Aku kembali merasakan hari liburku setelah berhari-hari tidak merasakannya. Kesibukanku di butik membuatku kehilangan banyak hari liburku. Tapi aku bahagia bertemu orang-orang baru, pengalaman baru, dan hal-hal baru lainnya.
Aku ingat beberapa hari yang lalu sepertinya Livia mengajakku ketemuan. Sayangnya waktu itu aku tidak bisa, aku benar-benar sibuk di butik. Akhirnya sekarang aku baru bisa menghubungi Livia dan mengajaknya ketemuan.
"Livia, ketemuan yuk ntar. Katanya kemarin ada hal yang pengen kamu sampaiin ke aku." Aku mengirimkan pesan itu pada Livia. Beberapa saat kemudian Livia membalasnya, "Oke, ntar aku ke rumahmu habis dzuhur ya."
Kulirik jam dinding di kamarku yang ternyata masih pukul 10 pagi. Masih ada waktu buat membersihkan kamarku yang sangat berantakan. Ibuku terus mengomel sejak pagi, karena aku tak kunjung membersihkan kamarku. Yang kulakukan sejak pagi hanya mainan handphone doang.
Mataku tak sengaja melihat gantungan kunci yang diberikan Daffa padaku. Tiba-tiba kuteringat dengan sosok Daffa. Entah kenapa saat ini aku sangat merindukan laki-laki bernama Daffa itu. Ingin rasanya ku meneleponnya. Tapi rasa gengsi membuatku mengurungkannya.
Apa aku sudah mulai jatuh cinta sama Daffa? Aku tidak ingin mencintai Daffa. Aku tidak ingin berakhir mencintai sendiri. Aku tidak ingin lagi terjebak cinta sendiri.
***
"Aku sama Darren mau nikah." kata Livia memberitahuku. Kabar yang sangat membahagiakan buatku. Akhirnya sahabatku nikah juga.
"Selamat ya Livia. Akhirnya kalian nikah juga setelah bertahun-tahun pacaran."
"Makasih Risa."
Handphone Livia berdering. Livia pergi mengangkatnya, dan setelah itu aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan. Yang ku tahu wajah Livia terlihat murung setelah mengangkat telepon itu.
"Ada apa?" tanyaku.
"Aku ada masalah dengan gaun pengantinku." jawab Livia.
"Masalah apa?"
"Pihak butik tiba-tiba ngabarin kalau mereka ngebatalin pesanan gaun pengantin aku. Katanya pemilik butik sekaligus desainernya lagi adalah masalah internal. Untungnya sih mereka tanggung jawab dengan mengembalikan uang DP nya. Cuma masalahnya sekarang, aku harus cari di mana designer yang bagus yang bisa bikin gaun pengantin aku dalam waktu yang singkat ini."
"Soal itu kamu nggak perlu khawatir. Gimana kalau ke butiknya Tiara aja?"
"Tiara istrinya Raihan?"
"Iya Tiara istrinya Raihan. Tiara itu lulusan designer terbaik di kampusnya. Baju-baju bikinannya juga bagus-bagus. Kebetulan aku juga kerja di sana. Kalau kamu mau besok aku anterin ke butiknya."
"Oke aku mau, daripada nggak ada pilihan. Tapi ngomong-ngomong hati kamu aman?"
"Aman. Kenapa?"
"Yakin aman ngelihat Tiara dan Raihan setiap hari? Secara kan kamu juga kerja di sana. Pastilah sering ketemu sama mereka berdua. Nggak cemburu?"
"Tenang Livia. Hati aku masih baik-baik aja kok."
***
"Risa, aku mau ke toilet bentar ya. Kamu mau ikut apa tunggu di depan aja?" kata Livia.
"Aku tunggu depan aja ya." kataku. Aku berjalan ke depan restoran. Menunggu Livia di sana.
"Risa." Aku mendengar seseorang memanggil namaku. Suara yang sudah tidak asing lagi di telingaku. Saat kulihat ternyata dia adalah Sherly. Orang yang sudah ngefitnah aku beberapa waktu yang lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Pilihanmu, "Dia Yang Terbaik" (TAMAT)
De TodoTangisku tiada henti saat ku melihat foto yang dikirim sahabatku lewat pesan WhatsApp. Sebuah pesan tentang kamu. Kabar yang sama sekali tidak ingin aku dengar. Kata orang harapanku terlalu tinggi. Jika aku ingin bersamamu selamanya. Tapi, apa sala...