"Habis bahas Raihan kenapa diem?" tanya Livia saat melihatku yang tiba-tiba diem tak bersuara.
"Tiba-tiba aku keinget aja sama Daffa. Beberapa hari ini Daffa sering banget muncul di mimpiku." jawabku.
"Mungkin sebelum kamu tidur, kamu mikirin Daffa kali. Makanya sampai kebawa mimpi gitu."
"Enggak ya, aku mah kalau udah capek. Tidur ya tidur aja."
"Oh mungkin ada pesan dari Daffa yang belum kamu lakuin."
"Pesan apa?"
"Ya mana aku tahu Risa. Orang yang terakhir sama Daffa sebelum Daffa meninggal kan kamu. Coba kamu inget-inget, mungkin Daffa waktu itu pernah bilang sesuatu sama kamu apa gitu."
"Seingetku sih nggak ada. Dia cuma minta aku ke rumahnya, buat ambil buku aku yang dibawa sama dia. Udah itu aja."
"Ya udahlah jangan terlalu kepikiran sama Daffa. Ntar kamu malah sakit lagi. Atau gini aja, aku kenalin kamu sama temen cowok aku. Biar kamu juga bisa move on dari Daffa. Nggak kepikiran Daffa terus. Gimana mau nggak?"
"Emm lain kali aja deh, jangan sekarang."
"Lihat dulu fotonya, nggak kalah keren kok dari Daffa."
Livia menunjukkan foto temannya padaku. Memang benar sih apa yang dikatakan Livia, teman cowoknya Livia nggak kalah keren dari Daffa. Namun aku masih belum siap. Aku masih ingin menata hatiku. Aku tidak mau kalau cowok itu nantinya malah hanya akan jadi pelarianku saja.
***
"Oh ya Risa kamu udah tahu belum kalau Bella sama kak Vano mau nikah." kata Livia memberitahuku.
"Kamu tahu darimana Livia?" tanyaku.
"Dari Darren. Kan Darren sama Bella satu SMA dulunya, satu kelas malah pas kelas 3 nya. Group WhatsApp sekolah mereka itu udah ramai banget dengan kabar yang katanya Bella mau nikah." jawab Livia.
"Kapan mereka mau nikah?"
"Belum tahu juga sih kapannya. Katanya sih sesegera mungkin. Kamu nggak cemburu kan Risa?"
"Cemburu? Ya enggaklah. Aku aja nggak terlalu kenal sama kak Vano."
"Maksud aku kamu cemburunya sama Bella. Dia udah mau nikah lho, tapi kamunya belum. Masih jomblo malah. Nggak iri sama Bella."
"Ngapain juga harus iri sama dia. Nggak penting banget. Aku itu malah kasihan tahu sama kak Vanonya, mau aja gitu nikah sama Bella. Kamu kan tahu sendiri gimana Bella."
"Emang kenapa dengan Bella? Ada yang salah?"
"Oh iya kamu kan nggak satu SMP sama Bella, SMA juga enggak. Gini Livia waktu itu aku sama Daffa pernah lihat Bella sama cowok di hotel. Ngapain coba berduaan ke hotel? Nggak mau suudzon sih. Tapi Daffa sendiri aja bilang kalau Bella itu emang nyelingkuhin kakaknya. Daffa juga pernah cerita kalau pas SMA Bella itu suka sama dia, ngejar-ngejar dia terus, cuma Daffanya nggak mau. Terus tiba-tiba nggak tahu gimana ceritanya malah udah jadian aja sama kakaknya. Tapi kata Daffa, Bella itu masih sering deketin dia pas udah jadian sama kakaknya itu. Makanya Daffa nggak suka banget sama Bella."
Flashback On
"Kamu kenal Bella di mana?" tanya Daffa.
"Dulu kita satu SMP. Pernah sekelas juga. Sayangnya dia nggak pernah suka sama aku. Bella selalu ngebully aku. Selalu cari gara-gara sama aku. Seperti yang terjadi di kafe waktu itu." jawabku.
"Bella emang gitu orangnya. Aku heran kenapa kakak aku bisa suka sama Bella."
"Kamu kenapa nggak suka sama Bella? Hati-hati jangan terlalu benci, nanti suka lagi."
"Dulu waktu SMA Bella pernah suka sama aku. Tapi aku nggak suka sama dia. Tiba-tiba waktu kuliah, dia udah jadian aja sama kakak aku. Aku pikir dia udah move on dari aku. Ternyata aku salah. Pernah waktu itu tiba-tiba dia masuk kamar aku tanpa izin. Berusaha menggodaku."
"Terus kamu tergoda?"
"Ya enggaklah. Aku langsung usir dia. Aku nggak mau ada salah paham nantinya. Apalagi pada saat itu Bella kan udah jadi pacarnya kakak aku."
Flashback Off
"Oh aku tahu Risa. Mungkin Daffa sering dateng ke mimpi kamu. Itu karena dia pengen kamu batalin rencana pernikahan Bella dan kakaknya."
"Masak iya gitu?"
"Ya itu cuma pemikiran aku aja sih. Daffa kan nggak suka sama Bella. Daffa nggak pengen kakaknya menikah sama Bella. Daffa nggak pengen kalau nanti kakaknya bakal sakit hati sama Bella. Coba kamu inget-inget lagi, pernah nggak sih Daffa minta kamu biat jauhin kakaknya dari Bella."
"Kayaknya sih nggak pernah. Cuma seinget aku Daffa pernah minta aku nikah sama kakaknya. Tapi ya udahlah, aku pikir cuma bercandaannya Daffa aja waktu itu."
"Mungkin waktu itu dia emang cuma bercanda. Tapi kalau keadaannya saat ini dia juga udah nggak ada. Aku yakin permintaan yang waktu itu pasti serius. Kamu coba aja deketin kak Vano, batalin rencana pernikahan mereka. Nggak usah sampai kamu menikah sama kak Vano. Yang penting mereka nggak jadi menikah, udah gitu aja."
***
"Eh itu kan Bella sama kak Vano. Panjang umur juga mereka. Baru tadi kita bicarain, udah nongol aja mereka di sini." kata Livia memberitahuku. Aku pun mengikuti arah yang ditunjukan Livia padaku.
"Ngapain ya mereka di sini?" tanya Livia asal.
"Livia ini kafe. Ya mau makanlah mereka di sini, masak mau berenang." jawabku.
"Oh iya ya. Hahaha." Livia tertawa atas kekonyolah yang dibuatnya sendiri. Aku pun juga ikut tertawa dengan tingkah Livia yang kadang absurd.
"Mau samperin nggak?"
"Ngapain?"
"Ya buat ngejalanin misi kita dong. Ngedeketin kak Vano."
"Aku belum bilang iya lho. Masih mikir."
"Kelamaan mikirnya."
"Eh tunggu tunggu, itu kan kak Dewi event organizer (EO) yang ngurusin pernikahan aku sama Darren waktu itu. Waa jadi bener dong kalau kak Vano sama Bella emang mau nikah. Kita harus bergerak cepat Risa. Jangan kelamaan mikir. Kalau kamu kelamaan mikir, yang ada mereka udah keburu nikah tahu."
Aku melihat dua orang asing yang duduk bersama kak Vano dan Bella. Entah kenapa ada rasa tidak rela kalau kak Vano menikah dengan Bella. Bella itu bukan orang yang baik, itulah kenapa aku tidak rela melihat mereka menikah. Mau bagaimanapun kak Vano adalah kakaknya Daffa. Orang yang sangat aku cintai. Orang yang sudah mengorbankan nyawanya untuk menyelamatkanku. Tapi apa yang harus aku lakukan untuk menolong kak Vano? Mendekati kak Vano? Itu adalah cara paling bodoh. Bella jauh lebih baik daripada aku. Mana mungkin kak Vano bisa beralih ke aku.
"Hei Risa, kenapa malah bengong sih?" tanya Livia membangunkanku dari lamunan panjangku.
"Pulang yuk, udah sore juga. Udah kelamaan kita di sini." ajakku mengabaikan pertanyaan Livia, yang sepertinya tidak perlu aku jawab.
"Tapi ini kan belum beres."
"Ntar aku lanjutin di rumah aja." Membereskan barang-barang yang masih berserakan di meja makan.
***
Kamis, 11 Agustus 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Pilihanmu, "Dia Yang Terbaik" (TAMAT)
RandomTangisku tiada henti saat ku melihat foto yang dikirim sahabatku lewat pesan WhatsApp. Sebuah pesan tentang kamu. Kabar yang sama sekali tidak ingin aku dengar. Kata orang harapanku terlalu tinggi. Jika aku ingin bersamamu selamanya. Tapi, apa sala...