"Kak berhenti dulu deh." Aku menyuruh kak Vano berhenti saat aku melihat penjual jagung bakar di pinggir jalan dekat taman kota.
"Kenapa?" tanya kak Vano.
"Aku mau beli jagung bakar." jawabku menunjuk ke arah penjual jagung bakar agar kak Vano juga melihatnya.
"Kamu masih belum kenyang udah habisin seblak 1 mangkok?"
Aku menggeleng sebagai jawaban atas pertanyaan kak Vano padaku.
Kak Vano menghentikan mobilnya. Mencari tempat parkir yang nyaman. Lalu kita turun menghampiri penjual jagung bakar itu.
"Kak Vano mau jagung bakar nggak?" tanyaku saat hendak memesan.
"Iya boleh. Tapi jangan pedes." jawabnya.
"Pak, jagung bakarnya 2 ya. Yang satu pedes, yang satu pedes sedang ya." pesanku pada bapak penjual jagung bakar.
Tak lama kemudian pesanan kita sudah jadi deh. Aku mengajak kak Vano duduk di salah satu tempat yang kosong sambil menikmati jagung bakar dan juga menikmati dinginnya malam bersama bintang-bintang di langit.
"Kak, aku pernah ke sini lho sama Daffa." kataku memulai percakapan.
"Oh ya?" katanya.
"Iya. Daffa juga pernah cerita. Katanya waktu kecil kakeknya sering ngajak Daffa dan kak Vano ke sini. Bener kak?"
Vano mengangguk sebagai jawaban. Dia asyik menikmati jagung bakar miliknya. Aku melihat ke arah kak Vano, seperti ada yang dipikirkannya.
"Katanya juga setelah kakeknya meninggal. Kalian udah nggak pernah ke sini lagi. Padahal Daffa beberapa kali ngajak kak Vano ke sini. Tapi kak Vanonya selalu nolak. Kenapa kakak nolak ajakan Daffa?"
Cukup lama terdiam, aku sama sekali tak mendengar jawaban kak Vano atas pertanyaanku.
"Aku salah ngomong ya kak. Maaf ya kalau pertanyaanku nyinggung kakak. Kak Vano nggak perlu jawab pertanyaanku kalau emang nggak mau jawab. Aku juga nggak terlalu penasaran sama jawabannya." kataku lagi.
"Aku menolak ajakan Daffa, karena aku nggak mau mengingat lagi kenangan aku sama kakek. Itu bikin aku sedih."
"Yah maaf ya kak aku nggak tahu. Ya udah kak kita pergi aja ya. Aku nggak mau bikin kak Vano jadi sedih."
"Kenapa pergi?"
"Kan kak Vano sendiri yang bilang kalau tempat ini bikin kak Vano sedih."
"Udah gak apa-apa. Udah terlanjur juga di sini."
"Serius nggak apa-apa?"
"Habisin aja dulu jagung bakarnya."
***
"Hei Risa." panggil Lolly menghampiriku yang sedang melamun sejak tadi. "Kenapa sih? Mau liburan bukannya happy malah cemberut. Lagi ada masalah? Cerita dong sama aku. Siapa tahu aku bisa bantu." tanya Lolly panjang lebar.
"Nggak ada apa-apa Lolly. Aku happy kok. Happy banget malah." jawabku berbohong.
Aku memang lagi kesel. Kesel sama kak Vano. Sudah tahu istrinya mau pergi selama beberapa hari. Bukannya dianterin sampai aku pergi. Ini dia malah pergi ke kantor lebih dulu. Lebih pagi dari biasanya.
Responnya saja biasa saat dia tahu aku akan liburan selama beberapa hari di puncak. Tidak ada sedikitpun kekhawatiran di wajahnya. Padahal dia tahu kalau aku sedang hamil. Seharusnya lebih perhatian dong. Hamil bohongan saja dicuekin, apalagi kalau ntar hamil beneran.
Aku membuang jauh-jauh pikiranku. Bisa-bisanya aku berpikiran akan hamil dengannya. Cinta saja enggak, gimana hamil. Nggak mungkin.
Flashback On
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Pilihanmu, "Dia Yang Terbaik" (TAMAT)
RandomTangisku tiada henti saat ku melihat foto yang dikirim sahabatku lewat pesan WhatsApp. Sebuah pesan tentang kamu. Kabar yang sama sekali tidak ingin aku dengar. Kata orang harapanku terlalu tinggi. Jika aku ingin bersamamu selamanya. Tapi, apa sala...