi aku pergi menuju ke rumah Livia.

"Kak Vano, aku pergi ke rumah temenku sebentar ya." Aku mengirim pesan WhatsApp pada kak Vano. Meminta izin padanya. Karena kak Vano belum juga pulang kerja. Jadi aku hanya bisa mengiriminya pesan.

"Risa, kamu ke rumah aku kok nggak bilang dulu sih." kata Livia setelah aku sampai di rumahnya. Livia mengajakku masuk ke dalam rumahnya.

"Ada hal penting yang ingin aku tanyakan sama kamu."

"Hal penting apa?"

"Soal kejadian waktu aku kecelakaan. Apa yang sebenarnya terjadi pada waktu itu? Kenapa aku bisa keguguran di saat aku sendiri aja nggak hamil?"

"Maaf Risa soal itu kamu bisa tanya langsung ke kak Vano."

"Kak Vano udah tahu kalau aku nggak hamil? Dia tahu kalau selama ini aku udah membohonginya?"

Livia hanya diam tak menjawab pertanyaanku. Sepertinya dugaanku memang benar. Kak Vano sudah tahu semuanya. Tapi kenapa selama ini dia hanya diam. Bahkan marahpun tidak. Padahal sudah jelas kalau aku sudah membohongi dirinya dan juga keluarganya.

"Risa, maafin aku. Aku benar-benar nggak bisa jawab pertanyaan kamu. Tolong ngertiin aku ya." katanya.

"Saran aku ya. Lebih baik kamu pura-pura nggak tahu aja soal itu. Toh selama ini hubungan kalian baik-baik aja kan. Kamu pun sudah tidak lagi berbohong tentang kehamilan kamu." Katanya lagi.

"Aku ambilin kamu minum dulu ya." Livia pergi setelahnya.

Ada banyak pertanyaan di benakku. Aku ingin tahu jawabannya. Kenapa? Namun sayangnya aku sama sekali tak menemukan jawaban apapun atas pertanyaanku.

***

Selasa, 06 Desember 2022

Jodoh Pilihanmu, "Dia Yang Terbaik" (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang