Setelah 3 hari liburan di kota orang. Kini aku sudah kembali ke kota kelahiranku lagi. Aku sedang bersiap-siap hendak ke rumah ibuku untuk memberikannya oleh-oleh. Aku sudah kangen sama mereka. Ibu, dan kedua adik kembarku yang super duper nyebelin namun selalu ngangenin.
Aku ke rumah ibuku sendiri. Karena kak Vano sudah pergi sejak tadi pagi. Kulirik waktu yang saat ini sudah menunjukkan pukul 11 siang. Aku langsung berpamitan pada mertuaku. Mengirim pesan juga pada kak Vano. Biar kak Vano tidak khawatir mencariku seandainya nanti dia pulang.
"Kak Risa." teriak adik kembarku yang bernama Doni dan Dino. Mereka langsung menghampiriku dan memelukku.
"Ibu, ada kak Risa dateng." teriak Dino memanggil Ibu.
Mendengar teriakan Dino yang menggema. Ibupun langsung menghampiriku dan juga memelukku.
"Vano mana? Dia nggak ikut ke sini?" tanya Ibu saat menyadari kalau aku datang sendiri.
"Kak Vano lagi sibuk. Makanya nggak bisa ikut ke sini." bohongku. Tidak hanya membohongi keluarganya kak Vano, sepertinya aku pun mulai membohongi keluargaku sendiri juga.
"Risa punya oleh-oleh buat kalian." Aku membagikan beberapa oleh-oleh yang kubawa pada mereka. Dengan antusias mereka membuka oleh-oleh dariku. Sepertinya mereka juga menyukainya.
"Risa, kamu udah makan belum? Kebetulan tadi Ibu lagi masak. Tapi belum matang deh kayaknya. Ibu lanjutin masak dulu ya." kata Ibu.
"Risa bantuin ya Bu." Aku berdiri mengikuti Ibu ke dapur. Rasanya sudah lama aku tidak memasak bareng Ibu. Kangen banget. Yang pasti kangen juga sama masakan Ibu.
"Kak Risa." panggil Ashila yang langsung memelukku dari belakang saat aku sedang membantu ibu memasak di dapur. "Ashila kangen sama Kak Risa. Sekarang udah nggak ada lagi yang bisa aku gangguin." katanya.
Sepupuku yang satu ini memang yang paling dekat denganku. Dia selalu datang ke rumah untuk mengabiskan waktu senggang denganku.
***
"Risa." Samar-samar aku mendengar suara seseorang memanggilku. Aku membuka mataku, dan kulihat kak Vano berdiri dihadapanku. Mimpikah ini?
"Risa bangun." Suara itu kembali menyadarkanku kalau ini bukan mimpi. Kak Vano benar-benar ada dihadapanku saat ini.
"Kak Vano. Ngapain kak Vano di sini?" tanyaku saat kesadaranku mulai kembali.
"Mau jemput kamu." jawabnya.
"Kak Vano tahu dari mana aku di sini?"
"Kan tadi kamu WhatsApp."
"Emm. Sekarang jam berapa ya kak?"
"Jam 9."
"Kak Vano nggak mau nginep di sini aja ya. Aku masih ngantuk nih."
Kesadaranku belum 100 % kembali. Aku masih duduk diam di kursi tak beranjak. Baru sadar kalau ternyata aku ketiduran di meja belajarku. Pantas aku merasakan pegal-pegal di seluruh tubuhku. Di depan ku ada buku yang sepertinya dari tadi aku coret-coret. Menuliskan kekesalanku beberapa hari ini pada orang yang saat ini ada di sampingku. Buku itu masih terbuka lebar. Buru-buru aku menutupnya sebelum kak Vano melihatnya.
"Kak Vano nggak mau nginep di sini ya? Ya udah pulang yuk." kataku lagi saat menyadari kalau pertanyaan terakhirku hanya diabaikan oleh kak Vano.
"Kak Vano tunggu di luar aja. Aku mau ke kamar mandi dulu. Mau cuci muka. Biar ngantuknya hilang." Dengan sedikit rasa ngantuk yang masih tersisa aku beranjak bangun dari kursi. Namun sepertinya kesadaranku masih belum sepenuhnya pulih. Membuatku hampir saja terjatuh. Namun dengan sigap kak Vano menangkapku. Cukup dekat jarak kita sekarang. Hingga aku bisa merasakan hembusan nafasnya.
"Maaf." ucapku membenarkan posisi berdiri ku." Buru-buru aku pergi ke kamar mandi setelahnya. Sebelum kak Vano melihat rasa gugup diwajahku.
"Kalau kamu masih pengen di sini nggak apa-apa. Kita nginep di sini semalam." kata Kak Vano menghentikan langkah kakiku.
Aku melangkah menghampiri kak Vano yang masih setia berada di belakangku. "Kak Vano yakin mau nginep di sini?"
"Kalau kamu masih nanya lagi. Aku tarik omonganku yang tadi."
"Oke oke nggak nanya lagi." Aku langsung berhambur ke kasur empukku. Rasanya sudah lama aku tidak tidur di kasurku sendiri. Padahal baru juga beberapa minggu. Namun kenyamanan tidur di tempat tidur sendiri itu tidak tergantikan.
Aku memejamkan mataku. Melupakan kak Vano yang masih setia berdiri.
"Kak Vano nggak tidur?" tanyaku kemudian.
Dia diam menatapku. Aku tahu yang dia maksud. Kamarku memang kecil. Tidak seluas kamarnya. Bahkan tidak ada sofa besar di kamarku. Tempat biasanya kak Vano tidur kalau lagi di rumah mama papa mertuaku.
Aku mengambil kasur kecil. Kuletakkan di lantai agar kak Vano bisa tidur di sana. Aku juga mengambilkan baju ganti untuknya. Untung saja ukuran badan kak Vano tidak terlalu beda dengan ukuran badan adik kembarku itu. Jadi bisa dipinjem dulu bajunya.
"Tidur kak." kataku.
"Kamu tidur dulu aja. Aku mau sholat isya' dulu. Kamu udah sholat?"
"Udah kak tadi."
***
Aku terbangun di tengah malam. Cuaca yang dingin, ditambah lagi hujan membuatku ingin pergi ke kamar mandi.
Aku yang hendak ke kamar mandi. Tiba-tiba mataku terfokus pada seseorang. Dia yang sedang tertidur di bawah hanya beralaskan kasur yang sangat tipis. Tidakkah dia kedinginan. Mana tadi aku lupa memberikannya selimut lagi.
Aku pergi mengambil selimut. Namun sebelum itu aku ingin ke kamar mandi dulu. Ingin buang kecil.
"Cari apa Risa?" tanya seseorang mengaggetkanku.
"Eh ibu." kataku tersenyum saat kutahu ternyata ibuku yang tadi menegurku. "Risa lagi cari selimut bu."
"Bukannya di kamar kamu udah ada selimut."
"Udah sih bu. Cuma masih dingin. Risa mau cari selimut yang agak tebalan biar nggak dingin lagi."
"Ya udah ibu cariin ya."
Aku langsung masuk ke kamar setelah mendapatkan selimut. Lalu mengunci pintunya dari dalam. Takut kalau tiba-tiba ibu masuk ke kamarku dan melihat kak Vano yang lagi tidur di bawah. Pasti setelah itu akan ada banyak pertanyaan untukku.
Aku melihat Kak Vano yang masih tertidur. Aku pun lalu menyelimutinya dengan selimut yang aku bawa. Melihat kak Vano yang tertidur membuat hatiku berdebar. Padahal aku sudah sering melihatnya tertidur. Namun entah kenapa hari ini terasa berbeda. Apalagi di saat dia mau tidur di bawah tanpa mengomel. Sedikit membuat hatiku tersentuh.
Buru-buru kuhilangkan rasa terpesonaku padanya. Memindahkan tanganku yang ternyata masih setia memegang selimut. Namun di detik selanjutnya aku merasakan seseorang menahan tanganku. Reflek aku melihat ke arahnya. Kak Vano sedang menatapku.
"Kamu ngapain?" tanyanya masih di posisi tidur.
"Maaf kak. Aku cuma mau nyelimutin kakak aja tadi. Maaf ya udah bikin kakak kebangun jadinya." jawabku merasa bersalah karena udah mengganggu tidurnya.
"Oh." Dia melepaskan tanganku dan kembali tidur. Kembali mengabaikanku seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Bahkan kata "terimakasih Risa" aku tidak mendengarnya. Aku bingung kadang dia bisa jadi laki-laki yang begitu hangat, namun di detik berikutnya ia akan berubah kembali menjadi laki-laki yang dingin.
***
Minggu, 16 Oktober 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Pilihanmu, "Dia Yang Terbaik" (TAMAT)
RandomTangisku tiada henti saat ku melihat foto yang dikirim sahabatku lewat pesan WhatsApp. Sebuah pesan tentang kamu. Kabar yang sama sekali tidak ingin aku dengar. Kata orang harapanku terlalu tinggi. Jika aku ingin bersamamu selamanya. Tapi, apa sala...