"Kak Vano hari ini jadi mau pulang?" tanyaku saat melihat kak Vano sudah rapi dengan pakaiannya. Sementara aku masih malas-malasan di tempat tidur. Bagaimana tidak bermalas-malasan, waktu saja masih menunjukkan pukul 6 pagi.
"Iya. Ada kerjaan di kantor." jawabnya. "Kamu masih mau di sini? Atau ikut aku pulang ke rumah?" tanyanya kemudian.
"Aku mau di sini dulu aja ya kak. Pulang besok bareng sama yang lainnya." jawabku.
"Kamu serius udah baik-baik aja?"
"Iya aku baik-baik aja kak Vano. Lagian jatuhnya juga bukan ke jurang yang dalem. Cuma jurang yang cetek. Nggak bikin aku terlalu kesakitan. Kemarin pingsan itu juga cuma gara-gara kebentur pohon doang. Coba kalau enggak, aku pasti juga nggak bakal pingsan. Bisa langsung balik ke vila sendiri mungkin."
Bukannya menanggapi perkataanku. Kak Vano malah duduk di sampingku. Menatapku dan seperti tak percaya dengan ucapanku yang mengatakan jika aku baik-baik aja.
"Kak Vano nggak percaya sama aku? Lihat nih kak, aku baik-baik aja kan." kataku.
"Kak Vano mending buruan ke kantor aja. Katanya ada kerjaan." kataku lagi. Menyuruh kak Vano untuk segera pergi.
"Kamu ngusir aku?" tanyanya tak beranjak dari posisi semula.
"Bukan gitu kak maksud aku. Aku cuma nggak mau gara-gara aku kerjaan kak Vano jadi berantakan. Kak Vano datang ke sini aja udah bikin aku seneng. Mana bisa aku ngusir kak Vano. Kalau bisa aku berharap kak Vano juga pulang besok, nemenin aku di sini. Tapi kan kak Vano sendiri yang bilang kalau lagi banyak kerjaan di kantor." jawabku.
"Aku nyamperin kamu bukan karena sengaja. Tapi karena aku ada kerjaan di sini."
"Iya tahu. Kemarin kan kak Vano udah bilang. Apapun alasannya aku tetap senang karena kak Vano ada di sini dan udah nyelamatin aku."
"Ayo aku anterin ke depan." ajakku menarik tangannya.
***
"Risa." panggil Lolly menghampiriku dan kak Vano.
"Hai Lolly." kataku menyapanya.
"Kamu temannya Risa?" tanya kak Vano pada Lolly.
"Iya kak. Aku Lolly. Temen kantornya Risa." jawab Lolly dengan senyumnya.
"Aku mau minta tolong. Tolong jagain Risa ya. Jangan biarin Risa pergi sendiri."
"Siap kak."
"Ih kak Vano dikira aku anak kecil apa. Pakai dijagain segala." gerutuku kesal.
"Aku pergi dulu." kata Kak Vano berlalu pergi. Mengabaikan protesku. Bahkan terkesan cuek dan tak peduli.
"Kamu nggak salim sama suami kamu?" tanya Lolly setelah kak Vano sudah jauh dari pandangan kita.
"Enggak. Alay." jawabku asal.
"Bukan alay Risa. Itu namanya sopan. Menghargai suami kamu."
Memang benar sih yang diajarkan ibuku juga begitu. Namun aku tidak terbiasa saja. Apalagi pernikahan kita yang tanpa cinta membuat hal-hal seperti itu terasa sangat aneh bagiku.
"Hei malah bengong." Lolly menyenggolku. Membangunkanku dari lamunan sesaatku. "Eh Risa suami kamu kalau dilihat dari deket, ganteng juga ya ternyata. Cuma sayang dingin aja orangnya kayak kulkas. Berasa dikutub tadi aku. Haha."
"Emang gitu orangnya. Makanya jangan terpikat dari kegantengan luarnya aja. Lihat hatinya."
"Tapi ya walaupun dingin kayak kulkas. Hati suami kamu itu hangat lho kalau menurutku. Buktinya aja dia perhatian banget sama kamu. Kemarin aja waktu kamu hilang, dia panik banget lho. Terus tadi juga minta aku buat jagain kamu. Suami kamu itu cuma dingin diluarnya aja, tapi dalemnya hangat. Beruntung kamu dapat suami kayak dia. Sayang banget kayaknya sama kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Pilihanmu, "Dia Yang Terbaik" (TAMAT)
RandomTangisku tiada henti saat ku melihat foto yang dikirim sahabatku lewat pesan WhatsApp. Sebuah pesan tentang kamu. Kabar yang sama sekali tidak ingin aku dengar. Kata orang harapanku terlalu tinggi. Jika aku ingin bersamamu selamanya. Tapi, apa sala...