Hari ini adalah hari milik Livia. Hari bahagia Livia. Hari di mana ia akan menikah dengan Darren. Laki-laki yang sangat dicintainya. Cukup lama Livia dan Darren berpacaran. Cukup banyak juga masalah diantara mereka. Dari yang berbeda pendapat, kebohongan kecil, berantem, bahkan sampai keluar kata "Putus" dari mulut mereka. Tapi kekuatan cinta mereka sungguh besar, hingga bisa sampai ke titik ini. Titik di mana mereka berjanji akan mencintai selamanya sehidup semati dalam ikatan pernikahan.
Livia benar-benar terlihat cantik dengan baju pernikahan yang didesain Tiara. Tak kalah mempesona, Darren juga terlihat tampan dengan pakaian tuxedonya. Mereka benar-benar pasangan serasi. Pasutri baru yang bikin para jomblo baper berjama'ah.
Kurasakan, ada sesuatu yang mengganjal di hatiku. Di mana Daffa? Aku tak melihatnya sejak tadi. Sesibuk itu kah dia, sampai datang ke pernikahan sahabatnya saja tidak bisa? Sebenarnya apa yang dilakukan Daffa selama ini? Terakhir aku bertemu Daffa saat dia menolongku di kolam renang. Mungkin itu sudah beberapa bulan yang lalu. Daffa, dia selalu tiba-tiba muncul, dan tiba-tiba menghilang tanpa kabar.
Aku membuka ponselku, dan ternyata Daffa mengirimiku pesan. Sebuah pesan WhatsApp yang berbunyi, "Di mana?". Buru-buru aku membalasnya, "Di sini" kataku.
"Di sini itu di mana Risa?" balas Daffa lagi.
Aku membuka kamera di ponselku, lalu mengarahkannya ke pasutri baru yang ada di depan sana. Aku mulai memotret mereka, dan mengirimkan foto itu kepada Daffa sebagai balasan.
"Orang kalau nanya itu dibales bukan malah ngirim gambar doang." kata Daffa yang kini sudah berada di sampingku.
Aku menoleh ke arah Daffa. Jarang melihat Daffa berpakaian rapi seperti saat ini. Daffa benar-benar terlihat tampan. Bahkan Darren kalah dengan ketampanan yang dimiliki Daffa. Untuk sesaat aku benar-benar terpesona dengan ketampanan Daffa.
"Hei kenapa diem aja? Aku ganteng ya? Terpesona ya sama aku?" tanya Daffa menggodaku. Senyumannya benar-benar membuat kelinci-kelinci dalam hatiku kembali melompat-lompat.
"Iya ganteng, kalau dilihat dari sedotan." jawabku sedikit sewot. Gengsi dong kalau aku bilang, "Iya Daffa kamu ganteng banget, aku sangat-sangat terpesona sama kamu". Kalau aku bilang begitu yang ada harga diriku sebagai cewek bakal jatuh. Tidak hanya itu, tapi Daffa akan semakin terus menggodaku. Bakal besar kepala itu anak kalau aku bilang ganteng.
"Ya elah gitu banget sih. Oh ya Risa tadi aku ke rumah kamu. Tapi kamunya udah berangkat."
"Kamu ke rumahku? Kenapa nggak bilang dulu kalau mau ke rumah? Telepon atau WhatshApp gitu."
"Coba cek handphone kamu. Jam berapa aku WhatsApp kamu? Berapa kali aku telepon kamu? Tapi nggak kamu angkat-angkat telepon aku."
Aku mengecek ponselku sesuai dengan perintah Daffa. Ternyata WhatsApp dari Daffa yang bertanya "Di mana" itu sudah beberap jam yang lalu. Misscall dari Daffa juga banyak banget. Maaf ya Daffa, tadi aku terlalu sibuk dengan Livia dan pernikahannya. Jadi aku tidak tahu kalau kamu menghubungiku.
"Maaf ya Daffa. Aku nggak tahu. Soalnya handphoneku, aku silent. Jadi nggak tahu kalau ada telepon dan pesan dari kamu."
"Makanya Risa kalau punya handphone itu jangan di silent. Nggak tahu kan jadinya kalau ada telepon atau WhatsApp."
"Lagian biasanya juga nggak ada telepon atau WhatsApp. Kamu juga nggak pernah menghubungiku. Kemana aja coba?"
"Cie kangen ya?"
Hal yang seharusnya tidak aku tanyakan pada Daffa. Tapi keluar sendiri dari mulutku tanpa aku perintahkan. Daffa terus menggodaku, sementara aku hanya bisa mengelak. Mengelak kalau aku tidak merindukan dirinya. Walaupun sebenarnya ada sedikit rasa rinduku untuknya. Hanya saja aku terlalu gengsi untuk mengatakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Pilihanmu, "Dia Yang Terbaik" (TAMAT)
RandomTangisku tiada henti saat ku melihat foto yang dikirim sahabatku lewat pesan WhatsApp. Sebuah pesan tentang kamu. Kabar yang sama sekali tidak ingin aku dengar. Kata orang harapanku terlalu tinggi. Jika aku ingin bersamamu selamanya. Tapi, apa sala...