BAB XIII "Butik"

84 5 0
                                    

Kejadian kemarin benar-benar membuatku pusing. Aku memang tidak akan dipecat dari pekerjaanku. Secara Daffa adalah pemilik kafe "Lovely". Daffa pasti tidak akan membiarkanku dipecat. Tapi apa kabar dengan karyawan-karyawan lainnya? Apa yang akan mereka katakan, jika aku masih tetap bisa bekerja setelah kemarin membuat keributan? Aku tidak ingin ke kafe hari ini. Aku tidak ingin bekerja.

"Jadi kamu pemilik kafe "Lovely"? Kenapa kamu nggak pernah ngomong dari awal? Pantas saja aku mudah banget dapat kerjaan di kafe "Lovely"."

"Kamu juga nggak pernah nanya."

Jawaban Daffa kemarin benar-benar membuatku kesal. Jadi kalau aku nggak nanya, dia nggak bakal cerita apapun gitu sama aku. Aku memang tidak mengenal Daffa. Bahkan setelah berbulan-bulan lamanya, aku masih tidak mengenal Daffa.

Waktu terus bergerak maju. Ibuku pasti akan bertanya jika aku terus diam di rumah. Berpura-pura berangkat kerja adalah pilihanku. Walaupun sebenarnya aku juga tidak tahu harus kemana. Daffa terus meneleponku sejak tadi. Tapi aku terlalu malas untuk mengangkatnya.

Si bos meneleponku. Si bos pasti bertanya kenapa hari ini aku tidak masuk kerja dan tidak izin sama dia. Atau mungkin si bos akan mengomeliku lagi karena kemarin aku pergi gitu saja tanpa kabar.

"Hallo." sapaku setelah mengangkat telepon dari bos.

"Akhirnya kamu angkat telepon aku juga. Kamu itu di mana? Di rumah nggak ada. Di kafe juga nggak ada. Aku telepon dari tadi juga nggak diangkat. Giliran si bos yang telepon langsung kamu jawab. Kamu baik-baik saja kan Risa?"

Pertanyaan bertubi-tubi itu bukan datang dari si bos, melainkan dari Daffa yang sepertinya khawatir dengan keadaanku.

"Aku baik-baik saja Daffa. Nggak usah lebay deh. Oh ya Daffa tolong ya sampaiin ke bos kalau hari ini aku nggak masuk kerja. Emm maksud aku, aku izin sama kamu kalau hari ini nggak kerja. Bye Daffa." kataku lalu menutup telepon secara sepihak.

***

Setelah berjam-jam lamanya aku berjalan tanpa arah dan tanpa tujuan, akupun menghentikan langkahku di sebuah butik. Ada selembar kertas yang ditempel di depan pintu butik. Saat kubaca ternyata lowongan pekerjaan. Walaupun tidak ada pengalaman, aku ingin mencobanya.

"Risa." Aku mendengar seseorang memanggil namaku. Dia adalah Tiara yang baru saja keluar dari butik.

"Hai Tiara." sapaku. "Kamu habis belanja ya? Atau baru mau belanja?"

"Oh enggak. Ini butik aku Risa. Baru buka beberapa bulan yang lalu. Mau aku temenin lihat-lihat kedalam."

"Gini Tiara, sebenarnya aku pengen nglamar kerja di butik kamu. Masih bisa nggak?"

"Kamu yakin mau kerja di butik aku? Tadi kan aku udah bilang kalau butik aku baru buka. Jadi belum banyak pelanggan. Aku nggak bisa gaji kamu banyak."

"Nggak apa-apa Tiara. Gaji berapapun aku terima kok."

"Oke kalau gitu, aku terima kamu kerja di butik aku."

"Serius Tiara? Makasih ya. Jadi aku bisa mulai kerja kapan?"

"Sekarang kamu udah bisa mulai kerja. Yuk masuk, aku kenalin sama karyawan-karyawan yang lain biar lebih akrab."

Mungkin kerja dengan Tiara jauh lebih baik daripada kerja dengan Daffa. Setidaknya aku tidak lagi bertemu dengan Sherly si resek. Syukurlah karyawan-karyawan Tiara semuanya baik sama aku. Mereka banyak membantuku. Mengajarkanku hal-hal yang tidak aku mengerti.

***

Butik milik Tiara memang benar-benar sepi. Bahkan dalam seharipun kadang tidak ada pengunjung sama sekali. Aku memutar otakku mencari cara agar butik milik Tiara bisa jadi ramai. Hal yang terpikirkan olehku adalah mempromosikannya lewat media sosial.

"Tiara, aku ada ide biar butik kamu laris."

"Gimana caranya?"

"Caranya dengan manfaatin media sosial. Aku yakin karyawan-karyawan di butik pasti punya media sosial. Entah itu instagram, facebook, twitter, maupun yang lainnya. Nah kita minta tolong aja sama mereka buat promosiin produk-produk di butik lewat media sosial mereka. Setuju nggak?"

"Setuju sih. Tapi menurutku, apa enggak lebih baik kita punya akun resminya sendiri. Jadi ntar yang lain tinggal bantuin gimana caranya biar followers nya banyak. Gimana menurutmu?"

"Oke. Itu juga ide yang bagus sih. Dengan kita punya akun sendiri, nama butik kamu bisa jadi lebih terkenal. Jadi sekarang kita bikin akun instagram, facebook, twitter dan yang lainnya dengan menggunakan nama butik ini."

Inilah langkah awal kita buat mempromosikan butik. Butik tidak sama dengan toko-toko pakaian lainnya. Karena butik menyediakan berbagai model pakaian yang berkualitas tinggi tentunya. Pakaian-pakaian yang ada di butik dijahit dengan tangan atau mesin halus dan hanya memproduksi 2 hingga 3 model yang sama, sementara toko pakaian justru sebaliknya.

Selain menjual pakaian siap pakai, di butik biasanya juga tersedia berbagai macam aksesoris, termasuk didalamnya ada sepatu, tas, ikat pinggang, dasi, dan lain sebagainya. Keistimewaan belanja di butik adalah konsumen bisa memesan model pakaian sesuai keinginannya, yang pastinya khusus dibuat untuknya, dan tidak ada yang menyamai modelnya.

***

3 bulan kemudian, rencana yang kubuat sama Tiara berhasil. Semakin hari butik semakin ramai. Bahkan banyak pesanan pakaian menumpuk.

"Makasih ya Risa berkat kamu butik aku semakin laris."

"Ini bukan karena aku Tiara. Tapi karena kamu sendiri. Model-model pakaian yang kamu desain itu bagus-bagus semua. Makanya banyak pembeli yang tertarik."

"Tetep aja kalau bukan karena ide kamu awalnya, semua ini nggak mungkin terjadi. Mungkin sampai sekarang butik aku masih sepi. Mungkin juga terancam tutup malah."

Aku benar-benar tidak menyangka orang yang dulu aku benci. Orang yang dulu selalu aku doakan jelek. Kini malah jadi bosku, dan jadi sahabatku juga tentunya.

Apa kabar ya Daffa? Tiba-tiba aku teringat dengan laki-laki itu. Sudah lama aku tidak bertemu dengan dirinya. Bahkan untuk sekedar chat dan telepon juga tidak pernah kita lakukan. Mungkin dia sudah lupa dengan diriku. Kenapa juga aku masih memikirkannya?

Dari kejauhan aku melihat sosok laki-laki yang sangat kukenal. Laki-laki yang dulu sangat aku harapkan untuk jadi milikkku. Tapi sekarang rasa ingin memiliki itu entah kemana menghilang.

"Hai Risa." sapanya padaku. Dari dulu sampai sekarang dia memang tidak pernah berubah. Selalu menyapaku saat bertemu denganku. Dia terlalu baik apa aku yang terlalu bodoh? Mengira kebaikannya adalah cinta.

"Mau jemput Tiara ya? Bentar ya, aku panggilin." kataku padanya.

Dalam 3 bulan aku selalu melihat Raihan. Aku selalu melihat Raihan menjemput Tiara. Sesekali aku merasa iri dengan mereka. Tapi apa dayaku, aku hanya gadis jomblo tanpa gebetan.

***

Kamis, 31 Maret 2022

Jodoh Pilihanmu, "Dia Yang Terbaik" (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang